KETAATAN SEBAGAI WUJUD KECINTAAN TERTINGGI KEPADA PEMIMPIN 

Zaman semakin canggih, segala akses informasi dapat dengan mudah diperoleh melalui berbagai platform media sosial. Mereka yang menggunakannya dengan bijak dapat mengambil manfaat untuk kebaikan, namun tidak sedikit pula yang menjadikan media sosial sebagai ajang mengkritisi dan menebarkan kebencian terhadap kinerja pemerintahan.

Diriwayatkan bahwa Rasulullah saw bersabda, “Orang yang hidup sepeninggalku akan melihat banyak perselisihan di antara manusia.” Masing-masing akan saling mempertahankan argumentasi dan pemimpin pilihannya.

Tercantum dalam Sahih al-Bukhari, Rasulullah saw bersabda, “Sepeninggalku kalian akan menyaksikan keadaan-keadaan demikian, yakni bersama kalian akan ada ketidakadilan. Hak-hak kalian akan ditekan, orang-orang lain akan diutamakan. Dan kalian akan melihat perkara-perkara yang kalian tidak sukai.” Para sahabat bertanya, “Wahai Rasulullah! Dalam kondisi seperti itu, apa perintah Anda untuk kami?” Beliau menjawab, “Berikanlah hak-hak mereka, yakni para pemimpin itu. Dan mintalah hak kalian kepada Allah.” [1]

Ada sebagian orang yang dalam pikirannya timbul pertanyaan: sampai batas mana kita harus memperlihatkan kesabaran dalam menghadapi pemimpin yang otoriter dan zalim, serta kebijakan-kebijakan kelirunya? Seperti apakah reaksi kita yang seharusnya?

Allah Ta’ala berfirman dalam Al-Qur’an: ”…Dan Dia melarang kamu berbuat keji dan munkar, serta pemberontakan.” (QS. An-Nahl, 16:90) [2]

Rasulullah saw bersabda, “Orang yang tidak menyukai sesuatu hal dari pemimpinnya, maka hendaknya ia bersabar. Karena orang yang keluar dari ketaatan kepada amir (pemimpin), meskipun hanya sejengkal, maka ia akan mati dalam keadaan mati jahiliah.” [3] Pemimpin akan dimintai pertanggungjawaban atas tanggung jawab yang diberikan kepada mereka, dan rakyat juga akan dimintai pertanggungjawaban atas tanggung jawab yang diberikan kepada mereka.

Dalam hadis lain disampaikan, “Pemimpin terbaik adalah yang kalian cintai dan dia mencintai kalian… Jika kalian membencinya karena sesuatu, jangan kalian tinggalkan ketaatan selama dia masih menegakkan salat.” [4]

Dari beberapa ayat Al-Qur’an dan hadis di atas, kita dapat menarik benang merah bahwa dalam kondisi apa pun, hendaknya kita senantiasa taat kepada pemimpin. Sebab sejatinya, setiap orang akan dimintai pertanggungjawaban sesuai kewajibannya. Kita tidak memiliki hak untuk melakukan pemberontakan, kekerasan, maupun perusakan karena hal itu bertentangan dengan syariat.

Rasulullah saw menyampaikan perumpamaan yang sangat dalam maknanya, “Seseorang yang tetap berada dalam batas-batas Allah dan yang menerjangnya adalah seperti satu kaum yang mengundi tempat di sebuah kapal. Sebagian mereka mendapatkan tempat di bagian atas, dan sebagian lainnya di bagian bawah. Ketika orang-orang di bawah ingin mengambil air, mereka mesti melewati yang di atas. Lalu mereka berkata, ‘Kalau saja kita membuat lubang di tempat kita, maka kita tak akan mengganggu yang di atas.’ Jika orang-orang di atas membiarkan hal itu, niscaya seluruh penumpang kapal akan celaka. Namun jika mereka menahan tangan yang hendak membuat lubang, maka mereka pun selamat, dan seluruh penumpang kapal pun selamat.” [5]

Idealnya, sebuah kepemimpinan dilandasi oleh hubungan yang harmonis antara pemimpin dan rakyat. Rakyat hendaknya mendoakan pemimpinnya agar setiap kebijakan yang diambil adil, menguntungkan rakyat, dan tidak bertentangan dengan syariat. Ketika pemimpin melakukan pelanggaran, kita diperintahkan untuk tetap taat. Kita boleh membenci perbuatannya, namun bukan membenci orangnya.

Rasulullah saw bersabda, “Barang siapa yang melihat kemungkaran, maka hendaklah ia mengubahnya dengan tangannya. Jika tidak bisa, maka dengan lisannya. Jika tidak bisa, maka dengan hatinya, dan itu adalah selemah-lemahnya iman.” [6]

Semoga seluruh pemimpin di penjuru dunia, khususnya yang Muslim, senantiasa menjaga salatnya, melaksanakan segala kewajibannya, memenuhi hak-hak rakyat, dan menjaga keharmonisan dalam hubungan sosial. Dan semoga seluruh rakyat pun senantiasa menanamkan ketaatan yang tinggi, sesuai dengan perintah Al-Qur’an dan hadis Nabi saw.

Daftar Referensi:

[1] Al-Bukhari, Imam. Sahih al-Bukhari, Hadits No. 3603. Beirut: Dar Ihya al-Turath al-Arabi.

[2] Al-Qur’an. Surah An-Nahl, 16:90.

[3] Muslim, Imam. Sahih Muslim, Hadits No. 1851. Beirut: Dar Ihya al-Turath al-Arabi.

[4] Muslim, Imam. Sahih Muslim, Hadits No. 1855. Beirut: Dar Ihya al-Turath al-Arabi.

[5] Al-Bukhari, Imam. Sahih al-Bukhari, Hadits No. 2493. Beirut: Dar Ihya al-Turath al-Arabi.

[6] Muslim, Imam. Sahih Muslim, Hadits No. 49. Beirut: Dar Ihya al-Turath al-Arabi.

Views: 68

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *