Nusaibah binti Ka’ab: Muslimah Perisai Nabi yang Mengukir Sejarah

Di antara wanita hebat pada era kenabian Rasulullah ﷺ, terdapat satu wanita tangguh yang keberaniannya laksana pedang yang siap menghunus musuh. Ia pun sering turut andil dalam peperangan. Dialah Nusaibah binti Ka’ab, seorang muslimah pemberani dari Bani Najjar, suku asal Madinah. Ia adalah istri dari Zaid bin’Ashim Al-Mazini An-Najjari yang dikaruniai dua orang anak bernama Abdullah dan Hubaib (Habib). Sepeninggalan Zaid dan setelah masuk Islam ia menikah dengan Ghaziyyah bin ‘Amr Al-Mazini An-Najjari dan dianugerahi buah hati bernama Tamim dan Khaula.

Sejarah mencatat, Nusaibah termasuk dalam dua wanita yang berikrar dalam Baiat Aqabah II di Mina, bersama 73 pria. Sejak saat itu, keimanannya semakin kokoh, dan ia mengemban tugas mulia untuk menyebarkan Islam di Madinah, terkhusus kepada kaum wanita, anak-anak, serta keluarganya.

Perang Uhud adalah pertempuran yang membuktikan keteguhan hatinya. Perang yang bersejarah dalam Islam yang terjadi antara umat Islam dan kaum Quraisy di Jabal Uhud pada 3 hijriyah tepatnya pada tanggal 23 Maret 625 M atau 7 Syawal 3 H. Penyebab perang ini terjadi yaitu salah satunya dikarenakan kaum Quraisy ingin membalas kekalahan mereka di Perang Badar

Pasukan  kafir  Quraisy  membawa  3000 prajurit  dan  15  wanita. Dalam peperangan ini tugas para wanita yaitu memainkan rebana dan menyuarakan kata-kata semangat yang dibawakan oleh Hindun bin Utbah, istri Abu Sufyan bin Harb. Sedangkan pasukan umat Muslim berjumlah sekitar 1.000 orang, tetapi kemudian berkurang menjadi 700 karena sebagian pasukan membelot. Kaum muslimin juga membawa pasukan perempuan namun, berbeda dengan kaum Quraisy, kaum perempuan muslim memiliki tugas yang mulia pada saat perang uhud yaitu menyediakan logistik dan menjadi tim medis bagi pasukan-pasukan yang terluka. Salah satunya yaitu Nusaibah binti Ka’ab.

Pada awalnya, pasukan muslim unggul dalam pertempuran, tetapi situasi berubah ketika sebagian pasukan pemanah meninggalkan posisinya, yang dimana pasukan ini diperintahkan oleh Nabi Muhammad ﷺ untuk tetap berada di kaki bukit Uhud di sebelah barat namun, mereka turun untuk mengambil rampasan perang. Khalid bin Walid, yang saat itu memimpin pasukan berkuda Quraisy, memanfaatkan celah ini dan menyerang dari belakang menyebabkan pasukan muslim terkepung.

Keadaan seketika berbalik, pasukan muslim yang tadinya unggul hingga hampir menuju kemenangan justru saat ini tidak siap menerima serangan. Mereka semua hendak menyelamatkan dirinya masing-masing. Rasulullah ﷺ hanya ditemani oleh beberapa sahabat, termasuk Nusaibah, yang dengan berani turun ke medan perang tanpa membawa senjata. Rasulullah ﷺ yang melihat Nusaibah ikut ke dalam peperangan kemudian ia meminta ke prajurit untuk memberikan perisai kepada Nusaibah. Dengan perisai dan pedang, ia bertempur di garda terdepan dengan begitu gagahnya bersama suami dan putranya, Abdullah bin Zaid.

Saat bertarung, Musuh dari kaum Quraisy penunggang kuda menyerang Nusaibah, tetapi hal itu tidak terjadi karena Nusaibah berhasil menepis serangan itu dengan perisainya. Nusaibah membalas dengan memangkas tungkai kuda lawannya, menyebabkan prajurit tersebut terjatuh. Rasulullah ﷺ yang melihat kejadian itu berseru, “Wahai Ibnu Ummu Umarah! Bantu ibumu! Bantu ibumu!” Mendengar perintah tersebut, putra Nusaibah, Abdullah bin Zaid, segera datang dan membantu ibunya hingga mereka berhasil mengalahkan musuh tersebut.

Pada saat terjadi perang, Abdullah terluka parah. Nusaibah membalut lukanya dengan ikat pinggangnya dan mendorongnya untuk terus bertarung. Rasulullah ﷺ bahkan memuji keberaniannya dan berkata, “Siapa yang mampu berbuat seperti perbuatanmu ini, Wahai Ummu Ummarah?”

Dalam pertempuran, Nusaibah berhasil menjatuhkan seorang penunggang kuda Quraisy dengan menebas tungkai kudanya. Pada saat Rasulullah ﷺ melihat musuh yang telah melukai Abdullah, beliau langsung memberi tahu Nusaibah, mendengar hal itu Nusaibah langsung menyerang dan membunuhnya. Rasulullah ﷺ yang melihat itu tersenyum dan memuji keberhasilan Nusaibah.

Dalam peperangan ini Nusaibah mengalami 12 atau 13 luka di sekujur tubuhnya, termasuk luka parah di pundaknya akibat serangan pedang dari Ibnu Qami’ah. Suatu saat Rasulullah mendatangi Nusaibah binti Kaab. Saat tau Rasulullah ﷺ datang, dia pun segera menutup lukanya hal itu karena Nusaibah tidak mau Rasulullah ﷺ mengetahui bahwa dia terluka parah. Ia membalut lukanya serapat mungkin, tetapi ternyata pada saat Nusaibah berdiri darah itu masih juga mengalir keluar dari kerudung dan nampak dari kain sorban.

Namun, ia masih sanggup bangun untuk menghampiri Rasullullah ﷺ. Rasulullah ﷺ bertanya kepada Nusaibah, “Mengapa ia begitu gigih berjuang?” kemudian Nusaibah menjawab bahwa karena kecintaannya kepada utusan Allah SWT yaitu beliau. Pada saat itu pula Nusaibah meminta doa agar dirinya dan keluarganya menjadi sahabat Rasulullah ﷺ di surga dan Rasulullah ﷺ pun mengangkat  tangan  dan  mendoakan  Nusaibah beserta keluarganya.

Setelah Perang Uhud, luka di pundak Nusaibah membutuhkan waktu satu tahun untuk sembuh. Karena hal tersebut membuat Nusaibah tidak dapat ikut dalam pertempuran ke Hamra al-Asad. Rasulullah ﷺ kemudian berkata bahwa kedudukan Nusaibah lebih baik daripada banyak sahabat lainnya dan mengakui jasa dan keberaniannya dalam melindungi beliau di medan perang. Karena keberaniannya melindungi Rasulullah, Nusaibah mendapat banyak julukan yaitu “Hamraul Asad” (Si Singa Merah) dan “Sang Perisai Rasulullah” karena melindungi Rasulullah ﷺ dalam perang, selain itu dia berjuang dengan anak-anaknya “Ummu Umarah” (Ibunda para pemimpin).

Dari kisah ini, membawa pesan penting bahwa keberanian bukan hanya milik para pria, tetapi keberanian juga dapat ditaklukkan oleh para wanita. Nusaibah menjadi simbol keberanian, yang pengorbanannya akan terus terkenang dan patut diteladani oleh wanita masa kini.

 

Views: 67

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *