Berjuang untuk Sabar

Kesulitan-kesulitan serta kepahitan-kepahitan duniawi sangat banyak. Tidak pandang bulu, semua didatanginya. Sayangnya, tidak semua orang dapat melaluinya dengan mulus. Ibarat tanjakan dengan tikungan tajam, perlu keterampilan dan keberanian untuk menaklukkannya.

Hanya orang-orang yang menganggap bahwa dunia ini fana yang lulus melewati setiap rintangan. Seperti sebuah kisah yang dituturkan oleh Hadhrat Mirza Ghulam Ahmad a.s., kisah seorang faqir yang tidak memiliki pakaian kecuali sehelai kain yang menutupi auratnya tengah berjalan dengan hati yang senang dan ceria.

Seorang penunggang kuda bertanya kepadanya, “Wahai Tuan Saaei (panggilan bagi orang-orang darwis/faqir), mengapa Anda begitu gembira?”

“Apakah seseorang yang telah meraih cita-cita/tujuannya menjadi gembira atau tidak?” jawabnya balik bertanya.

“Bagaimana seluruh cita-cita/tujuan Anda telah terpenuhi?” tanya penunggang kuda penuh keheranan.

“Apabila keinginan-keinginan/tujuan kita telah terpenuhi,” jawab sang faqir.

Selanjutnya sabda Hadhrat Mirza Ghulam Ahmad a.s.:
Manusia hanya bisa gembira dengan dua cara. Pertama, dengan tercapai segala keinginan dan kedua dengan meninggalkan keinginan. Sebenarnya, kehidupan semua orang pahit kecuali dia yang terpisah dari kawasan tujuan duniawi. Itulah sebabnya cara termudah untuk mencapai kebahagiaan adalah dengan meninggalkan keinginan.

Dunia ini bagaikan enaknya menggaruk gatal. Pertama terasa nikmat tapi tatkala terus digaruk maka akan terluka dan akhirnya berdarah hingga menjadi borok dan bernanah sehingga menimbulkan rasa sakit.[1]

Kesulitan-kesulitan serta kepahitan-kepahitan duniawi merupakan sarana untuk meraih kesabaran. Sebagaimana sabda Yang Mulia Rasulullah Muhammad saw., “Siapa yang berlatih kesabaran maka Allah akan menyabarkannya. Dan tiada orang yang mendapat karunia (pemberian) Allah yang lebih baik atau lebih dari kesabaran.”[2]

Dunia ini merupakan ajang untuk meraih reward, kedekatan yang akan mengantarkan kita kepada ridha-Nya Allah Swt. Semua skenario dari jalan cerita yang Allah pilihkan untuk kita perankan adalah untuk kebaikan.

Tetapi tentu saja Allah memberikan kebebasan kepada makhluk-Nya untuk memilih. Itulah sebabnya mengapa salah satu nama Asmaul Husna adalah Ash Shabur, karena Allah Swt. akan sabar menghadapi segala penyimpangan kita.

Allah Swt. telah menyiapkan segala bentuk penghargaan sebagaimana tercantum dalam QS. Az-Zumar 39: 11, “Sesungguhnya orang-orang yang sabar akan dicukupkan ganjarannya dengan tanpa perhitungan.”

Selanjutnya tafsir dari ayat ini memperingatkan orang beriman bahwa mereka akan terpaksa melalui cobaan-cobaan dan kemalangan-kemalangan karena Allah. Apabila berhasil melaluinya maka mereka akan menerima ganjaran sepenuhnya dari Tuhan dengan berlimpah-limpah.[3]

Tak heran bila Hadhrat Abu Bakar Ash-Shiddiq r.a. bersabda bahwa, “Memang sulit untuk bersabar, tapi menyia-nyiakan pahala dari sebuah kesabaran itu jauh lebih buruk.”

Keimanan sejati terhadap Allah Swt. akan dapat melepaskan manusia dari kesulitan-kesulitan, karena Allah Swt. mendengarkan doa orang-orang yang menderita kepedihan. Syaratnya manusia tidak penat memanjatkan doa maka dia akan berhasil.

Jika penat dalam berdoa bukan saja kegagalan yang diterima tetapi iman pun akan rusak. Sebab akan muncul prasangka buruk terhadap Allah Swt. yang menggugurkan keimanan.

Sabar adalah suatu sikap menahan emosi dan keinginan, serta bertahan dalam situasi sulit dengan tidak mengeluh. Sabar merupakan kemampuan mengendalikan diri yang juga dipandang sebagai sikap yang mempunyai nilai tinggi dan mencerminkan kekokohan jiwa orang yang memilikinya.[4]

Segala sesuatu yang ada di dunia ini hanyalah amanah dari Allah Swt. Bila waktunya tiba, maka segala titipan-Nya harus dengan rela hati dikembalikan. Bila semua rasa memiliki apa yang bukan milik kita tidak ada, maka semua kepedihan duniawi akan sirna.

Kehidupan di dunia ini bagaikan perjalanan seorang musafir, hanya sebentar saja. Jadi tak layak bagi kita untuk bersedih serta menunda perjalanan. Sebaiknya terus berjalan untuk bisa sampai di tujuan yang Allah persiapkan.

Referensi
[1] Malfuzhaat, Additional Nazir Isyaat, London, 1984, jld. VII, p.21-23.
[2] Riyadus Shalihin, Bukhari-Muslim.
[3] Al-Qur’an, Terjemah dan Tafsir Singkat Ahmadiyah.
[4] Wikipedia.

Views: 105

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *