Pengabulan Doa Sebagai Tanda Cinta Allah

Sebuah survei dari Kementerian Kesehatan mengungkapkan bahwa Indonesia saat ini mengalami darurat kesehatan jiwa. Riskesdas 2018 (Riset Kesehatan Dasar yang dilaksanakan setiap 5 tahun) mengungkapkan bahwa lebih dari 19 juta penduduk yang berusia di atas 15 tahun di Indonesia mengalami gangguan mental dan emosional. Selain itu, lebih dari 12 juta orang dalam kelompok usia yang sama mengalami depresi. Fakta yang sangat disayangkan lainnya, sejak awal 2023, Polri menindak sebanyak 451 aksi menghilangkan nyawa sendiri di seluruh Indonesia.

Berbagai masalah berat yang dihadapi menjadi alasan banyak orang merasakan goncangan dalam dirinya. Salah satu yang menyebabkan manusia merasa lemah dan tidak bisa bertahan menghadapi berbagai masalah dalam hidupnya adalah tipisnya keimanan. Karena tipisnya keimanan ini, manusia memilih untuk menyalahkan keadaan yang sesungguhnya hanyalah ujian dan *insya Allah* masih dalam taraf kemampuan mereka untuk ditanggung. Tapi, mereka yang tidak mengenal kesabaran akan menyerah dan berputus asa.

Padahal Allah telah berfirman, “Ataukah kamu menganggap bahwa kamu akan masuk surga padahal belum datang kepadamu seperti keadaan orang-orang yang telah berlalu sebelummu? Kesusahan dan kesengsaraan menimpa mereka dan mereka digoncang dengan hebat, sehingga rasul itu dan orang-orang beriman yang besertanya berkata, “Kapankah pertolongan Allah akan datang? Ketahuilah, sesungguhnya pertolongan Allah dekat.” (Q.S Al-Baqarah: 215) 

Kita pun diberikan petunjuk yang sangat nyata dalam satu ayat berikut: “Dan Tuhanmu berfirman, “Berdoalah kepada-Ku; Aku akan mengabulkan doa-mu.”” (Q.S Al-Mu’min: 61) 

Sayangnya, banyak manusia yang tidak memercayai kekuatan doa, atau berdoa sekadarnya lalu kesabarannya sirna saat dia merasa doanya tidak juga dikabulkan. Kemudian dia menghalalkan segala cara untuk menggapai keinginannya, hingga akhirnya mereka terjerumus pada keadaan yang lebih mencelakakan. 

Ada satu cerita yang senantiasa diperdengarkan oleh Hadhrat Mushlih Mau’ud r.a. dalam salah satu khutbah Jum’at-nya. Kisah ini terjadi di zaman Perang Dunia I pada tahun 1918. Ketika itu Pemerintah Jerman menyerang tentara Sekutu (Inggris dan Prancis) dengan kekuatan yang sangat dahsyat sehingga membuat tentara Sekutu itu dalam suasana yang berbahaya sekali, di mana mereka kehilangan tempat berlindung. Kekuatan jalur pertahanan mereka sepanjang 7 kilometer telah dihancurkan hingga porak-poranda, para tentara melarikan diri ke berbagai arah. 

Keadaan itu membuat pasukan Jerman mendapat kesempatan untuk menyerang dan menghancurkan kekuatan musuh mereka. Pada waktu itu jenderal tentara Sekutu yang bertugas di medan tempur memberi tahu komando tertinggi bahwa ia tidak memiliki pasukan lagi, pertahanan telah hancur dan dia tidak mampu mengatasinya. Situasi dapat dirasakan bahwa pertahanan militer mereka akan dimusnahkan, lalu nama Prancis dan Inggris akan sirna.  

Ketika kiriman telegram sampai kepada Perdana Menteri Inggris, di sana dia sedang memimpin sebuah rapat penting bersama para menterinya. Tidak ada yang dapat dilakukan saat itu. Sekalipun jika tersedia pasukan cadangan, mereka tidak dapat segera dikirim tepat waktu. Pada waktu itu, penguasa tertinggi mereka yang menikmati kekuasaan dan pujian istimewa, merasa tidak ada lagi jalan keluar dari kesulitan mencekam yang tengah mereka hadapi.

Sambil menatap muka semua kerabat kerja dia berkata kepada mereka, ‘Marilah kini kita berdoa kepada Tuhan dan meminta pertolongan-Nya.’ Maka, mereka pun semua berdoa sambil berlutut. Padahal, sekalipun orang-orang Eropa itu penganut agama Kristen, sesungguhnya jika diperhatikan keadaan keimanan mereka itu kosong, bahkan kebanyakan dari mereka tidak bertuhan dan sangat materialis. 

Dan, sungguh ajaib! Doa mereka terkabul. Mereka selamat dan terlepas dari kesulitan. Sebagaimana janji Allah Ta’ala, pertolongan-Nya turun di waktu seseorang menghadapi kesulitan, sedangkan orang lain meninggalkannya. Dikatakan juga bahwa Allah Ta’ala mengabulkan doa yang dipanjatkan dengan hati perih penuh gelisah sekalipun dia orang ateis atau tidak bertuhan. Jika doa mereka yang tidak mengakui Tuhan dikabulkan, bagaimana mungkin Allah tidak mengabulkan doa kita?

Seorang bayi yang memekik-mekik dan menjerit dalam keadaan lapar, akan memengaruhi dan membangkitkan gejolak di tubuh sang ibu. Anak bayi tidak mengenal apa itu doa. Namun, kenapa pekikannya itu dapat menarik air susu ibu? Lalu, apakah pekikan atau rintihan kita di hadapan Allah Ta’ala tidak dapat mempengaruhi atau menarik apa-apa sekalipun? Tentu saja dapat! 

Permisalan tentang doa adalah seperti mata air bening, dan orang mukmin duduk di tepinya, kapan pun dia mau, orang mukmin itu dapat minum sepuasnya. Seperti seekor ikan yang tidak dapat hidup tanpa air, demikianlah bahwa air bagi orang mukmin itu adalah doa, yang tanpanya dia tidak dapat hidup. 

Allah menciptakan manusia dengan penunjang hidup yang tidak terhingga yang ada di dunia ini. Allah juga memberikan petunjuk hidup untuk para makhluk-Nya. Setiap ujian yang datang kepada kita, itu adalah tanda cinta Allah yang Maha Penyayang. Setiap manusia kini tengah berjuang di medan perang masing-masing. Dan Allah tidak akan memberikan ujian di luar kemampuan umat-Nya.

Janganlah berputus asa dari rahmat Allah. Yakinlah bahwa kita pasti dapat mengatasi setiap masalah yang datang. Pertolongan Allah itu nyata. Jelas dikatakan dalam surat Al-Baqarah ayat 187, “Dan apabila hamba-hamba-Ku bertanya  kepada engkau tentang Aku katakanlah sesungguhnya Aku dekat. Aku mengabulkan doa-doa orang yang berdoa apabila ia berdoa kepada-Ku. Karena itu hendaklah mereka menyambut seruan-Ku dan beriman kepada-Ku supaya mereka mendapat petunjuk.”

Sumber:
1. Khotbah Jumat tanggal 28 November 2014
2. Malfuzhat
3. Pusiknas Bareskrim Polri- Rokom. (2021). 
4. Kemenkes Beberkan Masalah Permasalahan Kesehatan Jiwa di Indonesia. Diakses 17 Maret 2023 dari https://sehatnegeriku.kemkes.go.id/

Views: 121

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *