
AGAMA ITU MENASEHATI, BUKAN MENGHAKIMI
Islam senantiasa mengajarkan umatnya untuk senantiasa saling berkasih-sayang. Sebagai agama, Islam adalah agama yang mengedepankan nasehat. Seperti dalam hadits, “Agama itu Nasihat.” (HR. Muslim)
Nasehat pun harus disampaikan dengan tujuan dan cara yang tak lepas dari nilai-nilai kasih sayang. Apabila kita sudah melandaskan kasih sayang dalam menasehati orang lain, insya Allah nasehat kita akan lepas dari segala keburukan niat, kata, dan tindakan.
Sama halnya dengan berdakwah, menasehati pun ada tata caranya, ada adab-adabnya. Setidaknya ada 3 hal yang harus kita perhatikan bila ingin menasehati seseorang.
Yang pertama dan paling utama adalah berikanlah nasehat secara pribadi, bukan di muka umum/ruang publik. Imam Syafi’i berkata, “Barangsiapa menasehati saudaranya dengan sembunyi-sembunyi, berarti ia telah menasehati dan mengindahkannya. Barangsiapa menasehati dengan terang-terangan, berarti ia telah mempermalukan dan memburukkannya. (Shahih Muslim Bisyar An-Nawawi (2/24)
Menasehati orang lain di depan umum/di ruang publik, bukanlah adab yang dibenarkan. Alih-alih merasa dinasehati, seseorang justru akan merasa dihina, dipermalukan, dan direndahkan. Meskipun niat dan bahasa kita baik, tapi kebaikan kita tidak akan sampai. Dalam pandangan orang yang dinasehati, apa yang kita lakukan hanyalah untuk merendahkan dan menjatuhkan dirinya.
Menasehati di muka umum juga rentan sekali untuk dihinggapi perasaan tinggi hati dan merasa paling benar. Ketika kita menasehati seseorang di muka umum, orang-orang di sekitar kita akan memusatkan pandangannya kepada kita. Dengan posisi sebagai ‘penasehat’, sangat besar kemungkinan kita merasa lebih baik dari orang lain. Sikap inilah yang tidak saja sangat ditentang ajaran Islam, tetapi juga tidak diberikan sedikitpun celah untuk menghinggapi umatnya.
Karena itulah Islam sangat menghendaki umatnya untuk menasehati seseorang secara sembunyi-sembunyi. Kecuali kalau kita ingin memberikan nasehat secara umum, tanpa tertuju kepada satu orang saja.
Kemudian, hal kedua yang harus kita perhatikan adalah berkata berdasarkan kebenaran. Al-Qur’an berkata, “hendaklah mereka mengucapkan perkataan yang benar” (Q. S. An-Nisa 4: 9). Untuk bisa berkata benar, maka nasehat juga harus didasarkan pada fakta.
Ketika kita melihat atau mendengar seseorang melakukan kesalahan, kita harus tabayyun dulu, mencari tahu sedalam-dalamnya. Apakah kita sudah benar-benar kenal dengan orang tersebut? Apakah dia pun mengenali kita dengan baik? Apakah benar ia melakukan kesalahan tersebut? Mengapa dan bagaimana ia melakukannya?
Cari informasi sebanyak-banyaknya, kenali orangnya sebaik-baiknya, sebelum kita menasehatinya. Jangan sampai kita menasehatinya hanya berdasarkan asumsi belaka, juga tanpa kenal baik orangnya, yang akhirnya membuatnya merasa dihakimi atas kesalahan yang tak dia lakukan.
Dan hal ketiga yang tak kalah pentingnya dalam menasehati seseorang adalah menggunakan bahasa yang baik, santun, lembut, dan meninggalkan kesan baik. Ada begitu banyak ayat Al-Qur’an yang mengajarkan soal ini. Saya tuliskan beberapa.
- Dalam QS. An-Nisa 4: 6 Allah Ta’ala berfirman, “dan ucapkanlah kepada mereka kata-kata santun.”
- Dalam QS Al-Ahzab 33: 33 dinyatakan, “dan ucapkanlah perkataan yang baik.”
- Dalam QS. An-Nisa 4: 64 disampaikan, “nasihatilah mereka, dan katakanlah kepada mereka perkataan yang membekas bagi diri mereka.”
- Dalam QS. Al-Isra 17: 29 dikatakan, “maka berkatalah kepada mereka dengan perkataan yang lemah lembut.”
Kata-kata yang baik dan berkenan di hati dalam menyampaikan nasehat, sangat penting untuk diperhatikan. Menasehati dengan kata-kata yang baik saja masih bisa tidak diterima, apalagi kalau kita menasehati dengan kata-kata kasar, tidak sopan, dan tidak pantas pula. Alih-alih menasehati, kita hanya akan dianggap menghakimi dan mencaci maki.
Tiga hal yang disampaikan di atas sangat penting untuk kita perhatikan dalam menasehati seseorang. Beberapa ayat di atas menunjukkan betapa Islam sangat menjunjung tinggi kebaikan dalam menyampaikan kebenaran. Sebelum kita begitu menggebu-gebu untuk menasehati seseorang, ada rambu-rambu yang harus kita perhatikan. Jangan sampai kita menjadi umat-Nya yang begitu semangat menasehati. Tapi di pandangan orang lain, kita hanyalah orang yang senang menghakimi.
Views: 1397