BERKAH DAN HIKMAH DIDALAM SUATU PERJALANAN
Dan pasti Kami akan menguji kamu dengan sedikit ketakutan, kelaparan, kekurangan dalam harta, jiwa dan buah-buahan; dan berilah kabar gembira kepada orang-orang yang sabar.” (QS. Al-Baqarah: 156)
Jamiah, itulah niat yang kuat bagi penulis untuk segera pergi ke Kampus Mubarak, Markaz, Parung, Bogor.
Penulis mempunyai seorang anak yang sedang menempuh pendidikan sebagai mahasiswa Jamiah.
Dikarenakan selama dua tahun pertama mengenyam pendidikan belum boleh liburan pulang kampung, maka penulis beserta putri bungsu, yang merupakan adik dari kakak Jamiah tersebut, berencana pergi ke Markaz, guna menemui anak pertama penulis.
Sampailah pada Jumat, pukul 11.00 WIB dan segera menyimpan travel bag di Guest House, yang dua hari sebelumnya sudah izin kepada salah satu pengurus Guest House, yang tak lain masih kerabat penulis.
Setelah bertemu dan berbincang selama beberapa menit bersama putra penulis yang di Jamiah, penulis pun bersiap untuk menunaikan kewajiban melaksanakan sholat Jumat di masjid Nasir, Markaz.
Bersama putri bungsu, kami pun melangkah ke masjid dan langsung menuju lantai ruang kaum ibu. Mendapat shaf pertama, kami melaksanakan sholat sunnah.
Selesai melaksanakan sholat Jumat, penulis pun bertemu berbagai tokoh penting dalam organisasi tertinggi Lajnah, yaitu Sadr Lajnah, juga beberapa anggota Pengurus Pusat Lajnah Imaillah (PPLI) lainnya.
Setelah bersalaman dan berbincang sejenak dengan para anggota PPLI, penulis pun kembali ke Guest House guna beristirahat sejenak untuk mengonsumsi makan siang yang telah disediakan oleh kru Guest House.
Esok harinya, pagi pukul 08.00 WIB, kami berkesempatan mengikuti sholat jenazah, untuk melepas kepergian bapak mubaligh senior, Tuan Mln. Ghulam Wahyuddin, yang tak lain adalah guru KPA penulis di zaman Sekolah Dasar.
Kenangan kuat terpatri atas sosok jenaka almarhum bapak mubaligh, yang menjadi guru KPA terfavorit saat itu, di Ikatan Saudara provinsi Lampung.
Bapak Amir Nasional yang memimpin sholat jenazah almarhum Mln. Ghulam Wahyuddin.
Selanjutnya pukul 08.30 WIB hingga pukul 11.00 WIB, penulis ikut serta dalam rapat online bersama Bapak Amir Nasional, membahas rencana berbagai kegiatan dalam menyongsong Jubilee atau Tasyakur 100 tahun Jemaat Ahmadiyah Indonesia, yang Insya Allah Ta’ala akan digelar pada Desember 2025 mendatang.
Selepas rapat bersama Bapak Amir Nasional, penulis diundang makan siang oleh salah satu istri mubaligh, yang mana pernah bersama-sama dalam satu daerah di Sumatera Barat.
Sambil menunggu makan siang, penulis duduk di kursi panjang samping masjid. Kemudian penulis mendapat telepon dari Ketua jemaat Samarang, yang menginfokan bahwa salah seorang anggota pengurus Lajnah dari jemaat Samarang, Siti Aisyah, dalam kondisi tidak sadarkan diri di ruang Intensive Care Unit (ICU), Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) dr. Slamet, Garut.
Bapak Ketua pun meminta penulis agar membawa pulang putra beliau (putra Siti Aisyah), yaitu ananda Majid, yang sedang menempuh pendidikan Tahfidz di Markaz.
Bapak Ketua berpesan agar ananda Majid hanya diberi tahu untuk ikut pulang bersama penulis tanpa memberitahukan kondisi ibundanya yang sedang koma.
Penulis pun membatalkan janji temu dengan redaksi Raja Pena, yang sebelumnya telah terjadwal. Pembatalan janji temu dikarenakan lebih memilih untuk segera pulang membawa serta ananda Majid dengan harapan bahwa ananda Majid bisa bertemu dan melihat ibundanya.
Setelah makan siang bersama, kami pun melaksanakan sholat zuhur jamak’ ashar berjamaah, di masjid An-Nasir, Markaz.
Lalu penulis segera bergegas mempersiapkan kepulangan kembali ke Samarang, Garut.
Di Guest House, setelah penulis packing, kemudian memohon izin kepada kru Guest House untuk membawa bekal nasi beserta lauk dan sayur, untuk makan malam nanti saat di perjalanan.
Setelah penulis menyiapkan bekal nya, lalu segera pamit kepada para kru Guest House, menghaturkan banyak terima kasih karena telah dilayani dengan sangat baik selama dua hari izin bermalam.
Kemudian penulis berpamitan kepada para anggota Markaz yang merupakan saudara-saudara rohani dan juga para mahasiswa Jamiah, serta mubaligh yang sedang berkhidmat di Markaz.
Setelah sesi foto bersama, penulis beserta putri bungsu dan ananda Majid, langsung naik mobil yang dipesan secara online, dengan tujuan Pool Bus Primajasa di Ciputat.
Suasana menjelang malam minggu, membuat ruas jalan dihadang kemacetan. Terlihat padat namun kami berdoa agar disehatkan, dilancarkan dan diselamatkan selama dalam perjalanan hingga sampai nanti di rumah.
Sepanjang jalan, penulis berpesan kepada putrinya dan ananda Majid agar senantiasa bershalawat dan beristighfar jika belum mengantuk.
Saat makan malam tiba, kami bertiga menyantap bekal yang tadi penulis siapkan.
Niat awal penulis datang ke Markaz guna temu kangen bersama sang putra di Jamiah, membawa berkah tersendiri bagi ananda Majid, yang mana bisa ikut serta pulang demi menemui sang ibunda.
Perjalanan lancar hingga sampailah kami di Tarogong, Garut.
Kami dijemput oleh Bapak Ketua dan istri (Ketua Lajnah Samarang). Beliau berdua menjemput kami menggunakan motor.
Setelah itu, Bapak Ketua langsung membawa Majid dengan mengendarai motornya menuju Rumah Sakit tempat dimana ibunda Majid dirawat secara intensif. Sementara penulis dan sang putri pulang bersama Ibu Ketua LI menggunakan mobil yang dipesan secara online menuju rumah penulis.
Pukul 23.54 WIB, penulis sampai di rumah. Alhamdulillah.
Esok harinya pukul 06.00 WIB, penulis mendapat kabar dari ibunda penulis bahwa; Ibu Siti Aisyah, meninggal dunia.
Innalillahi wa innailaihi rojiuun…
Keheningan langsung menyelimuti suasana pagi itu. Masih terasa jet-lag dengan perjalanan semalam yang kurang tidur, penulis pun bersiap menjadi Tim Pemulasaraan jenazah almarhumah Siti Aisyah.
“Yaitu orang-orang yang apabila ditimpa suatu musibah, mereka berkata: ”Sesungguhnya kami kepunyaan Allah dan sungguh kepada-Nya kami kembali.” (QS. Al-Baqarah: 157).
Selesai prosesi pemulasaraan jenazah, kami pun menunggu proses eksisi kornea mata almarhumah, yang akan didonorkan.
Alhamdulillah proses eksisi berjalan lancar dan cepat. Setelah serah terima kornea mata dari pihak keluarga kepada petugas, kami pun bergegas menuju pemakaman.
Proses pemakaman Ibu Siti Aisyah pun berjalan lancar dan cepat, dengan doa bersama yang dipimpin oleh Mubaligh Daerah Jawa Barat 6, Mln. Rahmat Aziz.
Dalam kisah ini, dapat diambil hikmah bahwa setiap perjalanan bagaimanapun matangnya rencana yang dibuat oleh manusia, namun tetap saja bahwa Allah Ta’ala lah yang menjadi perencana terbaiknya.
Dalam Al-Qur’an difirmankan,
Dan mereka, membuat rencana dan Allah pun membuat rencana; dan Allah sebaik-baik Pembuat rencana.” (QS. Ali ‘Imran: 55).
Satu rencana yang telah terjadwal oleh penulis, harus batal karena ada rencana yang lebih besar dari sang sutradara kehidupan, yakni Allah Taala. Masya Allah.
Lagi dan lagi penulis ditampakkan bahwa Allah Ta’ala itu ada, walau tidak berwujud. Peristiwa demi peristiwa mengingatkan kita untuk senantiasa merenungi, mengingat akan kebesaran dan kasih sayang yang begitu besar dari Allah Ta’ala kepada hamba-Nya yang sangat lemah ini.
Kebersyukuran lagi-lagi terucap oleh penulis.
Rencana awal penulis yang akan kembali pulang pada Minggu, dipercepat jadwalnya menjadi Sabtu karena kondisi yang harus segera membawa pulang ananda Majid.
Kedatangan penulis ke Markaz dengan tujuan bertemu putranya telah terpenuhi, silaturahim pun Alhamdulillah terjalin dengan sangat baik, hanya saja penulis membatalkan janji temu dengan salah satu tim redaksi media Raja Pena.
Namun saat dalam perjalanan di bus, penulis mendapat kabar gembira bahwa reward dari Raja Pena telah sampai kepada putra penulis yang berada di Jamiah.
Dua naskah artikel penulis yang telah tayang di Raja Pena, mendapat reward dari media online tersebut. Alhamdulillah.
Kisah ini memiliki makna bahwa keluasan kesabaran haruslah dimiliki oleh orang-orang mukmin, dan Insya Allah mendapatkan reward dari Allah Ta’ala yang luar biasa, sebagaimana tertulis dalam firman Allah Ta’ala dalam kalam-Nya:
“Mereka inilah yang dianugerahi berkat dan rahmat dari Tuhan mereka dan merekalah yang mendapat petunjuk.” (QS. Al-Baqarah: 158).
Almarhumah Siti Aisyah, kami mengenal beliau sebagai sosok yang sangat lembut keibuan, sosok penyabar, tidak banyak bicara dan selalu tersenyum ramah.
Siti Aisyah meninggalkan suami serta tiga buah hati, yaitu Rahman (siswa SMU Plus Al-Wahid), Majid (siswa Tahfidz-Markaz) dan Syafik (masih duduk di kelas 1 Sekolah Dasar).
Siti Aisyah merupakan anggota Musiah dengan nomor Al-Wasiyat 66217 dan juga sebagai salah satu pengurus lajnah di cabang. Jabatan terakhir di kepengurusan Lajnah Samarang yaitu sebagai sekretaris Tajnid.
Semoga segala amal ibadah almarhumah Siti Aisyah mendapat ridho Allah Ta’ala dan beliau ditempatkan di tempat terbaik disisi-Nya, serta keluarga yang ditinggalkan diberi keluasan kesabaran dalam menghadapi ujian ini. Aamiin Allahumma Aamiin.
Bila pengalaman positif mengandung berkah, maka pengalaman negatif pun mengandung hikmah.
Views: 14
