Toleransi dan Moderasi Sang Penakluk Hati Sebagai Cermin Perdamaian

Di tengah kondisi dunia saat ini yang kerap kali diwarnai oleh konflik antar agama dan kelompok masyarakat, kita sebagai umat Rasulullah SAW yang diberikan karunia meyakini ajaran agama yang indah lagi sempurna, sudah seharusnya belajar bagaimana menciptakan harmoni dan kedamaian di tengah perbedaan. Rasulullah SAW menampilkan contoh nyata bahwa toleransi tidak bertentangan dengan prinsip-prinsip Islam. Sebaliknya, toleransi adalah bagian dari ajaran Islam yang mengedepankan dialog sehat, sikap saling menghormati, dan indahnya hidup berdampingan secara damai.

Memiliki sikap toleransi dan moderasi tidak berarti mencampur adukkan keyakinan agama. Sikap itu justru menjadi salah satu bukti bahwa Islam adalah agama yang mengajarkan kasih sayang, kedamaian, dan keadilan bagi semua manusia. Tanpa memandang latar belakang agama, etnis, atau budaya, sebagai perwujudan rahmat bagi seluruh alam. Sebagai umat Islam, meneladani sikap moderasi dan toleransi Rasulullah SAW adalah cara untuk menjaga keharmonisan dan perdamaian di tengah kondisi dunia yang penuh dengan keberagaman.

Terdapat sebuah landasan penting dalam sejarah Islam yang menjadi tolok ukur perdamaian di tengah perbedaan dengan sikap moderasi dan toleransi sesuai ajaran Islam sebagai rahmat bagi seluruh alam adalah Piagam Madinah.

Piagam tersebut telah mempersatukan warga Madinah yang heterogen menjadi satu kesatuan masyarakat. Dimana warganya mempunyai hak dan kewajiban yang sama, saling menghormati walaupun berbeda suku dan agamanya. Suatu pandangan jauh kedepan dan suatu kebijaksanaan politik yang luar biasa dari Nabi Muhammad SAW dalam mengantisipasi keadaan masyarakat yang beraneka ragam dengan membentuk komunitas baru yang disebut ummah.

Piagam Madinah sangat sejalan dengan firman Allah SWT:

كُنْتُمْ خَيْرَ أُمَّةٍ أُخْرِجَتْ لِلنَّاسِ تَأْمُرُونَ بِالْمَعْرُوفِ وَتَنْهَوْنَ عَنِ الْمُنْكَرِ وَتُؤْمِنُونَ بِاللَّهِ ۗ

Kamu (umat Islam) adalah umat terbaik yang dilahirkan untuk manusia (selama) kamu menyuruh (berbuat) yang makruf, mencegah dari yang mungkar, dan beriman kepada Allah. (QS. Al Imran: 111)

Secara lebih spesifik sikap toleransi Rasulullah SAW sebagai bentuk nyata dari penerapan ayat tersebut tertuang dalam sebuah hadits yang berisi jaminan keamanan dan kedamaian terhadap orang-orang yang belum menerima Islam, sebagaimana Rasulullah SAW bersabda:

Barang siapa menyakiti seorang non-Muslim yang hidup damai, maka aku menjadi musuhnya pada hari kiamat.(HR. Abu Daud)

Tidak hanya memiliki sikap toleransi kepada para non-Muslim yang hidup berdampingan dalam kedamaian, bahkan kepada orang-orang yang membenci beliau pun, Rasulullah SAW menampilkan akhlak yang sangat luar biasa. Terdapat salah satu kisah penuh hikmah yang mampu mengubah kebencian menjadi cinta.

Pada masa itu, di Madinah terdapat seorang wanita Yahudi yang merasa sangat benci kepada Rasulullah SAW, wanita itu selalu mengganggu dan menghina Rasulullah SAW. Setiap kali Rasulullah SAW lewat di depan rumahnya, wanita itu akan melempar kotoran atau sampah kepada beliau untuk melampiaskan rasa kebenciannya. Namun dengan ketinggian akhlaknya, Rasulullah tidak pernah marah apalagi membalas perbuatan wanita itu.

Suatu hari, Rasulullah SAW melewati rumah wanita itu, namun tidak mendapati gangguan seperti biasa yang diterima oleh beliau. Beliau merasa heran, kemudian bertanya kepada para sahabat mengenai keberadaan wanita itu. Para sahabat kemudian memberitahu beliau, bahwa wanita itu sedang terbaring sakit. Mendengar berita dari para sahabat, Rasulullah pun segera pergi ke rumah wanita itu untuk menjenguknya.

Pada saat wanita Yahudi itu melihat Rasulullah SAW datang menjenguknya, ia merasa sangat terkejut sekaligus tersentuh oleh sikap kasih sayang Rasulullah. Sehingga pada akhirnya, wanita itu menyadari kebesaran hati dan keindahan akhlak Rasulullah SAW, kemudian dengan sukarela memeluk Islam. Kisah ini menunjukkan bahwa kasih sayang Rasulullah tidak terbatas pada orang Islam saja, tetapi juga kepada mereka yang berbeda keyakinan dan bahkan kepada mereka yang memusuhinya.

Pada masa ini, Allah pun telah membangkitkan kembali karakter mulia Rasulullah SAW dalam sosok pemimpin Islam akhir zaman, yang sangat menjunjung tinggi rasa cinta dan kasih sayang untuk mewujudkan perdamaian di seluruh penjuru dunia. Khalifah Muslim Ahmadiyah, Hz. Mirza Masroor Ahmad aba, Allah hadirkan sebagai penerus tonggak sistem Khilafat di akhir zaman yang didirikan oleh Imam Zaman, Hz. Mirza Ghulam Ahmad as.

Melalui petunjuk Allah dengan segala upaya, menggaungkan ajaran Islam yang penuh dengan kedamaian ke seluruh penjuru dunia, merangkul para pemimpin dari berbagai belahan dunia untuk menciptakan perdamaian bagi umat manusia. Karena Islam adalah sumber keselamatan, tidak hanya bagi penganutnya namun juga bagi setiap jiwa yang telah Allah Ta’ala berikan hak untuk memilih keyakinan sesuai hati nurani mereka.

Referensi:
1. Konsep Ummah dalam Piagam Madinah, Drs.H.A,bd Salam Arief,M A
2. https://ahmadiyah.id/cara-mewujudkan-perdamaian-dunia.html

Views: 40

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *