Tuhan pun Tersenyum Menyaksikan Pengorbanan Manusia

Sepasang suami istri menghadapi bulan Ramadan tanpa uang untuk belanja kebutuhan saat berpuasa. Meskipun ada tapi itu sudah dianggarkan untuk transport kunjungan ke saudaranya yang jauh. Pagi itu ketika melewati pasar jalanan macet. Tampak lalu lalang manusia beserta kendaraan memenuhi jalan tak terkecuali badan jalan.

“Orang-orang sibuk pergi berbelanja,” celoteh sang istri.

“Kita mau belanja pakai apa?” tanya sang suami sambil tersenyum.

Berlalulah mereka menuju saudaranya sampai lewat waktu Zuhur. Tak lama selesai makan mereka pun berpamitan dengan sekarung buah-buahan hasil metik dari kebun. “Ya, belanjanya di sini aja.” 

Di tengah perjalanan getaran gadget menghentikan mereka dengan penasaran sang suami melihat notifikasinya. “Alhamdulillah. Akhirnya datang juga transferan,” seru sang suami sambil tersenyum.

Kisah tadi merupakan gambaran yang ingin dicapai oleh maksud puasa di bulan Ramadan, bahwa puasa itu bertujuan agar kita terpelihara dari keburukan. Sebagaimana dengan jelas Allah Ta’ala berfirman dalam Al-Qur’an yang artinya, “Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atasmu berpuasa sebagaimana telah diwajibkan atas orang-orang sebelummu, supaya kamu terpelihara dari segala keburukan.” (QS. Al-Baqarah 2: 184)

Selanjutnya dijelaskan dalam tafsirnya bahwa, puasa sebagai peraturan agama dalam bentuk atau perincian bagaimana pun terdapat pada tiap-tiap agama. “Oleh kebanyakan agama pada kebudayaan dengan taraf rendah, pertengahan maupun taraf yang tinggi sekalipun puasa diwajibkan walaupun tidak diharuskan puasa dilakukan oleh perseorangan sebagai jawaban dorongan alaminya.” (Enc. Brit.)

“Umumnya merupakan pengalaman para wali dan ahli kasyaf bahwa pemutusan hubungan jasmani atau pertalian duniawi sampai batas tertentu sangat diperlukan untuk kemajuan rohani serta memberikan pengaruh mensucikan alam pikiran yang kuat sekali. Islam telah memperkenalkan orientasi dan arti rohani baru dalam peraturan puasa.”

“Puasa merupakan pengorbanan yang sempurna. Orang yang berpuasa bukan saja menjauhi makan dan minum yang merupakan sarana hidup utama tetapi juga menjauhi istrinya yang merupakan sarana untuk keberlangsungan keturunannya. Itulah bukti bahwa orang yang berpuasa membuktikan kesediaannya yang sungguh-sungguh untuk mengorbankan segalanya demi kepentingan Tuhan dan Khalik-nya kapan pun diperlukan.” (Al-Qur’an, Terjemah dan Tafsir Singkat Jemaat Ahmadiyah, hal. 131-132).

Ketika makhluk-Nya mendahulukan Dia maka tidak ada yang akan dikecewakan-Nya.Kita bisa menangis bila Allah Ta’ala membalas semuanya. Puasa yang mengajarkan untuk mengorbankan segalanya akan mendapatkan balasan yang tak termimpikan sekalipun. Kita akan dibuatnya terheran-heran dengan semua karunia Allah yang turun.

Semua agama bahkan yang tidak beragama sekalipun akan menjalankan puasa untuk meraih apa yang diinginkannya. Sebut saja ilmu beladiri hampir semua mensyaratkan berpuasa agar memperoleh ilmu yang diharapkannya. Bukan hanya ilmu beladiri saja, bahkan dunia kesehatan memakai puasa sebagai salah satu sarana alternatif untuk menjaga kesehatan. Pola makan teratur dan asupan makanan terkontrol menjadi satu pemecahan mendapatkan kesehatan yang menjadi tujuannya.

Betapa Islam begitu istimewa mewajibkan umatnya untuk menjalankan puasa karena semua kebaikannya tercakup di dalamnya. Bukan saja mendapatkan kesehatan tetapi juga akan mendapatkan nilai kerohanian yang tinggi. Ibadah puasa bila dijalankan dengan hanya mengharapkan rida Allah Ta’ala akan mengantarkan manusia menjadi manusia yang terpelihara dari segala keburukan.

Dunia yang sudah beraneka ragam corak keburukan akan siap menerkam siapa saja yang terlena dari penjagaan. Ibarat sekawanan domba yang siap diterkam serigala kapan pun saat lengah. Puasa menjadi benteng yang tangguh untuk menjaga kesucian rohani dan kesehatan jasmani.

Puasa akan membuat Allah Ta’ala tersenyum menyaksikan segala pengorbanan yang tak terlihat manusia sebagaimana sebuah hadits mengisyaratkannya sebagai berikut, 

“Abu Hurairah r.a. berkata: Rasulullah Saw bersabda: Allah telah berfirman: Semua kelakuan anak Adam dapat dicampuri kepentingan hawa nafsu, kecuali puasa. Maka puasa itu untuk-Ku dan Aku Sendiri yang akan membalasnya. Dan puasa itu sebagai perisai maka jika seorang sedang puasa janganlah berkata keji atau bertengkar, dan kalau seorang mencaci-maki padanya atau mengajak berkelahi maka hendaknya dikatakan padanya: Aku berpuasa. Demi Allah yang jiwaku ada di tangan-Nya bau mulut orang berpuasa bagi Allah lebih harum dari bau misik (kesturi). Dan untuk orang puasa ada dua kali masa gembira, yaitu ketika akan berbuka dan ketika ia menghadap kepada Tuhan akan bergembira sekali menerima pahala puasa.” (HR. Bukhari Muslim)

Alangkah gembiranya bila kita bisa menjadi seperti yang tercantum dalam hadis tersebut. Jadilah kita seperti itu.

Visits: 123

Erah Sahiba

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *