JUJUR DAN TIDAK MENUTUPI KEBENARAN, BUKTI TELADANI RASULULLAH SAW.

Rasul-rasul Allah SWT. menyampaikan ajarannya melalui segala kebenaran dan kejujuran mereka. Kebenaran dan kejujuran merupakan senjata besar bagi utusan-utusan Allah. Seluruh aspek kehidupan mereka senantiasa dalam kebenaran dan kejujuran. Islam satu-satunya agama yang sampai sekarang mengajarkan ajaran-ajaran yang tertera pada Al-Qur’an Suci sebagai dasar dan pedoman hidup. 

Teladan kita Yang Mulia Nabi Muhammad saw. bahkan dikenal sebagai Siddiq (benar) dan Al-Amin (terpercaya). Kejujuran merupakan kualitas tertinggi dari karakter seorang manusia. Karena Rasulullah saw. membawa kebenaran dan kejujuran dalam misinya, maka sebagai pengikutnya kita harus mengabdi pada Rasulullah saw. dengan menunjukkan pada dunia dan menjadikan kebenaran dan kejujuran itu sebagai tuntunan hidup.

Usaha-usaha dan perkataan kita hanya akan diberkati jika menerapkan kebenaran dan kejujuran pada setiap saat di semua aspek kehidupan kita. Dari kehidupan keluarga, pekerjaan, sampai sosial masyarakat, kebenaran dan kejujuran harus diterapkan. Namun, seorang manusia tentu tak luput dari kelemahan. Selalu ada kondisi atau peristiwa yang menyebabkan seseorang berkarakter menutupi kebenaran, hingga berlaku tidak jujur. Entah untuk urusan keyakinan, pekerjaan, jabatan, kedudukan dalam masyarakat, bahkan juga berhubungan dengan keuangan/harta.

Allah SWT. melarang seseorang menyembunyikan kebenaran. Bahkan Allah memberi peringatan dalam Al-Qur’an bagi yang melanggarnya, “Sungguh, orang-orang yang menyembunyikan apa yang telah Kami turunkan berupa keterangan-keterangan dan petunjuk, setelah Kami jelaskan kepada manusia dalam Kitab (Al-Qur’an), mereka itulah yang dilaknat Allah dan dilaknat (pula) oleh mereka yang melaknat.” [1]

Pendiri Jemaat Ahmadiyah dan Masih Mau’ud as., Hadhrat Mirza Ghulam Ahmad as. menasihatkan, “Janganlah sekali-kali menyembunyikan kebenaran, sebab dengan cara mudahinah (mengiya-iyakan), manusia bisa menjadi kafir.” Saat seseorang berbaiat masuk ke dalam bahtera Imam Mahdi, Masih Mau’ud as., maka dia wajib meneladani Yang Mulia Rasulullah saw. dan ajaran Masih Mau’ud as. yang berpegang teguh pada Al-Qur’an dan Sunnah. Hubungan yang terjalin dengan Masih Mau’ud as. tidak akan membawa keberkatan selama seseorang tidak menunjukkan kebenaran ajaran yang diikutinya.

Tidak menutupi kebenaran dan jujur seyogianya juga ditunjukkan dengan kesesuaian dalam perkataan dan perbuatan. Seperti yang dialami oleh seorang anak Ahmadi beberapa waktu yang lalu. Di sekolah, Hasna tidak pernah menutupi statusnya sebagai Ahmadi, walaupun teman-teman menyebutnya sesat. Suatu waktu, di hadapan guru, seorang temannya menyebutkan bahwa Hasna adalah anak Ahmadi, nabinya berbeda, salatnya juga berbeda.

Berbekal keyakinan akan ajaran Islam sejati, Hasna membantah ucapan temannya dengan menerangkan bahwa dirinya adalah pengikut Yang Mulia Rasulullah saw., tapi juga telah beriman kepada Imam Mahdi. Mengenai salat, Hasna pun menerangkan bahwa salat orang Ahmadi adalah salat wajib 5 waktu sebanyak 17 rakaat. Bahkan, untuk menunjukkan kebenaran, Hasna sampai melafalkan semua bacaan salat berikut artinya di hadapan guru dan teman-temannya.  

Di lain hari, ketika guru bertanya siapakah di antara murid-murid yang hafal Surah Al-Fatihah berikut artinya, hanya Hasna sendiri yang mengacungkan tangannya. Setelah membacakan QS. Al-Fatihah berikut artinya, teman-temannya berkomentar, “Kamu, kan, sesat. Kok, hafal Al-Fatihah dengan artinya?”

Hasna menjawab bahwa dia adalah Muslim Ahmadi, Muslim yang beriman kepada Allah dan Muhammad sebagai Rasul Allah, mengimani rukun iman, rukun Islam, salat, dan membaca kitab suci Al-Qur’an. Tanpa rasa takut karena di-bully dengan sebutan sesat, Hasna jujur dengan statusnya sebagai Ahmadi dan tetap menunjukkan kebenaran ajaran Ahmadiyah tanpa menutup-nutupinya. 

Cerita Hasna memberi kita contoh, selayaknya kita membebaskan diri dari ketidakjujuran apapun alasannya, karena kebohongan cenderung kepada syirik. Orang-orang yang melakukan pengorbanan untuk suatu kebenaran sama artinya dengan berkorban memerangi syirik. Merupakan tanggung jawab kita untuk meningkatkan standar kejujuran dan kebenaran pada ketinggiannya sehingga kebohongan akan sirna. Dengan ke-Agungan Allah SWT. kita pengikut Rasulullah saw., harus mengikuti Sunnah dan mengajak satu sama lain untuk menaklukkan dunia dengan bersenjatakan kebenaran. [2]

 

Referensi:

[1] QS. Al-Baqarah 2: 160

[2] Khutbah Khalifatul Masih V, 9 September 2011

Views: 68

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *