
HADHRAT RASULULLAH SAW. SURI TAULADAN KEADILAN : JADILAH KHALIFAH DI MUKA BUMI, HAKIMILAH MANUSIA DENGAN ADIL
Menjadi seorang pemimpin bukanlah perkara mudah bagi setiap orang. Seorang pemimpin harus memiliki kemampuan untuk bisa melindungi dan mengayomi setiap orang yang dipimpinnya. Bukan hanya itu, seorang pemimpin dituntut agar bisa berbuat adil, mengambil keputusan dengan adil dan bijaksana. Sebab, itu semua dapat mempengaruhi berhasil atau tidaknya kepemimpinan yang dia jalankan.
Berkenaan dengan hal ini, Allah Ta’ala berfirman, “Hai Daud, sesungguhnya Kami telah menjadikan engkau khalifah di bumi, maka hakimilah di antara manusia dengan adil, dan janganlah mengikuti hawa nafsu, jangan-jangan ia menyesatkan engkau dari jalan Allah. Sesungguhnya orang-orang yang tersesat dari jalan Allah bagi mereka ada azab yang keras disebabkan mereka telah lupa akan Hari Perhitungan.” [1]
Dalam tafsirnya, Ibnu Katsir terkait ayat di atas mengatakan bahwa ini merupakan perintah dari Allah Ta’ala kepada para penguasa agar mereka memutuskan perkara di antara manusia dengan kebenaran yang diturunkan dari sisi-Nya, dan janganlah mereka menyimpang dari-Nya, yang berakibat mereka akan sesat dari jalan Allah. Allah Ta’ala telah mengancam orang-orang yang sesat dari jalan-Nya dan yang melupakan hari perhitungan yaitu dengan ancaman yang tegas dan azab yang keras.
Di tempat lain Allah Ta’ala juga berfirman, “Hai orang-orang yang beriman! Jadilah kamu orang-orang yang teguh karena Allah, dengan menjadi saksi yang adil; dan janganlah kebencian suatu kaum mendorongmu bertindak tidak adil. Berlakulah adil, itu lebih dekat kepada takwa. Dan bertakwalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah Maha waspada dengan apa-apa yang kamu kerjakan.” [2]
Ayat di atas menjadi salah satu landasan dan perintah kepada setiap Muslim untuk dapat menegakkan keadilan. Adil artinya menunaikan hak kepada setiap pemiliknya, atau mendudukkan pada tempat yang semestinya.
Untuk menegakkan keadilan bukanlah hal yang mudah. Menurut Ibnu Qayyim al-Jauziyah, Allah Ta’ala mengutus para Rasul-Nya, menurunkan kitab-kitab-Nya supaya manusia menegakkan al-qist (keadilan). Dan bentuk keadilan yang paling agung adalah Tauhid.
Tauhid menjadi pilar utama penegak keadilan dan keadilan yang paling adil. Sedangkan kesyirikan merupakan kezaliman yang sangat besar dan bentuk kezaliman yang paling zalim. Misi utama para Rasul yang diutus Tuhan ke dunia ini adalah untuk menanamkan kalimat tauhid, agar mereka menjadi pribadi yang tidak menuhankan selain Allah dan tidak mengabdikan diri mereka kepada thagut.
Sejatinya, mereka yang telah tertanam di dadanya kalimat tauhid, menjadi senjata yang ampuh dalam menegakkan keadilan. Ketaqwaan dan keimanan kepada Allah yang terpatri kokoh di dalam dada orang-orang yang beriman menjadi pondasi utama tegaknya keadilan.
Ada sebuah kisah tentang bagaimana Rasulullah saw. Menegakkan keadilan terhadap dirinya sendiri. Kisah seorang sahabat Nabi saw. Yang bernama Ukasyah bin Mihsan yang dido’akan Nabi masuk surga tanpa hisab.
Nabi Muhammad saw. Tatkala merasa ajalnya sudah dekat, beliau mengumpulkan para sahabat. Kemudian, beliau menyampaikan pidatonya, ‘’Sahabat-sahabatku sekalian! Ajalku mungkin sudah dekat, dan aku ingin menghadap Allah dalam keadaan suci bersih. Mungkin selama bergaul dengan Anda sekalian, ada yang pernah aku pinjam uangnya atau barangnya dan belum aku kembalikan atau belum aku bayar, sekarang ini juga aku minta ditagih. Mungkin ada di antara kalian yang pernah aku sakiti, sekarang ini juga aku minta dihukum qishash (hukuman balasan). Mungkin ada yang pernah aku singgung perasaannya, sekarang ini juga aku minta maaf.’’
Para sahabat terdiam, kondisi sangat hening, karena merasa tidak mungkin hal itu akan terjadi. Tapi, tiba-tiba seorang sahabat mengangkat tangan dan melaporkan satu peristiwa yang pernah menimpa dirinya, ‘’Ya Rasulullah! Saya pernah terkena tongkat komando Rasulullah saw. Pada saat Perang Badar. Ketika Rasulullah saw. Mengayunkan tongkat komandonya, kudaku menerjang ke depan dan aku terkena tongkat Rasulullah saw. Saya merasa sakit sekali, apakah hal ini ada qishash-nya?’’.
Nabi Muhammad saw. Menjawab, ‘’Ya, ini ada qishash-nya jika kamu merasa sakit.’’ Rasulullah saw. Pun menyuruh Hadhrat Bilal bin Rabbah ra. Mengambil tongkat komandonya yang disimpan di rumah Hadhrat Fatimah ra. Setelah Hadhrat Ali bin Abi Thalib tiba kembali membawa tongkat komando, Rasulullah saw. Menyerahkan kepada sahabatnya untuk melaksanakan qishash.
Seluruh sahabat yang hadir di majelis itu hening, apa kira-kira yang akan terjadi jika Rasulullah saw. Dipukul dengan tongkat itu. Di tengah keheningan itu, Hadhrat Ali bin Abi Thalib ra. Tampil ke depan: ‘’Ya Rasulullah! Biar kami saja yang dipukul oleh orang ini. Hadhrat Abu Bakar ra. Dan Umar bin Khattab ra. Juga ikut maju. Tetapi, Rasulullah saw. Memerintahkan, Hadhrat Ali, Hadhrat Abu Bakar, dan Hadhrat Umar agar mundur, sambil berkata: ‘’Saya yang berbuat, saya yang dihukum, demi keadilan’’.
Situasi tambah hening. Tetapi, di tengah-tengah keheningan itu tiba-tiba sahabat yang siap mengqishash itu berkata: ‘’Tapi di saat saya terkena tongkat komando, saya tidak pakai baju.’’ Mendengar itu Rasulullah saw. Langsung membuka bajunya di depan para sahabat. Kulit Rasulullah saw. Tampak bercahaya.
Menyaksikan hal ini, para sahabat tambah khawatir. Hadhrat Ali bin Abi Thalib ra. Tampil lagi ke depan memohon kepada Rasulullah saw. Agar dia saja yang di-qishash. Tapi, Rasulullah saw. Langsung memerintahkan Hadhrat Ali ra. Untuk mundur, karena hukuman itu harus dijalankan sendiri demi keadilan.
Tiba-tiba sahabat ini (Ukasyah) menjatuhkan tongkatnya langsung memeluk dan mencium Rasulullah saw. Dan berkata: Ya Rasulullah! Saya tidak bermaksud melaksanakan qishash, saya hanya ingin melihat kulit Rasulullah saw., menyentuh dan menciumnya. Sahabat-sahabat yang lain tersentak, gembira. Rasulullah saw. Lalu berkata: “Siapa yang ingin melihat ahli surga lihatlah orang ini.” [3]
Kisah ini dapat menjadi tauladan bagi kita semua, terkhusus kepada para pemimpin saat ini agar mencontoh keadilan yang telah dilakukan oleh Nabi. Saw. Beliau sangat menjunjung tinggi keadilan, kendati beliau sebagai seorang kepala negara, pemimpin umat Islam akan tetapi beliau memperkenankan rakyatnya untuk memberikan hukuman atas kezaliman yang pernah dilakukan.
Hukum seharusnya ditegakkan dengan penuh keadilan. Tidak tumpul ke atas tetapi tajam ke bawah. Seorang pemimpin sejatinya berani menegakkan keadilan kepada semua pihak tanpa memandang pangkat, jabatan, kekayaan, ras, suku, agama, baik dari partainya sendiri maupun orang-orang yang di luar partainya.
Keadilan menjadi subtansi dari hukum, hukum diterapkan untuk menciptakan kedamaian, melindungi manusia dan tidak dijadikan alat untuk menindas dan menghabisi musuh.
Referensi:
[1] QS. Sad 38: 26
[2] QS. Al-Ma’idah 5: 9
[3] https://analisadaily.com
Views: 56