Menolong Tanpa Menghinakan, Memberi Tanpa Mengharapkan Imbalan

Dalam sebuah kisah, ada diceritakan seorang penjual selimut dengan kualitas terbaik. Selimut tersebut bervariasi dalam harga dan ketebalan yang diberikan. Semuanya tergantung dari kualitas.

Suatu hari ada seorang kakek tua renta dengan kondisi baju lusuh mendatangai toko tersebut. Jika dilihat secara menyeluruh, kakek tua tersebut ternyata adalah orang tidak berpunya. Meski begitu ia tetap memberanikan diri untuk membeli sebuah selimut. Ketika kakek tua tersebut kemudian masuk ke dalam toko, tatapan sinis penuh rasa tidak suka dari para pengunjung lain seketika tertuju padanya.

Namun siapa sangka pemilik toko melayani kakek tua tersebut dengan sangat sopan, dan memberi perhatian layaknya pengunjung lainnya. Kakek tua mengutarakan maksud kedatangannya ke toko yaitu untuk membeli selimut. Ia meminta selimut dengan harga paling murah, karena uang yang ia miliki hanya sedikit. Bahkan bisa dibilang jauh dari kata cukup untuk walau sekedar untuk membeli sehelai selimut di toko itu.

Mengetahui hal tersebut, pemilik toko tetap memberikan pelayanan terbaik sekaligus mulai mencari selimut untuk kakek tua renta tadi. Namun siapa sangka pemilik toko memberikan sebuah selimut dengan kualitas terbaik. Menariknya, harga yang dibanderol untuk sehelai selimut tadi adalah sejumlah total uang yang dimiliki kakek. Lantas kakek tua mengucapkan terima kasih yang begitu mendalam kepada pemilik toko. Ternyata selimut yang dibeli kakek tua adalah untuk menyelimuti anak dan istri dibalik tembok rumahnya.

Suatu hari datanglah seorang pengunjung hendak membeli selimut yang sama kualitasnya dengan kakek tua. Pengunjung tersebut tampak marah ketika mengetahui harga dari selimut tersebut. Ia membandingkan harga yang diberikan kepada kakek tua kemarin terhadap dirinya saat ini memiliki perbedaan yang cukup signifikan. Ia menganggapnya tidak adil.

Dengan penuh kesabaran pemilik toko memberikan penjelasan. “Memang benar harga yang saya berikan kepada Anda berbeda dengan kakek tua kemarin. Namun kali ini saya berdagang dengan manusia, sedangkan kemarin saya berdagang dengan Allah,” ucap pemilik toko selimut.

Seketika pemuda tadi tertegun dan membayar sesuai harga yang dibayarkan sambil berdoa agar kakek tua tersebut terhindar dari rasa dingin beserta keluarganya. Lalu ia juga berucap dan memohon kepada Allah agar keluarganya dijauhkan dari siksaan api neraka. [1]

Dari kisah ini kita disuguhkan sesuatu yang amat berharga, yaitu tentang sebuah arti berbagi dan saling menghargai sesama manusia. Tanpa pandang kaya miskin, berpangkat atau tidak, semua manusia sama di mata Allah SWT. Allah tidak pernah membedakan hamba-Nya, justru kitalah manusia yang banyak kekurangan acap kali merasa jumawa dengan sedikit kelebihan yang dimiliki dan dengan mudahnya menghinakan orang lain ataupun menganggap remeh orang yang berada di bawah kita.

Hal ini selaras dengan sabda Hadhrat Mirza Ghulam Ahmad as., pendiri Jemaat Ahmadiyah, tentang larangan menghinakan orang miskin. Beliau as. bersabda: “Jangan memandang saudara yang miskin secara ruhani dengan pandangan hina. Jangan membanggakan diri atas dasar harta kekayaan dan silsilah keturunan yang mulia, lalu memandang orang-orang lain secara hina, sebab yang mulia di sisi Allah Ta’ala adalah orang mutaki (bertakwa).”

Dari sabda beliau as., dapat kita artikan bahwa banyak atau sedikitnya harta tak bisa menjadi acuan untuk menentukan kemuliaan seseorang, namun yang menjadikan seorang manusia mulia di pandangan Allah SWT. adalah tingkat ketaqwaannya.

Untuk itu sebanyak apapun hartamu, setinggi apapun jabatanmu, dan semulia apapun garis keturunanmu. Kamu tetaplah seorang hamba-Nya yang penuh kelemahan. Dan bagi seorang hamba wajib untuk mengikuti segala perintah dari-Nya, salah satunya adalah berbuat kebaikan kepada sesama manusia.

Hari ini merupakan hari pengentasan kemiskinan yang untuk pertama kalinya diperingati pada tahun 1993, setelah diadopsi oleh Majelis Umum PBB. Tanggal 17 Oktober dipilih untuk menghormati para pengentas kemiskinan yang berkumpul di Paris pada tahun 1987 untuk memperjuangkan hak-hak orang miskin. Tujuan utama dari peringatan ini adalah untuk mengingatkan masyarakat global tentang perjuangan orang-orang yang hidup dalam kemiskinan dan untuk mendorong tindakan kolektif dalam mengurangi kemiskinan di seluruh dunia. [2]

Kini tugas kita sebagai sesama manusia, bukanlah menghinakan ataupun mencela mereka yang berkekurangan. Justru kita yang merasa berpunya sebaiknya membantu mereka keluar dari keadaan mereka saat ini dengan berbagai hal baik dan juga santun tanpa sedikitpun penghinaan terhadap keadaan mereka.

Referensi:
[1] [https://kinerjaekselen.co](https://kinerjaekselen.co/)
[2] [https://setdprd.ciamiskab.go.id](https://setdprd.ciamiskab.go.id/)

Views: 112

1 thought on “Menolong Tanpa Menghinakan, Memberi Tanpa Mengharapkan Imbalan

  1. Kisah yang sangat menginspirasi, Mubarak untuk penulis. Semoga kisah ini menjadi jalan terbukanya hati dan pikiran orang-orang yang masih memandang status sosial sebagai tolok ukur baik buruknya keadaan seseorang.

    Selamat berjuang para pengentas kemiskinan di seluruh dunia. Jika kita memiliki niat yang tulus untuk membantu sesama, sekecil apapun bantuan yang kita berikan akan sangat berharga dalam pandangan Tuhan.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *