Totalitas Mengkhidmati Tamu

Aku ingin menceritakan sosok manusia yang paling aku cintai. Ya, ia adalah ibuku. Ibulah yang mengajarkanku banyak hal sebagai bekal untuk masa depanku kelak. Salah satunya adalah pelajaran tentang mengkhidmati tamu.

Saat aku masih duduk di bangku SMP. Saat itu ibu tengah hamil 9 bulan. Hanya tinggal menghitung hari atau jam saja.

Dan di waktu bersamaan. Cabang kami menjadi tuan rumah kegiatan “Pelatihan Da’i Ilallah” tingkat wilayah, yang dihadiri para Mubaligh, Khuddam dan Anshar.

Saat itu, cabang kami yang bernama Cabang Landono, masih baru berdiri. Anggota Jemaat masih sangat sedikit. Rumah misi pun belum ada. Jadi, kegiatan cabang maupun wilayah biasa diadakan di rumah kami, yang kebetulan ayah adalah ketua cabangnya.

Tamu yang datang sekitar 50 orang. Mereka terlihat khusyu mengikuti kegiatan meski dengan kondisi tempat yang serba terbatas.

Tiba-tiba, ibu memanggilku lirih, “Rin… Rin… cepat ambilkan kain lap!”

Kulihat wajah ibu berkeringat. Air mukanya tak biasa. Sesekali ia mengerang menahan sakit. Dengan segera aku bawakan kain lap tersebut. Lalu kutanya, “Untuk apa bu?”

Aku tahu ia tengah mengecap rasa sakit yang tak tertahan. Tapi ia tak menjawab pertanyaanku. Ia jatuhkan kain lap tersebut di lantai. Kemudian diinjaknya kain tersebut sambil mengosok-gosokannya ke cairan kental yang terlihat berceceran.

Betapa kagetnya aku mengetahui air ketuban ibu pecah. Air tersebut terus mengalir membasahi bajunya. Aku tak tega melihatnya demikian menderita.

Dan batinku amat tercabik saat ia bilang, “Jangan cerita ke siapa-siapa yah.”

Dalam keadaan air ketuban terus menetes. Ibu dibantu nenek dan diriku terus sibuk menyiapkan hidangan, makan siang, snack juga kopi.

Ia terus bergerak tanpa peduli rasa mules dan sakit yang tengah ia derita. Sambil menyeret kain lap di kakinya, ia menyapa dan tetap tersenyum kepada para tamu.

Padahal, tak masalah juga ia panggil ayah sebentar untuk segera mengurus ibu. Tapi itulah ghairatnya dalam pengkhidmatan terhadap tamu.

Sebab, itulah yang diajarkan oleh Pendiri Ahmadiyah, Hadhrat Mirza Ghulam Ahmad as terkait pengkhidmatan terhadap tamu. Sampai-sampai beliau mengisahkan cerita tentang dua ekor burung yang rela mengorbankan diri mereka sendiri untuk mengkhidmati tamunya sebagai santapan buat sang tamu.

Tamu pun dipersilahkan menikmati hidangan tanpa tahu kondisi ibu. Usai santap siang ibu memanggil ayah, “ Yah, kalau sudah selesai makan, tamunya diajak ke masjid saja,” pinta ibu sembari berbisik, “Anakmu mau lahir.”

Ibu ingin acara pelatihan Da’i berjalan lancar tanpa kendala. Kemudian acara dilanjutkan di masjid Mowila dipandu oleh bapak Mubaligh. Jaraknya 3

km dari rumah.

Segera Ayah memanggil bidan ke rumah untuk memeriksa kondisi ibu. Perasaanku benar-benar berkecamuk. Aku tak sanggup menahan air mata yang mengalir melihat ibu yang mulai kesakitan hebat.

Aku selalu ingin menemani ibu, tetapi dilarang masuk. Dari balik pintu kamar terdengar rintihan dan doa, “Allahu Akbar… Astaghfirullahal adzim… Allahu Akbar…”

Tak lama berselang, terdengar suara tangis bayi. Alhamdulillah adik bayi laki laki kami lahir dengan selamat.

.

.

.

editor: Muhammad Nurdin

Visits: 39

Rini Kusumawati

4 thoughts on “Totalitas Mengkhidmati Tamu

  1. Saya terharu mendengar membacanya ..
    Saya sekaligus mendapatkan ilmu dengan membaca cerita ini jazakumulloh Rini

  2. Saya sangat terharu membaca nya di mana seorang ibu yang rela menahan sakitnya kontraksi ketika mau melahirkan .tetapi ibu itu tetap melayani calon Da’i dengan baik dan senyuman.
    Saya pun merasa snagan beruntung bisa membaca cerita ini karena ilmu yang saya dapat sangat bermanfaat untuk saya.

  3. Masya Allah…. Kisahnya membuat hati terharu. Seorang wanita yang sangat hebat, pengorbanannya sungguh luar biasa. Dan kini penghidmatannya pada agama telah diganti oleh Allah Ta’ala dengan karunia berkah, anak-anak yang soleh dan Solehah. Alhamdulillah.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *