Membatasi Emosi Marah dalam Diri

Dalam situasi dan kondisi tertentu, pernahkah Anda merasa iri, kesal, benci, murka, cemburu atau tersinggung karena sikap, perkataan atau perbuatan seseorang hingga Anda merasa seperti bom atom yang siap meledak?

Siapa pun tentu pernah merasakannya karena perasaan-perasaan tersebut merupakan bagian dari emosi marah. Dan, emosi marah adalah salah satu dari 6 emosi dasar yang dimiliki oleh setiap manusia.

Selain emosi marah, terdapat beberapa emosi lain yang sering dialami oleh manusia, di antaranya emosi bahagia, sedih, terkejut, jijik dan takut. Namun, mengapa kita perlu memberikan batasan khusus pada emosi marah?

Emosi marah adalah suatu emosi yang cenderung menimbulkan hal-hal negatif. Apabila kita tidak dapat memberikan batasan pada emosi marah, dampak dari emosi marah bisa kita lihat seperti timbulnya perselisihan dan pertengkaran yang berujung pada permusuhan. Bahkan, hingga (Nauzubillah) menyebabkan pembunuhan yang mengakibatkan kematian pada seseorang.

Lantas apa yang sebaiknya kita lakukan bila emosi marah sedang menguasai diri kita? Allah SWT telah berfirman di dalam kitab suci Al-Quran bahwasanya, “(yaitu) orang-orang yang berinfak, baik di waktu lapang maupun sempit, dan orang-orang yang menahan amarahnya dan memaafkan (kesalahan) orang lain. Dan Allah mencintai orang yang berbuat kebaikan.” (QS. Ali ‘Imran 3: Ayat 135)

Maksud dari ayat tersebut adalah bila seseorang telah menimbulkan emosi marah di dalam diri kita, sikap terbaik yang harus dilakukan adalah melakukan sifat ‘Afw (memaafkan). Ada tiga tingkatan sifat ‘Afw di dalam ayat ini yaitu :
1. Seorang mukmin bila disakiti, ia menekan atau mengekang kemarahannya.
2. Seorang mukmin maju selangkah dengan memberikan maaf dan ampunan tanpa syarat kepada si pelanggar, dan
3. Seorang mukmin memberi ampunan sepenuhnya kepada si pelanggar, tetapi ia juga melakukan kebaikan tambahan kepadanya dan memberinya suatu anugerah.

Ketiga tahapan ini yakni menahan amarah, pengampunan dan berbuat baik telah dicontohkan oleh Hadhrat Imam Hasan yang merupakan putra dari Hadhrat Ali r.a. yang merupakan cucu Rasulullah SAW.

Suatu ketika ada seorang budak yang melakukan kesalahan hingga membuat Hadhrat Imam Hasan sangat marah dan hampir akan menghukumnya. Namun budak tersebut membacakan bagian dari ayat tersebut yaitu “Mereka yang menahan amarah”. Mendengar kata-kata tersebut membuat Hadhrat Imam Hasan menarik tangannya.

Kemudian budak itu membacakan kata-kata “dan yang memaafkan manusia”. Mendengar perkataan itu Hadhrat Imam Hasan dengan serta merta memaafkannya. Kemudian budak itu menambahkan “dan Allah mencintai orang-orang yang berbuat kebajikan”. Karena patuhnya terhadap perintah Allah, hati Hadhrat Imam Hasan sangat terharu dibuatnya sehingga beliau segera memerdekakan budak itu (Bayan, 1.366).

Sehingga bila kita sedang diliputi oleh emosi marah, hendaklah menahan emosi marah tersebut. Kemudian, memberikan maaf atau ampunan hingga melakukan kebaikan kepada orang yang telah membuat kita merasa marah karena sikap tersebut adalah sikap terbaik dan dicintai oleh Allah SWT.

Ada sebuah hadis yang sangat indah di riwayatkan oleh Bukhari dan Muslim bahwasanya “Orang yang kuat bukanlah orang yang pandai bergulat. Namun orang yang kuat hannyalah orang yang dapat menguasai dirinya ketika marah” (HR. Bukhari dan Muslim).

Semoga kita semua senantiasa melatih diri untuk bisa menguasai dan mengelola emosi marah. Agar, apapun yang muncul dan memberikan dampak dari setiap amalan kita hanyalah kebaikan semata. Aamiin Allaahumma Aamiin.

Visits: 55

Laesa Nurul Kautsar

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *