
Menjadi Insan Sempurna dengan Bertaubat
Melihat kembali kepada hari-hari dimana kita melakukan banyak kesalahan dan kekhilafan terhadap segala perintah Allah Swt., keimanan manusia sangatlah fluktuatif sehingga sangat mungkin kita melakukan hal yang dilarang bahkan melupakan kewajiban kita sebagai hamba Allah Swt. Namun hal ini jangan menjadi maklum bagi kita bila melakukan kesalahan karena kita tidak tahu sampai kapan akan hidup. Tentu akan menjadi kerugian bila kita diwafatkan tanpa mengantongi ampunan dari Allah Swt.
Manusia merupakan makhluk yang Allah Swt. sempurnakan penciptaannya dibanding makhluk-Nya yang lain, diberikan akal pikiran juga nafsu. Tentu saja bukan tanpa tujuan, kelebihan ini Allah Swt. karuniakan agar manusia mampu mengemban tugasnya selain menjadi hamba Allah juga menjadi khalifah bagi makhluk hidup yang lain, sesuai dengan kutipan ayat berikut:
“Dia-lah yang menjadikan kamu khalifah-khalifah di muka bumi. Barangsiapa yang kafir, maka (akibat) kekafirannya menimpa dirinya sendiri. Dan kekafiran orang-orang yang kafir itu tidak lain hanyalah akan menambah kemurkaan pada sisi Tuhannya dan kekafiran orang-orang yang kafir itu tidak lain hanyalah akan menambah kerugian mereka belaka.” (QS. Fathir ayat 39).
Pada kutipan ayat tersebut dijelaskan bahwa Allah Swt. sendiri yang berkehendak menjadikan manusia sebagai khalifah, lalu diikuti seruan agar manusia menjauhi kekafiran. Dari seruan ini menjadi arti bahwa walaupun manusia dipilih menjadi khalifah namun bukan berarti kelebihan-kelebihan yang dimiliki manusia menjauhkan manusia dari kesalahan dan keburukan.
Bagi mereka-mereka yang memprioritaskan Allah Swt. dalam hidupnya, ketika dipertemukan dengan kesalahan maka mereka bukan hanya merenung dan menyesali. Layaknya salah mengambil jalan ketika hendak menuju suatu tujuan, maka bagi mereka yang bersungguh-sungguh akan memilih kembali untuk mencari jalan yang benar. Dan jika analogi ini diadopsi pada praktik kehidupan, maka kembalinya manusia mencari jalan kebenaran disebut dengan Taubat.
Bahkan Rasulullah Saw. menyadari kekurangan yang dimiliki oleh umatnya. Beliau mengatakan, “Seluruh anak Adam berdosa, dan sebaik-baik orang yang berdosa adalah yang bertaubat.” (HR. Tirmidzi dan Ibnu Majah)
Makna “kesalahan” ataupun “berdosa” sebenarnya tidak hanya terbatas pada perbuatan kita yang telah terjadi. Bisa jadi untuk konteks kewajiban-kewajiban kepada Allah Swt. yang terlupakan, atau dengan kata lain kita mengesampingkan Allah Swt. demi keperluan-keperluan duniawi. Sehingga taubat tidak hanya terbatas pada kesalahan yang sudah terjadi, namun untuk kewajiban yang belum terlaksana.
“Jadikan taubat bukan hanya untuk dosa-dosa yang telah kamu lakukan, tapi juga untuk kewajiban yang belum kamu tunaikan.” (Ibnu Taimiyyah).
Lalu sebenarnya apa makna dari Taubat? Hadhrat Masih Mau’ud as. bersabda, “Pada dasarnya taubat adalah sesuatu yang sangat mendorong dan memotivasi untuk dapat meraih akhlak.” Jika ingin memiliki akhlak dan budi pekerti yang luhur, serta ingin mendapatkan kedekatan dengan Allah Ta’ala, maka hanya taubatlah yang akan berguna untuk meraihnya. Dikarenakan taubat ini manusia meraih kemajuan. Taubat inilah yang juga menjadi penolong.
Beliau as. bersabda, “Dan taubat ini membuat insan menjadi sempurna. Artinya, siapa yang ingin merubah akhlak buruknya, penting baginya untuk bertaubat dengan kesungguhan hati dan tekad yang kuat. Ingatlah bahwa taubat memiliki 4 syarat.” (Hanya dengan bertaubat saja tidaklah cukup) “Tanpa menyempurnakan syarat-syarat itu, taubat yang hakiki – yang disebut taubat al-nasuuha – tidak bisa diraih.”
Jika kita resapi bahwa walaupun sering kali kita mengesampingkan Allah hingga tidak terpupuk dalam pikiran kita untuk memprioritaskan diri-Nya, namun dibanding murka-Nya justru rahmat-Nya lebih sering kita rasakan. Bagaimana hari ini kita tetap menerima rezeki baik itu sehat hingga makanan, tempat berteduh bahkan keluarga. Jadi bagi siapapun yang telah melakukan banyak kekhilafan dan dosa-dosa yang tak terhingga, jangan pernah berpikir bahwa pintu ampunan dari Allah Swt. sangatlah sempit. Jangan melupakan sifat Allah Swt. sebagai Maha Pengampun.
“Tatkala Allah menciptakan seluruh makhluk, Allah menuliskan di dalam kitab-Nya, yang kitab itu berada di sisi-Nya di atas Arsy, yang isinya adalah: “Sesungguhnya rahmat-Ku mengalahkan kemurkaan-Ku.” (HR Bukhari Muslim)
Visits: 212