
Ketidaksesuaian Ucapan dan Perbuatan Mendatangkan Murka Tuhan
Dalam Islam, kesesuaian antara ucapan dan perbuatan adalah bagian dari ketaatan terhadap Allah Ta’ala. Ini karena Islam mengajarkan bahwa iman dan amal saleh (perbuatan baik) haruslah selaras dan tidak terpisah. Rasulullah Muhammad saw. mengajarkan kepada umatnya untuk hidup sesuai dengan ajaran Islam, tidak hanya dalam kata-kata tetapi juga dalam tindakan nyata.Bagaimana jika antara ucapan dan perbuatan tidak sesuai?
Salah satu contoh kisah dalam Islam yang menggambarkan ketidaksesuaian antara ucapan dan perbuatan adalah kisah tentang seorang munafik yang dikenal dengan sebutan Abdullah bin Ubay bin Salul. Abdullah bin Ubay adalah pemimpin munafik di Madinah pada zaman Nabi Muhammad saw. Dia adalah sosok yang tampak taat dan loyal kepada sang Nabi di depan umum. Namun pada kenyataannya, dia memendam kebencian terhadap Islam dan Nabi Muhammad saw.
Pada saat kedatangan Nabi Muhammad saw. ke Madinah, Abdullah bin Ubay pura-pura mendukungnya, tetapi di dalam hatinya dia memendam kebencian dan rasa iri terhadap Nabi. Ketika Nabi Muhammad saw. membangun masjid di Madinah (Masjid Nabawi), Abdullah bin Ubay juga membangun sebuah masjid di sebelahnya dengan tujuan memecah belah umat Islam.
Selain itu, ketika Nabi Muhammad saw. mengumumkan bahwa dia akan memimpin pasukan untuk berperang melawan musuh Islam, Abdullah bin Ubay pura-pura bersedia untuk bergabung, tetapi pada kenyataannya dia memimpin sebagian dari pasukannya untuk mundur, meninggalkan Nabi Muhammad saw. dan para sahabatnya dalam kondisi sulit.
Kisah tentang Abdullah bin Ubay bin Salul ini menunjukkan bagaimana seseorang dapat menampilkan ketidaksesuaian antara ucapan, perbuatan, dan hati mereka. Meskipun dia menunjukkan tanda-tanda kesetiaan dan kepatuhan kepada Nabi di depan umum, namun di dalam hatinya dia memendam kebencian dan keserakahan yang menjadikan dia bertindak secara munafik dan bertentangan dengan ajaran Islam. Semua tindakannya tetap tidak akan membebaskan Abdullah bin Ubay dari siksa Allah.
Allah Ta’ala sangat murka dan melaknat orang yang berbuat munafik. Sebagaimana firman-Nya,”Allah telah mengancam orang-orang munafik laki-laki dan perempuan serta orang-orang kafir dengan neraka Jahanam. Mereka kekal di dalamnya. Cukuplah (neraka) itu bagi mereka. Allah melaknat mereka. Bagi mereka azab yang kekal” (QS. At Taubah:68). Ayat tersebut menegaskan bahwa Allah Ta’ala tidak menyukai ketidaksesuaian antara ucapan dan perbuatan serta dapat mendatangkan murka-Nya.
Hadhrat Masih Mau’ud a.s. juga menjelaskan , “Rasa takut terhadap Allah Ta’ala terletak di dalam hal-hal berikut ini, yaitu supaya manusia melihat sejauh mana kesesuaian antara ucapan dan perbuatannya. Lalu jika dia mendapatkan ketidaksesuaian antara ucapan dan perbuatannya maka pahamilah bahwa dia akan menjadi sasaran murka Tuhan. Hati yang tidak suci betapa pun sucinya kata-kata yang dia ucapkan dipandangan Tuhan, hati yang sepertiitu tidak mempunyai nilai apa-apa, bahkan karenanya kemurkaan Tuhan akan bergejolak.”
Penjelasan tersebut menggambarkan pentingnya kesucian hati dalam Islam, karena hati yang tidak suci dapat mencemari segala amal yang dilakukan, termasuk perkataan yang diucapkan. Dalam Islam, kebersihan hati sangat penting karena hati merupakan tempat kediaman iman dan kesadaran manusia.
Rasulullah saw. mengajarkan umatnya untuk menjaga kebersihan hati dan ucapan. Beliau saw. bersabda, “Sesungguhnya di dalam jasad itu ada segumpal daging, jika baik maka baiklah seluruh jasadnya, dan jika rusak maka rusaklah seluruh jasadnya. Ketahuilah itu adalah hati.” (HR. Bukhari dan Muslim)
Penting bagi kita untuk membersihkan hati dari sifat-sifat negatif seperti kedengkian, iri hati, dan kebencian, serta memastikan bahwa perkataan yang diucapkan berasal dari hati yang bersih dan tulus. Hati yang suci akan menciptakan nilai yang tinggi di hadapan Allah Ta’ala, sehingga ucapan dan perbuatan kita dapat membawa manfaat dan mendapatkan rida serta kemurkaan-Nya akan menjauh dari diri kita.
Visits: 65