
Hakikat Kebaikan yang Sempurna Menurut Al-Qur’an
Sejatinya, tidak ada seorang pun di dunia ini diciptakan untuk menjadi manusia yang tidak baik. Semua orang pasti memiliki kebaikan di dalam dirinya. Dalam Al-Qur’an, kebaikan disebut al-birr. Al-Birr artinya kebajikan atau berbuat baik. Dalam Islam, kebaikan itu adalah beriman kepada Allah Swt. dan amal saleh.
Sebagaimana firman Allah Swt. yang berbunyi:
“Bukanlah kebaikan bahwa kamu menghadapkan wajahmu ke arah timur dan barat, tetapi kebaikan yang sesungguhnya ialah beriman kepada Allah, Hari Kemudian, malaikat-malaikat, kitab, nabi-nabi, dan memberikan harta karena kecintaan kepada-Nya, kepada kaum kerabat, anak-anak yatim, orang-orang miskin, musafir, mereka yang meminta sedekah, dan untuk memerdekakan hamba sahaya; dan orang-orang yang mendirikan shalat, membayar zakat, dan orang-orang yang memenuhi janjinya bila mereka berjanji, mereka yang sabar dalam kesusahan dan kesengsaraan, dan yang dalam masa perang; mereka itulah orang-orang yang benar dan mereka itulah orang-orang yang bertakwa.” (Al-Baqarah: 178)
Tafsir ayat ini menjelaskan:
Ayat ini memberikan intisari ajaran Islam. Ayat ini mulai dengan dasar-dasar kepercayaan dan itikad-itikad Islam yang menjadi sumber dan landasan segala perbuatan manusia dan atas kebenaran hal-hal itu bergantung kebenaran tingkah laku manusia—iman kepada: Tuhan, hari kiamat, para malaikat, kitab-kitab wahyu, dan para nabi. Sesudah itu menyusul beberapa kaidah yang lebih penting mengenai tingkah laku manusia.[1]
Hakikat kebaikan dalam ayat di atas mengisyaratkan bahwa para pemeluk agama tidak cukup hanya saleh ritual, akan tetapi saleh sosial. Dalam arti, kebaikan yang seharusnya menjadi ciri utama orang bertakwa bukanlah sekadar melaksanakan rutinitas ibadah atau menggugurkan kewajiban belaka—misalnya shalat, puasa, zakat, haji, dan sebagainya—melainkan kebaikan yang sempurna adalah dibarengi dengan aktivitas sosial yang mengentaskan persoalan di sekitarnya.
Wujud dari keparipurnaan kebaikan ada pada Rasulullah saw. Pernyataan bahwa “Nabi Muhammad merupakan Al-Qur’an yang hidup” bukan sekedar kalimat yang tak berdasar. Pada satu riwayat Sayyidah Aisyah r.a. ditanya oleh seorang sahabat mengenai akhlak Rasul saw. Maka Aisyah menjawab: sesungguhnya akhlak Rasulullah saw. ialah Al-Qur’an.” (HR. Muslim)
Maksud dari pernyataan Aisyah r.a. di atas ialah bahwa Rasulullah saw. telah menjadikan perintah dan larangan Al-Qur’an sebagai tabiat dan karakternya. Tiap ayat Al-Qur’an memerintahkan sesuatu, maka beliau lakukan. Begitu pula sebaliknya apabila turun ayat yang bersifat larangan, maka beliau akan meninggalkannya.
Senada dengan itu Khalifah Muslim Ahmadiyah yang kedua, Hadhrat Mirza Basyiruddin Mahmud Ahmad r.a., mengatakan, “Seorang yang baik adalah orang yang telah cukup melakukan amal-amal yang baik secara jasmani dan rohani kedua-duanya untuk memandang wajah Tuhan.”[2]
Hadhrat Mirza Ghulam Ahmad a.s. bersabda:
“Camkanlah bahwa manusia itu sama sekali tidak dapat mengenal Tuhan Yang Mahagaib melalui kemampuannya sendiri selama Allah Ta’ala sendiri tidak memperkenalkan diri-Nya melalui ayat-ayat-Nya. Ikatan sejati dengan Allah Ta’ala sama sekali tidak dapat terjalin, selama hubungan spesial itu tidak terwujud dengan perantaraan Allah sendiri, dan kotoran-kotoran jiwa sama sekali tidak akan dapat hilang dari dirinya selama cahaya Allah yang Mahakuasa tidak masuk ke dalam hatinya.”
“Hubungan itu akan dapat diraih hanya dengan mengikuti Al-Qur’an saja. Dalam kitab-kitab yang lain, saat ini tidak dapat ditemukan ruh kehidupan, dan di kolong langit ini hanya ada satu kitab, yaitu Al-Qur’an yang dapat menampakan wajah Tuhan Sang Kekasih Sejati.” [3]
Agama Islam menempatkan Allah sebagai pusat kepercayaan dan kepatuhan. Maka dari itu, mengenal Allah merupakan hal penting bagi umat Islam. Salah satu cara mengenal Allah di antaranya melalui Al-Qur’an.
Mengenal Allah Swt. akan membuahkan rasa takut kepada-Nya, tawakal, berharap, menggantungkan diri, dan ketundukan hanya kepada-Nya. Dengan begitu, umat Muslim dapat mewujudkan segala bentuk ketaatan dan menjauhi segala apa yang dilarang oleh-Nya.
Dalam Al-Quran dijelaskan bagaimana cara mengenal Allah Swt. di antaranya dengan beriman kepadanya meyakini bahwa Allah Swt. pencipta alam semesta dan seluruh makhluk yang ada di bumi ini. Maka dari itu, dengan membaca dan memahami Al-Qur’an, kita dapat memahami ajaran Islam dengan lebih baik dan memperkuat iman kita kepada Allah Swt.
Semoga kita dapat mengambil manfaat yang besar, mendapatkan kebahagiaan dan keberkahan hidup serta dapat mengenal Allah lebih dekat melalui Al-Qur’an ini.
Referensi:
[1] Qur’an Terjemah dan Tafsir terbitan Jemaat Muslim Ahmadiyah Indonesia
[2] Minhajut Thalibin
[3] Haqiqatul Wahy, halaman 2
Visits: 116