
Keberkatan Mengkhidmati Mubaligh
Sewaktu saya masih duduk di bangku SMP. Satu waktu, saat liburan, saya menemani ayah dan ibu kunjungan ke rumah anggota. Ayah merupakan seorang mualim yang saat itu tengah bertugas di wilayah Cianjur dan sekitarnya.
Anggota di cabang-cabang tersebut tempat tinggalnya berjauhan. Ada yang di tengah-tengah persawahan. Ada pula yang rumahnya terhalang rindangnya pepohonan dari perkebunan teh yang begitu asri.
Kondisi tersebut tak menyurutkan semangat anggota Jemaat untuk datang ke masjid dan mengikuti segala kegiatan.
Di suatu malam. Saat itu PLN belum masuk. Keadaan begitu gelap. Para anggota, baik anak-anak maupun orang tua, mereka dengan semangat membawa lampu obor datang ke masjid untuk melaksanakan shalat berjamaah dan mendengarkan ceramah mubaligh.
Esok harinya. Ayah mengajak saya kunjungan ke beberapa rumah anggota Jemaat di sekitar cabang Ciparay, Neglasari, Cianjur Selatan. Mata pencarian anggota di tempat tersebut mayoritas petani.
Setelah berjalan melewati persawahan dan perkebunan, ayah, ibu dan saya menemui salah seorang anggota yang tinggal di tengah persawahan.
“Assalamu’alaikum,” sapa ayah kepada anggota tersebut.
“Wa’alaikumsalam,” jawab beliau. “Oh ada pak Mubaligh. Silahkan pak mampir ke rumah saya,” kata beliau.
Terpancar air mukanya yang mencerminkan kebahagiaan dan rasa terharu karena kedatangan ayah ke tempat tinggalnya. Dengan rasa bahagia, beliau memanggil istrinya yang sedang berada di sawah untuk segera pulang dan menjamu kami.
Tentu saja ayah merasa tidak enak takut mengganggu karena mereka sedang bekerja.
“Sudah pak tidak usah repot-repot, kami hanya ingin bersilaturahmi dengan keluarga bapak, kebetulan habis dari rumah bapak, saya dan keluarga mau melanjutkan perjalanan ke cabang Cicakra,” ujar ayah saya.
“Jangan buru-buru pak Mubaligh kita makan dulu yah, karena kedatangan bapak merupakan keberkahan bagi keluarga kami,” kata isteri beliau.
Dengan cepat suami isteri tersebut mengambil ayam piaraan dari kandangnya. Padahal ayamnya cuma ada seekor yang kami lihat, akan tetapi karena beliau ingin menjamu seorang mubaligh, beliau relakan untuk memotong ayam piaraannya, untuk di hidangkan kepada kami.
Setelah selesai masak, isteri beliau bilang, “Silahkan dicicipi pak Mubaligh dan ibu hidangannya, ini bukan ayam saya, tapi ini ayam milik Imam Mahdi yang sengaja dihidangkan untuk Pak Mubaligh dan keluarga,” kata isteri beliau sambil tersipu malu.
Begitu terharunya hati saya pada saat itu melihat pemandangan yang begitu indah dan ikhlasnya hati seorang anggota yang kehidupannya sangat sederhana dan hanya seorang petani, tapi dengan semangat pengkhidmatan beliau kepada mubaligh, beliau merelakan ayam piaraannya yang hanya seekor itu untuk dihidangkan kepada kami.
Pengalaman masa kecil tersebut menjadikan motivasi bagi saya, yang kini sudah berumah tangga dan alhamdulilah telah dikaruniai 4 orang putra dan putri.
Kami tinggal di kecamatan Parung Panjang, Bogor. Di sebuah perumahan dimana letak rumah saya sangat jauh dari mesjid, karena dulu masih masuk ke cabang warung Mangga, Tangerang. Sebelum ada pemekaran dan terbentuk Cabang Pagedangan.
Pada suatu hari, Bapak mubaligh Shagir Ahmad (almarhum), Mubda Banten 2, beserta 4 mubaligh lainnya ingin berkunjung ke kediaman kami di Parung Panjang, sekaligus mengadakan pertablighan ke pemukiman tempat tinggal kami sekeluarga.
Alangkah bahagianya saya mendengar kabar dari suami saya, karena rumah kami akan kedatangan 5 orang mubaligh, seolah-olah akan kedatangan tamu besar yang sangat kami nanti-nantikan.
Dan saja jadi teringat pengalaman masa kecil, ketika melihat anggota yang begitu senangnya menerima dan menjamu ayah dulu.
Alhamdulilah, bapak-bapak mubaligh serta rombongan tiba di rumah kami, yang pada waktu itu baru keluarga kamilah satu-satunya anggota Jemaat Ahmadiyah yang tinggal di perumahan tersebut.
Kami sekeluarga demikian senang, mendapat siraman rohani dari bapak-bapak mubaligh yang sudah berkenan berkunjung ke rumah kami. Dengan semangat, kami pun berusaha menjamu para tamu semaksimal mungkin.
Akhirnya, silaturahmi ditutup dengan doa, untuk kemajuan jasmani dan rohani keluarga kami serta kelancaran pertablighan yang akan beliau laksanakan di desa Parung Panjang.
Saya selalu yakin tentang keberkatan mengkhidmati mubaligh. Karena saya melihat mereka yang berusaha mengkhidmati ayah saya, selalu mendapatkan berkat dari Allah Ta’ala dalam beragam corak.
Itulah juga yang kami alami. Suami saya mempunyai usaha biro jasa mengurus surat-surat kendaraan bermotor. Alhamdulillah, usaha ini terus berkembang.
Dari mulut ke mulut informasi tersebar sampai ke sekitar kecamatan Parung Panjang bahwa ada biro jasa di perumahan tempat kami tinggal.
Tiap hari selalu ada tamu yang datang baik yang dekat maupun yang jauh untuk meminta bantuan memperpanjang surat-surat kendaraannya.
Dan Alhamdulilah sampai sekarang ini. Kami sudah menjalani usaha tersebut selama 20 tahun. Atas pertolongan Allah Ta’ala kami diberikan kemudahan dalam melaksanakan usaha ini dan sudah membuka tempat biro jasa di pinggir jalan dan Alhamdulilah banyak orang yang selalu memberikan orderannya secara rutin dan sudah dikenal banyak orang.
Ini semata-mata hanya karena pertolongan Allah Ta’ala melalui rutin mengirimkan surat ke Huzur untuk meminta doa dari beliau, dan juga keberkatan doa para mubaligh yang datang ke rumah.
.
.
.
Penulis: Dede Nurhasanah
Editor: Muhammad Nurdin
Views: 416
Assalamualaikum. Masya Allah Bu. Tulisannya.
Tanpa terasa air mata berderai membaca tulisan ini karena merasakan juga ketulusan para pengkhidmat muballigh walau kehidupan mereka sangat sederhana. Orang2 kaya yg tulus pun dg rendah hati melakukannya. Akhirnya spontan meluncur doa utk mereka, ” Smg Allaah memberkati keluarga, keturunan dan harta benda mereka. Aamiin…”
Tanpa terasa air mata berderai membaca tulisan ini karena merasakan juga ketulusan para pengkhidmat muballigh walau kehidupan mereka sangat sederhana. Orang2 kaya yg tulus pun dg rendah hati melakukannya. Akhirnya spontan meluncur doa utk mereka, ” Smg Allaah memberkati keluarga, keturunan dan harta benda mereka. Aamiin…”