
Amanah Bagi yang Berakal
Dalam kehidupan sehari-hari, kita sering dihadapkan pada situasi di mana kita harus menjalankan amanah dan membuat keputusan yang adil. Misalnya, seorang hakim yang memutuskan perkara antara dua pihak yang bersengketa, atau seorang pemimpin yang harus membagi sumber daya secara merata di antara rakyatnya.
Salah satu teladan mulia dari sahabat Hadhrat Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam adalah Abu Ubaidah bin Al-Jarrah ra. Beliau merupakan panglima perang terkemuka dan pernah menjabat sebagai gubernur di wilayah Syria. Suatu hari, seorang rakyat datang mengadu bahwa tanah miliknya telah diambil paksa oleh seorang pejabat tanpa izin.
Abu Ubaidah bin Al-Jarrah ra. mendengarkan pengaduan tersebut dan segera memanggil pejabat yang bersangkutan untuk memberikan klarifikasi. Setelah mendengar penjelasannya, beliau memutuskan bahwa pejabat itu harus mengembalikan tanah yang diambil secara tidak sah kepada pemiliknya. Keputusan ini menunjukkan bahwa Abu Ubaidah ra. adalah pemimpin yang adil dan tidak memihak, bahkan terhadap sesama pejabat. Beliau menjunjung tinggi keadilan dan memastikan hak rakyat ditegakkan [1].
Allah Ta‘ala memberikan petunjuk jelas mengenai amanah dan keadilan dalam Al-Qur’an: “Sungguh, Allah menyuruhmu menyampaikan amanat kepada yang berhak menerimanya, dan apabila kamu menetapkan hukum diantara manusia, hendaknya kamu menetapkannya dengan adil. Sungguh, Allah sebaik-baik yang memberi pengajaran kepadamu. Sungguh, Allah Maha Mendengar, Maha Melihat” [2].
Hadhrat Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam juga menekankan pentingnya amanah dan keadilan dalam kepemimpinan. Beliau bersabda: “Seorang pemimpin adalah pelindung dan ia akan diminta pertanggungjawaban tentang rakyatnya” [3]. Hadis ini mengajarkan bahwa kepemimpinan bukan hanya tentang kekuasaan, melainkan tanggung jawab besar untuk melindungi dan melayani rakyat secara adil.
Seorang muslim yang terpilih menjadi pemimpin hendaknya memperbaiki dirinya agar mampu menjalankan tugas secara amanah dan adil. Pertama, memahami tanggung jawab yang diemban dan berkomitmen untuk menegakkan keadilan. Kedua, memiliki ilmu dan kapasitas dalam membuat keputusan yang tepat. Ketiga, menjalankan tugas dengan transparansi dan akuntabilitas. Keempat, mau mendengarkan kebutuhan serta aspirasi rakyat.
Demikian pula dalam memilih seorang pemimpin, umat Islam harus memperhatikan beberapa kriteria penting. Pertama, integritas dan komitmen terhadap keadilan dan amanah. Kedua, kemampuan dan ilmu yang mencukupi untuk memimpin. Ketiga, kejujuran dan tanggung jawab dalam menjalankan tugas. Dengan memperhatikan hal-hal ini, umat dapat memilih pemimpin yang dipercaya dan mampu membawa kebaikan bagi masyarakat.
Dalam organisasi Jemaat Muslim Ahmadiyah, para pengurus dipilih langsung oleh anggota dan berperan sebagai pemimpin dalam menjalankan Nizham Jemaat. Sebagaimana diajarkan oleh Hadhrat Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, orang yang terbaik dan paling layak untuk suatu jabatan hendaknya dipilih dengan pertolongan doa.
Hudhur aba. bersabda bahwa setiap Ahmadi telah berjanji untuk hidup dalam ketakwaan dan mengutamakan agama di atas urusan duniawi. Janji ini berlaku lebih tegas bagi para pengurus Jemaat. Mereka harus menunaikan amanah dengan ketakwaan, menjalankan tugas yang dipercayakan kepada mereka dengan penuh kesungguhan. Hanya dengan menunaikan amanah inilah akan terwujud masyarakat Islam yang indah, tujuan yang menjadi misi pengutusan Masih Mau‘ud alaihis salam [4].
Referensi:
[1] Ibnu Katsir. Al-Bidayah wa An-Nihayah, Jilid 7, hlm. 115.
[2] Al-Qur’an. Surah An-Nisa’, 4:59.
[3] Al-Bukhari, Imam. Sahih al-Bukhari. Beirut: Dar Ihya al-Turath al-Arabi.
[4] Ringkasan Khotbah Jumat oleh Hadhrat Mirza Masroor Ahmad, Masjid Baitul Futuh, London, 18 Agustus 2023.
Views: 9