
Bila Setiap Perbuatan Manusia Selaras dengan Kehendak Tuhan
Dikisahkan bahwa Nabi Ayub a.s. adalah seseorang yang diberikan banyak nikmat oleh Allah SWT. Anaknya berjumlah 12, harta kekayaan melimpah, banyak ternak, memiliki istri cantik dan soleha. Semua nikmat yang diberikan tidak membuat beliau sombong, namun nikmat itu untuk membantu orang lain.
Ketika umur beliau 51 tahun, cobaan mulai datang dari Allah Ta’ala. Kulit beliau terkena penyakit yang menyebabkan keluarnya nanah dari kepala hingga kakinya, rambut rontok dan penyakitnya itu menular. Hari kedua, tiba-tiba atap rumah Nabi Ayub a.s. runtuh dan menimpa semua anak Nabi Ayub hingga semua meninggal. Hari ketiga Allah mendatangkan hama dan badai sehingga semua ternak mati begitupun kebunnya hancur.
Hanya dalam waktu 3 hari, Nabi Ayub yang sebelumnya memiliki banyak kenikmatan, seketika hidupnya berubah 180 derajat. Bahkan beliau harus pindah di pinggiran negeri yang jauh karena orang-orang takut dengan penyakit yang dideritanya. Sebuah riwayat menyatakan bahwa nabi Ayub mengalami cobaan di atas selama 18 tahun. Namun luar biasanya selama itu juga Nabi Ayub tidak pernah mengeluh. Dia terus bersyukur, bersabar dan meningkatkan ibadah pada Allah.
Suatu hari istri beliau berkata, “Wahai Nabi Allah, sudah 18 tahun engkau tidak berdakwah, bagaimana jika engkau memohon kepada Allah agar disembuhkan dari penyakit ini?” Nabi Ayub bertanya balik kepada istrinya, “Istriku, berapa lama dulu kita dalam kenikmatan?” “20 tahun,” jawab istrinya. Nabi Ayub menyampaikan, “Aku masih malu untuk meminta pada Allah.”
Jawaban Nabi Ayub a.s. ini menunjukkan keimanan yang luar biasa. Beliau selalu mengikatkan diri dengan Allah Ta’ala, sehingga perbuatannya selaras dengan kehendak-Nya. Seperti sebuah nasehat “Tatkala manusia bersih dari gejolak gejolak nafsu serta meninggalkan egoisme lalu berjalan di dalam kehendak Tuhan, maka tidak ada perbuatan yang tidak benar. Bahkan setiap perbuatan selaras dengan kehendak Tuhan.” (Hadhrat Masih Mau’ud a.s.).
Tidak dapat dipungkiri bahwa terkadang dimana saja orang-orang mengalami cobaan, perbuatan mereka tidak selaras dengan kehendak Allah SWT. Mereka berjalan dengan dorongan nafsu mereka. Hal ini akan membawa kerugian. Mereka merasa tidak puas dengan suatu keadaan atau suatu adegan dalam episode kehidupan ini, bahkan sering mempertanyakan keadilan sang Ilahi.
Apakah kita lantas akan menjauh dari kehendak Tuhan? Bukankah Allah SWT. sebagai sang sutradara mempunyai kuasa penuh atas adegan hamba-Nya dalam episode kehidupan ini? Namun sebagai sang pemain kita diberikan pilihan peran seperti apa yang akan kita mainkan.
Kisah Nabi Ayub a.s. dalam menghadapi suatu cobaan patut dijadikan teladan. Bahkan Allah SWT. berfirman, “Sesungguhnya kami dapati dia (Ayub) seorang yang sabar. Dialah sebaik baik hamba, sungguh Dia sangat taat.” (Q.S Shad: 44). Setelah 20 tahun cobaan, Allah pun membalas kesabaran beliau dengan kesembuhan beliau, kekayaan beliau menjadi dua kali lipat dan setiap tahun istri beliau melahirkan anak kembar sehingga berjumlah 24 anak laki-laki.
Seandainya seseorang selalu merujuk pada kitab Allah hal ini sudah pasti akan mengambil jalan keluar sesuai ridho dan kehendak Nya. Dalam segala keadaan dan kondisi apapun hendaknya kita dapat menahan hawa nafsu yang dapat menggelincirkan kita untuk menjauh pada Tuhan. Ingatlah bahwa bumi tidak akan dapat membinasakanmu sedikitpun andaikata hubunganmu dengan langit terjalin erat.
“Lihatlah betapa tingginya kemulian seorang Mutaki serta betapa tingginya derajat yang dimiliki. Seseorang yang memiliki kedekatan sedemikian rupa di sisi Tuhan, maka betapa Tuhan itu akan menjadi pendukung dan penolong baginya.” (Malfuzhat Jild 1 hlm. 14-15)
Visits: 244
Pertolongan datang di saat yang tepat, terkadang berada diujung kesabaran kita-untuk menguji kesetiaan.