
Menanggalkan Jubah Kesombongan
Membahas soal kedudukan dan kelebihan yang dimiliki setiap manusia, terkadang yang kita lihat hanyalah capaian duniawi semata. Seperti memiliki status sosial tinggi, terkemuka, memiliki jabatan, berderet gelar akademik, karier yang cemerlang, atau melimpahnya penghasilan.
Hal itu membuat sebagian orang merasa dirinya lebih dari yang lain. Tanpa disadari telah berbangga diri dan menjurus ke arah perilaku menjadi sombong. Bahkan masih ada sebagian manusia berlaku tidak adil, bertindak semena-mena kepada lainnya, dan enggan bergaul dengan mereka yang tidak sepadan dengan dirinya. Entah itu karena perbedaan kedudukan status sosial, pendidikan maupun ras. Sehingga membuat orang lain merasa tersiksa, teraniaya, terhina bahkan tertindas.
Siapa yang tak mengenal kisah legenda nusantara dari Sumatera Barat, Malin Kundang?! Setelah sukses menjadi saudagar kaya dan menikah dengan putri bangsawan, memiliki segalanya menggelapkan mata dan hatinya. Malin Kundang berperilaku semena-mena dan bersikap sombong kepada orang miskin yang tidak setara dengannya, termasuk kepada ibu kandungnya sendiri. Kisah tersebut merupakan salah satu contoh kesombongan manusia yang memiliki kedudukan dan kelebihan dalam dirinya.
Rasulullah saw. bersabda: “Maukah kalian aku beri tahu tentang penduduk neraka? Mereka semua adalah orang-orang kasar, rakus, dan sombong.” (HR Bukhari dan Muslim). Hadis ini menjelaskan tentang bahayanya sifat sombong. Kesombongan merugikan pelakunya di dunia dan juga di akhirat kelak. Di hadapan Allah Ta’ala semua manusia memiliki kedudukan yang sama. Yakni sebagai makhluk ciptaan Allah yang senantiasa untuk beribadah kepada-Nya semata.
Allah Ta’ala telah berfirman, “Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan agar mereka beribadah kepada-Ku” (QS. Adz-Dzariyat: 56) Ayat tersebut menjelaskan bahwa manusia diciptakan hanya untuk beribadah, menghamba atau menundukkan diri kepada Wujud yang paling tinggi. Tidak ada yang dapat membedakan manusia kecuali keimanan dan ketakwaannya.
Perlu bagi kita untuk mengevaluasi diri, bagaimana keimanan dan ketakwaan kita! Kedudukan dan kelebihan yang dimiliki, apakah menjadikan kita lebih merendahkan hati? Atau malah sebaliknya, dijadikan jubah kesombongan atau tameng dalam berperilaku dan bertindak?
Memiliki kedudukan dan kelebihan merupakan anugerah dari Allah Ta’ala yang patut kita syukuri. Kisah Nabi Sulaeman as. terkenal sebagai seorang nabi yang memiliki kedudukan dan kelebihan. Meski sangat kaya raya, dihormati oleh semua makhluk baik yang nyata maupun yang ghaib, Nabi Sulaiman as. tetaplah menjadi pribadi yang bertakwa kepada Allah.
Beliau adalah pribadi yang ramah, sopan, santun, dan peduli dengan semua kaumnya. Dia juga menjadi pribadi yang rajin ibadah dan tidak sombong sama sekali. Dan inilah perjalanan hidup Nabi Sulaiman as. yang diharapkan bisa membuka hati kita semua untuk tetap rendah hati, selalu bertakwa dan rajin ibadah serta tidak sombong meski kita adalah seseorang yang memiliki banyak kelebihan. (https://m.fimela.com/)
Sebagai seorang muslim, sudah selayaknya kita menanggalkan jubah kesombongan dalam diri kita. Tumbuhkanlah selalu sikap rendah hati, tidak memandang rendah siapapun dan tidak merasa paling benar, paling hebat, paling kuat, paling berpendidikan, paling kaya dan lainnya.
Sebagaimana Imam Syafi’i mengatakan, “Manusia yang paling tinggi kedudukannya adalah mereka yang tidak melihat kedudukan dirinya, dan manusia yang paling banyak memiliki kelebihan adalah mereka yang tidak melihat kelebihan dirinya.”
Semoga kita selalu mampu bertindak dan berperilaku hanya demi meraih ridha Allah Ta’ala. Tanpa pernah memandang kedudukan maupun kelebihan dalam diri. Agar kita kelak mendapat kedudukan tinggi di sisi Allah Taála. Karena sejatinya kita akan kembali kepada Yang Maha Kuasa tanpa mengenakan jubah kesombongan, hanya berbalutkan amal saleh semata.
Views: 729