Melawan Benci dengan Doa dan Cinta

Jabbal Uhud menjadi saksi bisu bergugurannya para syuhada muslim dalam perang Uhud. Perang berdarah yang bukan hanya menyakiti raga kaum muslim, tapi sudah mengoyak luka kesedihan sedemikian rupa di hati Rasulullah SAW dan para sahabat saat itu. 

Beranjak beberapa ratus meter dari Jabbal Uhud, makam para syuhada berjajar rapi, dan ada beberapa makam dengan tanda batu nisan sedikit lebih tinggi dari yang lainnya. Salah satu makam itu adalah makam Hazrat Hamzah bin Abdul Muthalib, paman Rasulullah SAW. Hazrat Hamzah bukan sekedar syahid, namun menerima perlakuan di luar batas kemanusiaan. Jenazahnya dirobek bagian perutnya, kemudian diambil hatinya, dipotong hidung dan telinganya.

Dialah Hindun binti Utbah, sang algojo pelaku kesadisan tersebut. Hindun adalah istri dari Abu Sufyan, seorang pemuka Quraisy Mekkah. Dia tampil menjadi wanita penuh kebencian dan dendam kepada Hazrat Hamzah, karena ayah dan saudaranya tewas di tangan Hamzah pada saat perang Badar. Kebencian dan dendam seorang Hindun telah membutakan nuraninya, mengikis akal sehatnya. Tekadnya hanya satu, membalaskan dendam kematian.

Demi melunaskan kebenciannya itu, diperintahlah seorang budak bernama Wahsyi untuk membunuh Hazrat Hamzah di perang Uhud. Budak tersebut berhasil menunaikan titah majikannya. Hamzah syahid, dan pembalasan dendam yang brutal pun dilaksanakan. Tanpa rasa kemanusiaan, Hindun memakan hati Hamzah, dan menjadikan hidung serta telinganya sebagai hiasan kalung. Jadilah Hindun seorang kanibal bergelar Al-Kilatul Kibdah (si Pemakan Hati).

Sungguh, naluri kemanusiaan bergetar membaca kisah ini. Bagaimana kebencian bisa sedemikian rupa menjerumuskan si pembenci pada titik hewani. Rasa belas kasih tak tersisa sedikitpun. Amarah menguasai diri dan melenyapkan segala fitrat baik pada diri manusia.

Kontras dengan catatan kelam di atas, adalah Rasulullah SAW. yang senantiasa memberikan teladan paripurna dalam hal perilaku baik pada sesama. Dalam sebuah hadits yang diriwayatkan oleh Bukhari-Muslim terdapat kisah berikut :

Aisyah ra bertanya kepada Nabi SAW.: “Pernahkah terjadi padamu suatu hari yang lebih berat daripada penderitaanmu ketika perang Uhud? Jawab Nabi SAW.: Saya telah menderita beberapa kejadian dari kaummu, dan yang terberat yaitu hari Aqobah ketika saya berpropaganda kepada Ibn ‘Abd Ja Lail bin Abd Kulal, yang mana tidak seorang pun dari mereka yang menyambut ajaranku. 

Maka saya kembali dengan hati yang kesal, sehingga seolah-olah saya berjalan dengan tidak sadar, hanya ketika sampai di Qarnitstsa’alib, disitu baru saya sadar dan mengangkat kepalaku ke langit, dimana saya melihat awan di atasku, tiba-tiba Malaikat Jibril memanggil saya sambil berkata: Allah telah mendengar jawaban kaummu kepadamu, dan kini telah mengutus Malaikat penjaga bukit, untuk menuruti segala perintahmu. 

Kemudian terdengar suara Malaikat penjaga bukit memberi salam sambil berkata : Ya Muhammad, Allah telah mendengar jawaban kaummu kepadamu, dan saya penjaga bukit diperintah oleh Allah untuk menuruti segala kehendakmu. Maka perintahlah saya sesukamu. Kalau kau suka saya dapat merobohkan dua bukit yang terbesar di daerah Kota Mekkah (bukit Al’akhsyabain). 

Jawab Nabi SAW.: Tetapi saya masih mengharap semoga Allah mengeluarkan dari keturunan mereka orang-orang yang beribadah kepada Allah dan tidak menyekutukan pada-Nya sesuatu apapun”.

Lihatlah, perlakuan buruk dari kaum kufar tidak sedikit pun melahirkan kebencian pada diri Rasulullah SAW. Bahkan peluang untuk membalas yang sudah begitu terbuka lebar, langsung atas perintah Allah Ta’ala kepada Malaikat, dijawab Rasul dengan doa dan cinta. 

Di kemudian hari, saat peristiwa Futuh Mekkah, Hindun Al-Kilatul Kibdah menerima cahaya Islam. Hindun menyampaikan permohonan maafnya kepada Rasulullah SAW. atas perilaku biadabnya di masa lalu dan menyatakan menjadi muslim. Rasulullah SAW. tersenyum mendengar pernyataan Hindun. Tidak terbersit sedikitpun kemarahan apalagi kebencian. Sang Pemakan Hati diterima dengan baik dalam pelukan Islam, menjadikannya muslimah sejati yang bijaksana dan cerdas. 

Sepenggal kisah ini semoga cukup menjadi ibrah bagi kita, sebagaimana nasihat Khalifah Ali bin Abi Thalib ra., “ Jangan membenci siapapun, tidak peduli berapa banyak mereka bersalah padamu.”

 

Visits: 216

Ai Yuliansah

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *