
Tarikh Jadid: Bentuk Keseimbangan Pembangunan Fisik dan Reformasi Moral dalam Gerakan Sosial
Dalam sejarah perkembangan gerakan sosial dan keagamaan, Tarikh Jadid yang dicetuskan oleh Hazrat Mirza Bashiruddin Mahmud Ahmad, Khalifah Kedua Jemaat Ahmadiyah, menempati posisi unik. Gerakan ini bukan hanya sekadar proyek pembangunan fisik, tetapi juga sebuah upaya reformasi moral yang mendalam.
Dalam konteks modern, keseimbangan antara infrastruktur fisik dan kesadaran moral menjadi landasan penting bagi pembangunan yang berkelanjutan. Berbicara tentang perbedaan antara “gerakan” dan “program” serta hirarki kecerdasan dalam kaitannya dengan kebutuhan sosial, kita akan melihat bahwa Gerakan Tarikh Jadid adalah model keseimbangan pembangunan manusia dalam dunia modern, termasuk di Indonesia.
Gerakan vs. Program: Perspektif Kesadaran Kolektif
Salah satu poin utama dalam Tarikh Jadid adalah bagaimana ia lebih berorientasi sebagai “gerakan” dibanding sekadar “program”. Perbedaan mendasar antara keduanya terletak pada pendekatan dan keterlibatan individu dalam perubahan sosial.
Program bersifat instruktif dan terstruktur dengan tujuan yang biasanya bersifat jangka pendek. Ia lebih berorientasi pada hasil konkret yang dapat diukur secara fisik, seperti pembangunan infrastruktur, proyek sosial, atau kebijakan tertentu. Sementara “Gerakan,” sebaliknya, lebih menekankan pada partisipasi kolektif dan perubahan kesadaran sosial. Gerakan tidak hanya menghasilkan produk fisik tetapi juga mengubah pola pikir, nilai, dan moralitas masyarakat yang terlibat.
Dalam konteks ini, Tarikh Jadid tidak sekadar dikumpulkan dari para anggota Jemaat Ahmadiyah untuk menginisiasi proyek pembangunan masjid, madrasah, atau publikasi literatur, tetapi juga menanamkan kesadaran kolektif bahwa setiap individu bertanggung jawab terhadap kemajuan komunitasnya. Secara teori, hal ini sejalan dengan teori strukturasi dari Anthony Giddens, di mana masyarakat berkembang melalui interaksi antara struktur (fasilitas, aturan) dan agensi manusia (kesadaran, nilai moral).
Perbedaan lain tentang “program” dan “Gerakan” adalah bahwa keduanya memiliki makna yang berbeda secara fundamental. “Gerakan” adalah suatu mobilisasi kolektif yang berbasis pada sense of belonging dan keterlibatan emosional dari para anggotanya. Ia muncul dari kesadaran bersama dan seringkali bersifat organik, berkembang karena adanya nilai atau tujuan yang diyakini bersama.
“Program,” di sisi lain, bersifat lebih terstruktur dan instruktif. Program sering kali dirancang oleh otoritas tertentu dan menekankan implementasi langkah-langkah tertentu untuk mencapai tujuan spesifik.
Merujuk hal di atas, sebuah kejeniusan tertangkap dari pemikiran Hazrat Mirza Bashiruddin Mahmud Ahmad, ketika beliau lebih memilih menyebut Gerakan Tarikh Jadid, alih-alih sekadar program mengadung makna jangka pendek tanpa nilai reformasi moral.
Hirarki Kecerdasan dan Kebutuhan Sosial
Konsep hirarki kecerdasan dalam hubungan sosial juga dapat membantu memahami mengapa gerakan seperti Tarikh Jadid lebih efektif dibandingkan dengan sekadar program pembangunan fisik.
Dalam kajian filsafat, ada pemikiran bahwa orang dengan pola pikir konkret lebih membutuhkan hasil yang tampak fisik untuk menilai keberhasilan suatu usaha. Mereka cenderung melihat bahwa “pembangunan” harus berbentuk gedung, jalan, atau fasilitas lain yang kasatmata. Sementara itu, orang dengan pola pikir abstrak lebih menilai keberhasilan dari segi nilai, moralitas, dan perubahan jangka panjang dalam mentalitas masyarakat.
Dalam konteks pembangunan masyarakat, keduanya tidak dapat dipisahkan. Jika hanya ada pembangunan fisik tanpa moralitas, maka infrastruktur yang dibangun akan rentan terhadap korupsi dan mismanajemen. Sebaliknya, jika hanya ada kesadaran moral tanpa fasilitas yang mendukung, maka perubahan yang diharapkan sulit untuk diwujudkan dalam skala besar. Tarikh Jadid menunjukkan bahwa keberhasilan pembangunan harus menyeimbangkan kedua aspek ini.
Tarikh Jadid tidak hanya membangun infrastruktur tetapi juga membangun jaringan sosial yang kuat berdasarkan semangat pengorbanan dan kerja sama. Jika dikaitkan dengan pemikiran Pierre Bourdieu, hal ini sejalan di mana modal ekonomi (pembangunan fisik) harus disertai dengan modal budaya dan modal sosial (pendidikan, nilai-nilai moral, dan kesadaran kolektif).
Poin penting berikutnya adalah bahwa dalam perspektif pembangunan modern, keberlanjutan dicapai jika ada keseimbangan antara ekonomi, sosial, dan lingkungan. Tarikh Jadid telah menerapkan konsep ini jauh sebelum teori modern berkembang, dengan menekankan bahwa pembangunan tidak boleh hanya bersifat material, tetapi juga harus menciptakan kesadaran sosial.
Teori Strukturasi Anthony Giddens menjabarkan struktur dan agensi yang harus berjalan beriringan. Fasilitas fisik yang baik harus didukung oleh individu yang memiliki moralitas tinggi agar dapat berfungsi optimal. Tarikh Jadid mengimplementasikan hal ini dengan memastikan bahwa pembangunan yang dilakukan berbasis pada kesadaran individu dan bukan hanya instruksi dari atas.
https://islamrahmah.id/tahrik-jadid-nikmat-pengorbanan-di-jalan-allah/
Relevansi Model Tarikh Jadid dalam Konteks Indonesia
Dalam konteks kondisi Indonesia saat ini, keseimbangan antara pembangunan fisik dan moral menjadi tantangan utama. Beberapa isu yang relevan antara lain: Infrastruktur tanpa Moralitas. Korupsi dalam proyek pembangunan menunjukkan bagaimana infrastruktur bisa dibangun, tetapi tanpa moralitas yang kuat, proyek tersebut malah menjadi sarana kepentingan pribadi. Banyak proyek pemerintah yang mangkrak karena hanya fokus pada hasil fisik, tanpa membangun kesadaran sosial untuk merawatnya.
Masalah lain adalah pendidikan yang berorientasi pada infrastruktur, bukan karakter. Pemerintah sering kali fokus membangun sekolah dan universitas baru, tetapi tidak memperkuat sistem pendidikan yang membangun moralitas dan etos kerja. Banyak lulusan perguruan tinggi kehilangan nilai-nilai pengabdian sosial, karena pendidikan yang mereka dapatkan hanya berorientasi pada prestasi akademik dan bukan pada nilai kemanusiaan. Menegaskan perspektif Tarikh Jadid, Hazrat Mirza Bashiruddin Mahmud Ahmad memaparkan bahwa pendidikan harus mengajarkan nilai pengorbanan, etika, dan partisipasi sosial, bukan sekadar membangun fasilitas belajar.
https://ahmadiyah.id/keberkahan-pengorbanan-keuangan-tahrik-jadid-tahun-baru-2022.html?amp
Tarikh Jadid sebagai Model Gerakan Berkelanjutan
Tarikh Jadid menunjukkan bahwa pembangunan fisik tanpa reformasi moral adalah investasi yang rapuh. Gerakan ini telah membuktikan bahwa perubahan yang sejati harus berakar dari kesadaran individu dan masyarakat, bukan hanya dari kebijakan pemerintah atau proyek jangka pendek. Beberapa pelajaran utama dari Tarikh Jadid yang dapat diterapkan dalam gerakan sosial dan pembangunan di Indonesia meliputi:
- Pembangunan fisik harus selalu diiringi dengan reformasi moral dan mental;
- Gerakan sosial harus lebih menekankan kesadaran kolektif daripada sekadar hasil yang instan;
- Keberlanjutan suatu perubahan hanya dapat dicapai jika masyarakat memiliki rasa kepemilikan terhadap perubahan itu sendiri.
Dengan menerapkan prinsip keseimbangan ini, Indonesia dapat membangun tidak hanya negara yang maju secara fisik tetapi juga masyarakat yang kuat secara moral dan sosial.
Visits: 74
Masya Allah …sebuah tulisan yang sangat luar biasa. Kajian yg mendalam ttg program yg beberkah. Ditunggu sllu karya tulisnya Ibu Rahma Rosadi. Kereeeen. Mubarak