
Keikhlasan yang Memerdekakan
Alkisah, seorang perempuan bernama Yani mengenalkan adik laki-lakinya yang bernama Ali kepada Anisa. Mereka pun menjalin hubungan sampai akhirnya waktu untuk bertemu tiba. Tapi anehnya, di hari perjumpaan itu, tak ada satu kata pun yang terucap. Tentu saja hal itu menjadikankan Anisa kebingungan.
Anisa akhirnya menemui Uci teman baiknya. Walaupun untuk menemuinya diperlukan pengorbanan waktu karena jarak yang harus ditempuh cukup jauh. Bukan tanpa sebab Anisa menemui Uci. Itu karena Uci bertetangga dengan Ali.
“Uci, bagaimana keadaan Kak Ali?” Anisa pun mulai menanyakan perihal Ali.
“Teh….” Uci seperti kebingungan untuk mengatakan apa yang diketahuinya.
“Uci tahu sesuatu?” Anisa makin penasaran dengan sikap Uci.
“Ya, Teh. Kata Kak Ali kalau hasil istikharahnya bukan bersama Teteh, tapi bersama Uci,” jawab Uci.
Seketika Anisa lemas. Tapi apa mau dikata, mungkin Ali memang bukan jodoh yang dipilihkan Tuhan untuk Anisa.
“Uci, andaikan Kak Ali memilih Teteh, Teteh pasti akan menyuruh Kak Ali untuk menikahimu juga. Tapi, andai Kak Ali memilih kamu, maka Teteh dengan senang hati melepasnya. Teteh akan sangat bahagia.” Anisa mencoba tegar di depan Uci dengan menebar seulas senyum walau hatinya sudah menangis.
“Teteh…,” hanya itu yang terucap dari mulut Uci penuh rasa tak percaya.
Anisa mencoba menghibur diri dengan berpikir kalau dia bisa mencari lagi pengganti Ali karena statusnya yang masih single. Tapi Uci pasti akan kesulitan untuk mencari pengganti Ali karena statusnya sebagai janda beranak satu. Biarlah dia minta pengganti yang lebih baik pada Allah. Anisa hanya ingin jalinan kekeluargaan tetap terjaga sampai kapan pun.
Air mata Anisa pun meluncur tanpa kuasa lagi ia bendung. Semua angan dan mimpinya runtuh seketika. Namun, Anisa tak ingin menjadi orang yang zalim dengan memaksakan cintanya pada Ali. Siapa tahu dengan ikhlas melepas Ali, maka karunia Allah akan menghampiri dirinya.
Perasaan hancur tentu Anisa rasakan, tapi dunia masih berputar. Hanya keyakinannya pada Allah yang membuatnya segera berlalu dari rasa sedih. Bangkit kembali untuk menyongsong karunia lainnya.
Memang sakit ketika orang yang kita cintai pergi memilih yang lain. Tapi, Allah lebih mencintai kita dengan tidak memberikan seseorang yang bukan jodoh kita untuk kita nikahi.
Lima tahun kemudian Allah mengirimkan Jamal pada Anisa. Ternyata Allah mengirimkan pengganti yang tak disangka. Dikirimkan-Nya seorang pengkhidmat agama yang menjadi temannya berbagi.
Ternyata janji Allah selalu benar, bahwa Allah tidak akan membiarkan makhluk-Nya sengsara berkepanjangan. Kini Anisa hidup bahagia menjadi pendamping sang pengkhidmat agama. Keikhlasannya berbuah manis.
Kisah di atas mengingatkan kita pada sabda Hadhrat Ali bin Abi Thalib r.a., “Lebih baik kamu mengalah sedang kamu dikenang sebagai orang adil, daripada memilih menang dalam keadaan dikenang sebagai orang zalim.”
Kehidupan memang tak selamanya sesuai dengan keinginan. Kadang keinginan hanya tinggal keinginan bila dihadapkan pada kenyataan. Apabila kita selalu yakin bahwa ada yang mengatur kehidupan ini, maka penyembuhan sakit hati tidak akan berlarut-larut.
Kisah di atas adalah salah satunya. Ketika kita mengikhlaskan sesuatu yang memang bukan untuk dimiliki, maka Allah akan mengganti dengan yang lebih baik. Kita selalu punya pilihan untuk memerdekakan diri kita dari segala bentuk keterikatan kepada manusia dan memilih Allah Ta’ala semata.
Ketika keyakinan kita pada Allah penuh maka karunia-Nya tidak akan berhenti mengalir. Anisa telah menjadi saksi hidup betapa Allah akan memenuhi apapun hajat kita asalkan kita senantiasa berada di atas jalan-Nya. Hal ini telah diisyaratkan dalam Al-Qur’an, “Apabila engkau telah mengambil ketetapan, maka bertawakkallah pada Allah.”[1]
Sang Imam Zaman, Hadhrat Mirza Ghulam Ahmad a.s. pun menegaskan bahwa, “Siapapun yang memilih Tuhan maka dia dipilih Tuhan untuk dilindungi dari segala kehinaan di dunia ini. Jika seseorang ingin dilindungi dari segala macam kehinaan dan kesusahan dia harus bertakwa. Dia tidak akan merasa kekurangan.”[2]
Alangkah beruntungnya bila kita bisa menjadi salah satu yang dipilih-Nya. Maka pilihlah Dia, ikhlaslah atas segala takdir-Nya, dan kita akan mampu menjadi manusia yang merdeka. Merdeka dalam keimanan. Merdeka memilih jalan yang telah Allah berikan.
Referensi:
[1] Q.S. Ali ‘Imran 3: 160
[2] Malfuzaat, Vol. I, hal. 149
Visits: 62