
CAHAYA HIDAYAH DALAM RENUNGAN
Sebelum memeluk Islam, Hadhrat Umar bin Khattab ra. adalah salah satu tokoh Quraisy yang paling keras menentang ajaran Islam. Ia bahkan pernah bertekad untuk membunuh Rasulullah saw. Namun, dalam perjalanannya untuk melaksanakan niat tersebut, ia diberitahu bahwa adik perempuannya, Hadhrat Fatimah binti Khattab, telah lebih dulu masuk Islam.
Segera Hadhrat Umar mendatangi rumah Hadhrat Fatimah ra. dan mendapati adiknya beserta suaminya, Sa’id bin Zaid, tengah membaca Al-Qur’an dari lembaran mushaf Surah Thaha. Kemarahan Umar memuncak hingga ia memukul mereka. Namun, saat melihat darah di wajah adiknya, hatinya luluh. Ia pun meminta untuk membaca apa yang sedang mereka baca.
Hadhrat Fatimah ra. berkata, “Engkau najis, dan Al-Qur’an tidak boleh disentuh kecuali oleh yang suci.” Maka Hadhrat Umar pun mandi terlebih dahulu, kemudian membaca ayat berikut yang artinya:
“Thaha. Kami tidak menurunkan Al-Qur’an ini kepadamu agar kamu menjadi susah. Tetapi sebagai peringatan bagi orang yang takut kepada Allah.” [1]
Mendengar dan merenungkan ayat-ayat tersebut, Hadhrat Umar bin Khattab ra. menangis. Ia pun segera pergi ke rumah Al-Arqam, tempat Hadhrat Rasulullah saw. dan para sahabat berkumpul secara rahasia, dan disanalah ia menyatakan keislamannya. [2]
Kisah ini menjadi bukti nyata bahwa merenungkan makna Al-Qur’an mampu meruntuhkan tembok kekerasan hati dan membuka jalan menuju cahaya hidayah. Dalam kehidupan modern yang serba cepat ini, sangat mudah bagi kita untuk melupakan Al-Qur’an. Banyak dari kita hanya membacanya di bulan Ramadhan atau saat-saat tertentu. Padahal, membiasakan diri membaca dan merenungkan Al-Qur’an setiap hari adalah sumber kekuatan ruhani yang sangat besar.
Hadhrat Masih Mau’ud as. dalam banyak tulisannya menekankan bahwa salah satu ciri sejati seorang mukmin adalah kedekatannya dengan Al-Qur’an. Beliau menegaskan pentingnya menjadikan Al-Qur’an sebagai pelita hidup, karena didalamnya terkandung segala kebenaran dan petunjuk.
Hadhrat Khalifatul Masih IV rahimahullah bersabda:
“Syarat utama dan kunci pembangunan ruhani kita adalah menumbuhkan kebiasaan membaca Al-Qur’an dan merenungkan maknanya.” [3]
Sabda ini mengingatkan kita bahwa pembangunan ruhani tidak akan tercapai tanpa keterikatan yang kuat dengan Al-Qur’an. Membacanya menghidupkan hati, sementara merenungkannya menyucikan jiwa. Mari kita mulai dari langkah kecil: membaca satu halaman setiap hari, memahami artinya, dan merenungkan bagaimana ayat itu berbicara kepada kita secara pribadi.
Rasulullah saw. bersabda:
“Sebaik-baik kalian adalah yang belajar Al-Qur’an dan mengajarkannya.” [4]
Hadis ini menunjukkan bahwa kewajiban kita bukan hanya sekadar membaca Al-Qur’an, tetapi juga mempelajari maknanya, mengajarkannya kepada orang lain, dan yang paling penting—mengamalkannya dalam kehidupan sehari-hari.
Semoga Allah menjadikan kita semua sebagai ahli Al-Qur’an sejati yang membaca, memahami, dan mengamalkan ajaran-Nya dalam setiap aspek kehidupan. Aamiin.
Referensi :
[1] QS. Thaha : 2 – 4
[2] Ibnu Hisham, Sirah Nabawiyah, Bab tentang keislaman Umar bin Khattab
[3] Khotbah Jumat, 4 Juli 1997
[4] HR. Bukhari
Visits: 69