
KASYAF CINTA DARI SANG KHALIFAH
Kala itu di bulan September 2021 aku baru saja merampungkan sidang skripsi, dan dua bulan sebelumnya aku menjalani sebuah proses rishtanata dengan seorang khadim, yang bersamanya aku akan berlabuh menuju tahap lebih serius yaitu lamaran. Namun ternyata kesulitan menghinggapi ikhtiar kami, hal ini dikarenakan kedua orang tuaku (ghair Ahmadi) yang awalnya setuju dengan hubungan kami namun tiba-tiba kedua orangtuaku menyuruhku untuk memutuskan hubungan dengan Khadim tersebut. Semuanya berawal dari pengaruh salah satu pamanku yang menyampaikan fitnah-fitnah tentang Jemaat. Tiga orang pamanku, bibi-bibiku dan kedua orangtuaku mengelilingiku dan mulai melontarkan kalimat-kalimat yang kasar. Mereka mengatakan bahwa Jemaat Ahmadiyah itu sesat dan ilegal. Mereka juga memintaku untuk keluar dari Jemaat. Hatiku sangat sedih kala itu. Apalagi saat salah satu pamanku memberiku pilihan, “Keluarga atau Ahmadiyah”.
Alhamdulillah, dengan karunia Allah Ta’ala, tak satupun kata terucap dari bibir tatkala menghadapi amarah mereka. Aku hanya diam, enggan memberi jawaban, karena bagiku tidak seharusnya aku memilih diantara keduanya. Aku malah balik bertanya, “Mengapa harus ada pertanyaan seperti itu, Paman?”. Aku terdiam karena aku mengetahui bahwa menyela saat orang tua sedang berbicara itu dianggap sangat tidak sopan, terutama jika mereka meyakini bahwa apa yang mereka sampaikan adalah hal yang mereka anggap benar.
Orang tuaku tinggal di Maluku. Mereka yang sebelumnya ke kota Baubau (tempatku kuliah) untuk menerima lamaran tersebut malah memutuskan kembali ke Maluku dengan sangat marah, dan sejak saat itu mereka melarangku mengikuti kegiatan Jemaat serta meminta pamanku di Baubau untuk selalu mengawasiku dan memarahiku jika aku masih shalat maupun mendatangi Jemaat center (rumis). Akupun hanya bisa pasrah dengan keadaan tersebut. Aku hanya bisa berdoa dan selalu bercucuran air mata setiap shalat. Aku menyadari, ujian seperti itu memang sangat diperlukan oleh jiwaku. Aku memutuskan untuk tidak dikalahkan dan selalu saja berdoa.
Suatu ketika, aku berfikir bahwa cara terbaik melawan pengekangan keluargaku bukanlah menuruti mereka untuk menjauhi Jemaat, dan bukan hal yang baik pula jika aku mengikuti kegiatan jemaat dengan cara sembunyi-sembunyi. Cara terbaik justru dengan menikahi seorang pria Ahmadi. Namun demikian, demi tidak membuatnya menunggu, aku malah memutuskan hubungan dengan Khadimku dan memintanya untuk mencari lajnah yang lain, meskipun dia dan keluarganya telah mempersiapkan semua keperluan lamaran serta pernikahan kami. Dia pun hanya bisa mengiyakan permintaanku.
Suatu ketika, menjelang hari-hari wisudaku di bulan Januari 2022, selepas shalat Isya aku berpikir keras bagaimana cara untuk bisa menikah dengan seorang khadim dan lepas dari pengekangan keluargaku. Tiba-tiba aku merasa mengantuk dan pandanganku terasa agak berat. Kualihkan tatapanku pada dinding lemari di kamarku dan saat setengah terlelap, kulihat gambar di pintu lemari. Itu seperti layar yang menunjukkan Huzur Aba sedang berbicara. Beliau atba. berkata “Pulanglah! Temui mereka, tenang dan berdo’a”.
Setelah itu, aku sangat terkejut dan langsung terjaga. Aku berpikir ‘apakah ini mimpi atau sesuatu yang disebut kasyaf?’
Saat bertanya kepada Mubaligh kami, beliau menjelaskan “Bukan hanya Nabi, orang biasapun bisa melihat kasyaf.” Aku lalu merenung, menyadari betapa istimewanya hubungan kita dengan Khilafat dan Khalifah kita tercinta. Mungkin inilah salah satu dari keistimewaan dan berkat tersebut.
Setelah wisuda, tepatnya di bulan Maret 2022, akupun memutuskan untuk resign dari pekerjaanku di Baubau dan kembali ke Maluku. Mengikuti petunjuk dari Huzur atba. tersebut, hari-hari di sana kuhadapi dengan selalu berusaha tenang meskipun orangtuaku begitu dingin terhadapku. Aku juga membawa beberapa buku Jemaat, tafsir shaghir dan buku-buku Khutbah Huzur di kampungku.
Selama di sana, ayahku yang masih kecewa tidak pernah menegurku. Hanya ibuku yang selalu meladeniku saat berbicara. Aku selalu dengan sengaja membaca tafsir shaghir dan buku Hadhrat Masih Mau’ud as. dengan suara yang nyaring di kamar. Hingga suatu ketika, aku pun berani mengajak kedua orangtuaku dan bahkan kakak-kakakku untuk berdiskusi dan memberikan klarifikasi tentang Jemaat. Kutunjukkan bahwa Jemaat tidaklah sesat ataupun ilegal dengan menyuruh mereka melihat buku-buku dan badan Hukum yang tercantum pada kalendar Jemaat. Berkat penjelasanku tersebut, Ibuku pun meminta Ayahku untuk berhenti memendam amarah dan mulai menegurku.
Ayahku adalah salah seorang penghulu di Mesjid Kampung. Pada hari raya Idul Fitri tahun itu, beliaulah yang membawakan khutbah di Mesjid kampung kami saat itu. Malam berikutnya, aku menyempatkan untuk mendownload dan memutar khutbah Idul Fitri yang disampaikan oleh Huzur atba. di kamar dengan volume yang keras. Tak lupa, aku berdo’a sebelumnya agar beliau dapat mendengarkannya. Tiba-tiba, kudengar beliau bertanya, “Apa itu? Coba sini, saya juga mau lihat (tonton). Tolong ambilkan kacamataku..”
Keserahkan HPku serta kacamata beliau lalu beliau menontonnya hingga akhir sambil melontarkan beberapa pertanyaan dan juga tanggapan. Seperti, “Siapa yang sedang Khutbah ini?”. Kujawab, “Beliaulah Khalifah/Pemimpin Jemaat Ahmadiyah seluruh dunia..” Lalu kata beliau juga, “Tampan sekali ya orangnya..”
Lalu beliau kembali berkata, “Orangnya asli apa? Di mana lokasi mesjidnya ini? Bahasa apa yang beliau gunakan (sepertinya beliau menyadari perbedaan antara mimik Huzur dengan suara penerjemah yang terdengar)?” Lalu juga, “Luas sekali halamannya (Hadiqatul Mahdi).. Ternyata Islam ya, dari tadi sabda Hadhrat Rasulullah saw. terus yang beliau (Huzur atba.) sampaikan.”
Alhamdulillah sejak saat itu, beliau tidak lagi mempermasalahkan statusku sebagai Ahmadi dan mulai bertanya banyak hal. Bahkan, beliau sendiri tiba-tiba yang menanyakan bagaimana hubunganku dengan pria Ahmadi sebelumnya. Anehnya, malah kujawab, “Saya masih mau menikah dengannya.”
Dukungan dari kakak-kakakku pun mulai terlihat. Mereka dengan sengaja berkata, “Nikahkan saja dia sama cowok itu, Ode (ayah). Jangan sampai nanti dia malah kawin lari.” Ayahku pun memintaku untuk menelepon pria tersebut dan menyuruhnya datang ke kampungku agar kami dinikahkan. Aku lalu meneleponnya. Rupanya dia masih belum menjalin Rishtanata dengan Iajnah lain. Lalu kusampaikan permintaan Ayahku untuk ke Maluku jika dia masih mau menikahiku.
Rupanya, dia selama ini menceritakan masalah batalnya lamaran kami sebelumnya kepada mubaligh daerah di tempatnya, lalu dia diberi nasehat oleh sang mubaligh daerah, “Jangan putuskan lajnahmu, apalagi kamu tahu keadaannya seperti itu. Perjuangkan dia, bukan malah dilepas. Semua keluarganya ghair. Jika bukan kamu, siapa lagi.” Karena hal ini, dia bahkan tidak menceritakan kandasnya hubungan kami sebelumnya kepada orangtuanya. Dia menjalani hari-hari putusnya hubungan kami dengan selalu mendo’akanku. Hal itu dia ceritakan kemudian setelah beberapa hari pernikahan kami.
Kami sangat bersyukur akhirnya bisa menikah di bulan Mei 2022. Kami sama-sama meneteskan air mata haru saat ijab qobul berlangsung. Rasanya seperti mimpi. Hingga kini, ketika ada yang bertanya, ‘mengapa kalian bisa sampai (jadi) menikah?’ Selalu kujawab ‘mungkin karena kekuatan do’a-do’a beliau (suamiku,)’, lalu kemudian kuceritakan juga tentang nasehat Huzur atba. di dalam kasyaf yang kulihat.
Akhirul kalam, bagi saudara-saudariku sesama Ahmadi, khususnya para lajnah dan khuddam yang sedang mengikuti Rishtanata. Aku hanya ingin sampaikan:
“Kita sama-sama menyadari bahwa di dalam kehidupan ini, kita akan selalu diberikan ujian oleh Allah. Tahukah kalian bahwa sebagai Ahmadi yang sendiri di antara keluarga (ghair), aku bisa melewatinya dengan akhirnya menikahi Khadimku tersebut. Tentu saja akan berbentuk lain lagi ujian Rishtanata ini bagi kalian. Aku doakan semoga kalian dapat melewatinya.
Bagi kalian yang memang dari keluarga Jemaat, janganlah nodai nizam ini dengan berpegangan tangan, jalan dan makan berdua, atau semacamnya. Sesungguhnya keinginan-keinginan semacam itu juga merupakan ujian bagi kalian. Jalanilah sesuai nizam. Aku yakin dengan tenang dan selalu berdoa, kalian juga dapat melewatinya. Begitupun bagi yang akan segera menikah, semoga dengan pertolongan Allah Ta’ala, kalian tidak mudah membatalkannya karena satu dan lain hal. Jalan ini sungguh terjal dan akan ada saja yang menjadikan kita ragu-ragu tepat sebelum menikah. Teguhkanlah hati kalian. Semoga Setan tidak berhasil menggagalkan ikatan kalian yang bertujuan untuk ibadah. Janganlah menjauh dari Jemaat agar Syetan tidak dapat menggelincirkan kalian.”
Allah Ta’ala berfirman,
اَلْخَبِيْثٰتُ لِلْخَبِيْثِيْنَ وَالْخَبِيْثُوْنَ لِلْخَبِيْثٰتِۚ وَالطَّيِّبٰتُ لِلطَّيِّبِيْنَ وَالطَّيِّبُوْنَ لِلطَّيِّبٰتِۚ اُولٰۤىِٕكَ مُبَرَّءُوْنَ مِمَّا يَقُوْلُوْنَۗ لَهُمْ مَّغْفِرَةٌ وَّرِزْقٌ كَرِيْمٌ
Yakni: “Perempuan yang keji untuk laki-laki yang keji, dan laki-laki yang keji untuk perempuan yang keji. Dan hal-hal baik adalah ciri bagi laki-laki yang baik, dan laki-laki yang baik cenderung kepada hal-hal yang baik; mereka itu bersih dari segala yang dituduhkan oleh penyebar fitnah. Bagi mereka ada ampunan dan rezeki yang mulia.”
Referensi :
[1] QS An Nur: 27
Visits: 117