
KISAH SEBUAH RADIO DAN JAM TANGAN YANG MEMBAWA BERKAH
Mungkin bagi sebagian orang sebuah radio atau jam tangan adalah barang yang biasa dan tidak memiliki nilai tinggi, namun lain halnya dengan Bapak. Ya, saya akan bercerita mengenai kisah Bapak saya, Bpk. Musthopa Kamil alm.
Saya hanya mengetahui beberapa bagian perjalanan hidup bapak saya yang pernah menjalani berbagai macam profesi sebagai pedagang kecil diantaranya sebagai penjual beras, es lilin, dan sayuran. Bahkan Bapak pernah bekerja di sebuah peternakan ayam yang ada di daerah kami sebagai pemberi makan ayam. Hingga pada saat usia saya dewasa, Bapak menekuni sebagai penjual sekam.
Setiap hari, Bapak selalu memulai hari dengan berjalan kaki untuk sampai ke tempat di mana Bapak akan menjemput rupiah. Jika tempatnya dekat, Bapak berjalan kaki sampai perempatan jalan. Namun jika tempatnya jauh, kalaupun dari rumah Bapak berjalan kaki, perjalanan disambung dengan angkutan umum hingga sampai ke tempat tujuan.
Dari satu tempat ke tempat lain, Bapak datangi. Hingga bila Bapak sampai ke tempat yang ada tempat penggilingan padi, jika terdapat sekam, sekamnya tersebut pasti bapak beli. Dan sekam yang Bapak beli tadi Bapak masukkan ke dalam sebuah karung berukuran 50 kg. Dan jika semua sudah terkumpul dan sudah siap diangkut, karung-karung yang berisi sekam tersebut Bapak angkut ke tempat pembakaran bata merah. Sekam tersebut merupakan bahan bakar untuk membakar bata merah yang sudah dicetak/dibentuk.
Sebagian dari penjualan sekam tersebut Bapak jadikan modal, dan sebagian Bapak sisihkan untuk membayar pengorbanan dan untuk kegiatan Jemaat. Memang selama beliau masih hidup, beliau tidak mau ketinggalan kegiatan Jemaat, begitupun pengorbanan dalam Jemaat. Bagi beliau urusan Jemaat adalah prioritas yang utama. Makanya beliau sudah tahu tempat-tempat atau kota di luar daerah karena memang beliau selalu berusaha mengikutinya di manapun kegiatan tersebut.
Begitu juga pada saat ada anjuran untuk berwasiyyat. Walaupun Bapak tidak memiliki harta dan barang berharga, dengan tekad dan niat yang kuat akhirnya Bapak memutuskan ikut program ini. Bapak mewasiyatkan sebuah jam tangan yang selalu melekat yang setiap saat beliau gunakan, juga sebuah radio jaman dulu yang masih tetap menyala sebagai harta kekayaan beliau untuk berwasiyyat. Menurut beliau memang hanya itu yang beliau miliki sebagai harta kekayaan beliau. Dan dua benda itulah yang Bapak tuliskan di dalam formulir Al-Wasiyyat
Dan dengan karunia Allah Ta’ala akhirnya beberapa waktu kemudian Bapak mendapatkan nomor Wasiyyat. Tak lama kemudian Bapak juga menerima sertifikat wasiyyatnya, sebelum Bapak meninggalkan kami semua.
Sungguh Allah Maha Mengetahui niat baik hamba-Nya, karena begitu mudahnya Bapak bisa menerima no wasiyyat dan juga sertifikat wasiyyat sebelum ajal menjemput. Harta Bapak mungkin terkesan sederhana. Tapi saya yakin, rasa cinta yang kuat dan tulus kepada Jemaat inilah yang menjadikan proses wasiyyat Bapak dipermudah. Walaupun harta yang diberikannya sederhana, tapi Bapak telah memberikan harta yang paling berharga kepada Jemaat ini, yaitu hatinya.
.
.
.
Editor: Lisa Aviatun Nahar
Views: 64
Mubarak Teh Nurhasanah