Hijrah, Menjemput Akhir Hidup yang Indah

Kesempatan berhijrah untuk menjadi sosok yang lebih baik pasti dimiliki oleh setiap orang. Tak peduli seberapa buruk masa lalunya, seberapa tinggi atau rendah status sosialnya, bahkan seberapa lemah pun keimanannya, jika ia senantiasa terus berdoa dan istiqamah berusaha menjemput hidayah Allah, Allah pasti akan membuka baginya jalan kebaikan.

Dalam proses berhijrah, doa tetaplah menjadi sarana kedekatan seorang hamba dengan Rabbnya, sebagaimana Dia berfirman:
“Apabila hamba-hamba-Ku bertanya kepadamu tentang Aku, sesungguhnya Aku dekat. Aku mengabulkan permohonan orang yang berdoa apabila dia berdoa kepada-Ku. Maka, hendaklah mereka memenuhi (perintah)-Ku dan beriman kepada-Ku agar mereka selalu berada dalam kebenaran.” (QS. 2.Al-Baqarah : 186)

Kisah hidup dari seorang wanita dalam perjuangan hijrahnya berikut ini semoga menjadi pembelajaran bagi kita semua.

Dalam sebuah kajian majlis ta’lim, sayup-sayup terdengar isak tangis para jamaah di barisan belakang. Sang guru bertanya, apa gerangan hal yang menjadi penyebab tangisan itu. Salah seorang jamaah menjawab bahwa Fulanah seorang peserta yang baru saja memutuskan berhijrah dari masa lalunya dan telah bergabung dalam majlis taklim tersebut, 3 hari yang lalu jatuh sakit dan kini sedang dirawat intensif di rumah sakit. Dia mengajukan permohonan agar sang guru dan para jamaah berkenan mendoakannya.

Sang guru menyampaikan, setelah kajian selesai, mereka akan berdoa bersama untuk Fulanah. Namun, beberapa saat sebelum majlis ilmu itu berakhir, isak tangis kembali terdengar oleh sang guru, dan ternyata Allah SWT menakdirkan Fulanah lebih cepat kembali pada-Nya.

Fulanah dikenal sebagai seorang mantan pramugari di sebuah dari sebuah maskapai penerbangan yang cukup ternama. Setelah beberapa tahun bekerja, dia mulai merasakan ketidaknyamanan karena terhalang peraturan saat ingin mengenakan penutup aurat dalam menjalankan pekerjaannya. Maka ia pun memutuskan untuk berhenti dari pekerjaan yang sangat ia cintai dan memilih fokus untuk mengurus keluarga kecilnya, serta mulai menata hidupnya sebagai muslimah yang taat.

Niat yang kuat dan doa yang tak pernah putus ia panjatkan. Kehidupan glamor yang selama ini ia jalani, perlahan mulai ia tinggalkan, beragam jejak sosial media yang tak pantas untuk diumbar satu demi satu ia hapus. Hingga mendekati akhir hayat, interaksinya dengan orang-orang yang mengisi hari-harinya selama sekian tahun dalam membangun karirnya nyaris terputus.

Satu hari setelah mendapatkan restu dari suami. Fulanah mengikuti kajian di sebuah majlis ilmu. Dengan izin Allah, banyak peserta jamaah yang langsung akrab dengannya dan menjalin komunikasi yang positif. Namun, pada pertemuan kedua Fulanah sudah tak lagi terlihat hadir di antara para jamaah. Ternyata dia divonis menderita kanker dan Allah telah memilih jalan baginya untuk berpulang di saat ia berjuang untuk menjadi muslimah yang lebih baik.

Pemandangan tak biasa terlihat di rumah duka, karena hanya satu atau dua dari rekan kerja yang bertahun-tahun membersamainya hadir para saat itu. Namun, sang guru menjadi saksi, dalam proses penyelenggaraan fardhu kifayahnya, ketidakhadiran sahabat dunianya telah Allah gantikan dengan hadirnya seluruh anggota jamaah majlis ilmu yang shaleh dan shalehah, luar biasa memadati kediamannya. Mereka bertakziah memberi beragam bantuan dan support pada keluarga kecil yang ia tinggalkan. Jauh berbeda dengan reaksi dari rekan-rekan seprofesinya dahulu yang hanya hadir lewat karangan bunga dan ucapan belasungkawa.

Sungguh indah perjalanan akhir hidup Fulanah. Saat-saat terakhir menjalani kehidupannya di dunia, Allah Ta’ala pisahkan ia dari orang-orang yang selama ini menjauhkan dirinya dari keimanan dan membawanya kembali untuk menemukan wujud Tuhan bersama orang-orang yang telah Allah pilih menjadi teman terbaik di akhir hidupnya.

Kisah nyata ini mengingatkan kita pada sebuah pesan indah dari pendiri Jamaah Ahmadiyah, beliau bersabda, “Walaupun Tunggal namun penampakkan-Nya beragam. Jika di dalam diri manusia terjadi suatu perubahan baru, maka baginya Dia pun menjadi Tuhan yang baru; dan Dia memperlakukannya dengan penampakkan-Nya yang baru pula.” (Hadhrat Masih Mau’ud a.s.)

Tidak ada manusia yang sempurna, ketika kita telah berbuat suatu keburukan, kemudian ada tanda dari Allah untuk lebih mudah mendekat pada-Nya, itulah salah satu wujud tanda cinta Allah pada hamba-Nya. Maka bersegeralah menyambutnya, dekati Allah untuk segera berubah.

Jika terasa berat bersaing dengan orang-orang yang shaleh dalam ketaatan, maka bersainglah dengan para pendosa dalam meninggalkan keburukan. Karenanya teruslah berjuang untuk menjadi manusia yang lebih baik, dekati Allah dengan kebaikan hingga tiba saat pertemuan yang telah Allah tentukan.

Kita tak pernah tahu kapan dan seperti apa seseorang akan menjalani akhir hidupnya. Satu hal yang pasti, sejauh apapun kita melangkahkan kaki di bumi, tetap Allah-lah tujuan akhir kita kembali.

Visits: 133

Aisyah Begum

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *