PUASA TANPA SHALAT, KEBOCORAN BERKAT?

Kaum muslimin di belahan dunia manapun meyakini bahwa puasa ramadhan merupakan kewajiban yang harus ditunaikan. Sayangnya masih ada yang beranggapan bahwa puasa sah tanpa shalat. Hasilnya, mereka lalai dalam menegakkan shalat lima waktu.

Padahal kita tahu bersama dan sudah menjadi ketetapan umum yang bahkan seorang anak kecil pun maklum soal ini. Bahwa perintah shalat lima waktu telah diterangkan Al-Quran maupun Hadits Rasulullah saw.

Bahkan Rasul Karim saw bersabda bahwa shalat itu tiang agama. Tiang yang menopang seluruh amal ibadah lainnya. Kalau tiang ini lemah, bagaimana amalan-amalan lain bisa berdiri kokoh dalam keseharian kita?

Ketika pondasi amal kita tidak dikokohkan dengan shalat, maka kebengkokan hati mulai merasuk dan mempengaruhi amalan-amalan kita.

“Lalu datanglah sesudah mereka suatu keturunan jahat yang mengabaikan shalat dan mengikuti hawa nafsu. Maka mereka dalam waktu dekat akan menemui kesesatan”. (QS. Maryam: 60)

Jadi, ada keterkaitan antara tidak shalat dan kesesatan. Dimana di tengah-tengahnya ada hawa nafsu yang lebih dominan. Ketika hawa nafsu mendominasi kalbu manusia, ia akan mahrum dari manifestasi sifat-sifat Ilahi. Hubungannya dengan Sang Khalik sirna. Kini ia terjerembab dalam cengkeraman setan.

Sangat masuk akal sekali, saat orang meninggalkan shalat maka ia akan lebih dekat kepada perbuatan-perbuatan kotor yang dapat merusak akhlaknya.

Kembali ke persoalan di awal.

Ini bukan soal sah atau tidaknya puasa dengan tidak shalat lima waktunya kita. Ini jauh lebih penting dari itu. Ini soal tegaknya amalan-amalan lain dan keberkatannya di saat bulan ramadhan.

Kalau diibaratkan, Allah Ta’ala telah menyiapkan sebuah ladang yang luas berisi tangkai-tangkai kebaikan. Inilah yang disebut puasa di bulan ramadhan. Dan Dia telah menyiapkan arit untuk memanennya. Inilah yang disebut sebagai shalat.

Lalu, bagaimana kita bisa memanen setiap tangkai kebaikan jika di tangan kita tidak ada alat untuk memanennya?

Kita ketahui bersama bahwa tujuan menjalankan ibadah puasa adalah untuk meraih ketakwaan. Dan tanpa taufik serta kasih sayang dari Allah Ta’ala, makam takwa tidak akan pernah diraih.

Dan shalat yang mampu menarik taufik serta kasih sayang Ilahi. Tanpanya, perjalanan menuju makam takwa akan sangat penuh peluk dan onak duri. Yang kadang setan menggelincirkan kita sebelum kita sampai di tujuan.

Pendiri Jemaat Ahmadiyah, Hadhrat Mirza Ghulam Ahmad as., pernah menulis masalah ini dengan sangat menarik:

Shalat dan puasa keduanya adalah ibadah. Puasa berpengaruh terhadap tubuh dan shalat berpengaruh terhadap ruh. Shalat menimbulkan “Kepedihan dan kelembutan”, karena itulah shalat merupakan yang paling afdol. Puasa menimbulkan “kasyaf”. Tapi kondisi ini kadang bisa timbul juga dalam yoga (meditasi), namun “kelembutan” rohani yang timbul karena doa-doa, tidak ada di dalam yoga. Sebagian orang bodoh mengatakan, “ Apa yang Tuhan perlukan dari shalat-shalat kita?” Wahai orang yang bodoh! Tuhan tidak perlu [shalat kita], tetapi kalianlah yang perlu agar Tuhan menaruh perhatian kepada kalian. Segala perkara yang rusak menjadi lurus dengan shalat. Shalat menjauhkan ribuan kesalahan dan merupakan sarana untuk meraih qurub Ilahi.”

Oleh karena itu sebagai muslim yang hakiki marilah kita berusaha untuk mengamalkan ajaran Islam ini secara sempurna. Ingatlah, puasa tanpa dilandasi ketakwaan tidak akan memberikan faedah terhadap kerohanian. Puasa tanpa shalat bak kita mengisi air di ember yang bocor, sebanyak apa pun air dituangkan ke dalamnya, tidak akan ada yang tersisa.

Visits: 137

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *