
Buah Manis dari Penyerahan Diri kepada Allah
Sebuah kisah menakjubkan pernah diceritakan oleh seorang dokter dari Arab Saudi:
Saya telah melakukan operasi kepada seorang anak bayi yang belum genap berumur dua tahun. Dua jam setelah operasi, anak ini mengalami pendarahan yang cukup hebat pada saluran pernapasannya disebabkan oleh adanya luka pada urat nadi yang menuju saluran ini. Kejadian ini tidak ada kaitannya secara langsung dengan operasi yang baru saja dilakukan.
Akibatnya, anak itu mengalami sesak nafas yang memicu kegagalan jantung. Jantungnya berhenti bekerja selama empat puluh lima menit. Setelah itu alhamdulillah jantungnya kembali bekerja. Biasanya dalam kondisi seperti ini kemungkinan terjadinya kematian otak sangat tinggi sekali.
Ketika kejadian ini kami jelaskan kepada ibunya, sang ibu tidak berkata-kata apa-apa kecuali hanya mengucapkan, “Hasbiyallahu wa ni’mal wakil” (Cukuplah Allah untukku, dan ia sebaik-sebaik Pelindung). Ya Allah sembuhkan lah ia jika kesembuhan adalah yang terbaik untuknya.” Kemudian ia pergi menengok anaknya seraya membaca Al-Qur`an dari mushaf kecil yang berada di tangannya.
Dua minggu kemudian, terlihat bahwa organ otak anak tersebut sama sekali tidak terpengaruh oleh kejadian itu. Dua hari berikutnya, anak itu mengalami pendarahan serupa, dan tiap kali kondisinya kelihatan membaik ia mengalami pendarahan lagi, akan tetapi ibunya tidak mengucap selain “Hasbiyallahu wa ni’mal wakil” (Cukuplah Allah untukku, dan ia sebaik-sebaik Pelindung).”
Dokter sepesialis THT (Telinga Hidung Tenggorokan) berhasil mengatasi masalah pendarahan di saluran pernafasan anak tersebut, sehingga kondisi kesehatan anak itu menunjukkan kemajuan secara perlahan. Akan tetapi, tiba-tiba ia terkena kebocoran otak yang hampir merenggut nyawanya. Ibunya selalu mengulang-ulang doa, “Hasbiyallahu wa ni’mal wakil” (Cukuplah Allah untukku, dan ia sebaik-sebaik Pelindung).”
Sang ibu tetap setia membacakan Al-Qur`an dari mushaf kecil yang berwarna biru kepada anaknya.
Setelah para dokter berhasil mengatasi kebocoran di otaknya, anak itu mengalami keracunan di seluruh tubuhnya dibarengi dengan kegagalan ginjal sehingga kondisinya sangat mengkhawatirkan sekali. Sementara itu, ibunya selalu melantunkan bacaan “Hasbiyallahu wa ni’mal wakil (Cukuplah Allah untukku, dan ia sebaik-sebaik Pelindung).” Ibu itu juga selalu berdoa, “Ya Allah, sembuhklanlah anakku jika kesembuhan adalah yang terbaik untuknya.”
Setelah kondisi keracunan dan kegagalan ginjal membaik sedikit demi sedikit, ternyata anak itu mengalami radang selaput pembungkus jantung dan sekitar tulang rongga dada. Kondisi yang dialami anak itu mengharuskan adanya operasi baru membuka rongga dadanya untuk mengatasi radang tersebut.
Enam bulan setelah terbaring di ruang pemulihan, anak itu dipindahkan ke bagian bedah jantung khusus anak. Anak itu tiba di bagian operasi dalam kondisi yang mengenaskan. Tidak bisa melihat, tidak bisa mendengar, dan tidak bisa berjalan, dengan dada terbuka. Akan tetapi ibunya terlihat sangat tegar dengan penuh harap kepada Allah Ta’ala. Setiap dokter yang datang akan melihat ibu tersebut berada di sisi anaknya dengan membaca Al-Qur`an dari mushaf kecil berwarna biru yang selalu melekat di tangannya.
Tiga bulan telah berlalu, anak itu keluar dari bagian bedah jantung khusus anak dengan kondisi bisa melihat, bisa berbicara, bisa mendengar dan berjalan sendiri seakan-akan tidak pernah terjadi apa-apa atas dirinya. Semua ini berkat karunia dari Allah Ta’ala, di samping ketegaran ibunya dalam berharap kepada Allah Ta’ala, yang selalu beritsighatsah dan meminta pertolongan kepada Yang Maha Perkasa, Yang Maha Pengasih, Yang Maha Penyayang dan Maha Penyembuh.
Satu setengah tahun kemudian, di rumah sakit ini saya melihat wanita tersebut menggendong bayi mungil, dan dia ditemani oleh suaminya. Di sisi mereka ada anak kecil yang dahulu pernah berjuang melawan berbagai penyakit di rumah sakit ini yang sekarang ia dalam keadaan yang baik. Setelah bertanya kepada mereka, saya baru mengetahui bahwa anak yang pernah sakit tersebut terlahir setelah sang ibu mengalami kemandulan selama lima belas tahun, anak itu adalah anak pertamanya. (Dr. dr. Khalid bin Abdul Aziz Al-Jabir dalam bukunya Musyahadat Thabîb Qashash Waqi’iyah)
Alangkah hebatnya hati ibu ini! Setelah ia bersabar selama lima belas tahun akhirnya ia mendapatkan seorang anak, tetapi kegembiraannya sempat terampas saat anaknya mengalami sekian banyak penyakit. Walaupun begitu ia tetap bersabar dan berharap kepada Allah Ta’ala dan Allah tunjukkan kuasa-Nya.
Sejatinya manusia memang tidak akan pernah tahu apa yang akan Allah SWT rencanakan untuk kehidupannya. Karena ketidaktahuannya inilah, tak heran bila ketika peristiwa buruk menimpa, terkadang kita melupakan yang namanya kesabaran dan kepasrahan diri pada Allah. Padahal dalam Al-Qur’an, Allah Swt. berfirman, “Barangsiapa berserah diri kepada Allah dan ia orang yang berbuat baik, maka baginya ada ganjaran di sisi Tuhannya, tidak ada ketakutan atas mereka dan tidak pula mereka akan bersedih.”(QS.Al-Baqarah 2:113)
Ayat ini menegaskan bahwa kita harus memasrahkan diri saat musibah datang menerpa, bersabar ketika kenestapaan terjadi dalam hidup, dan mensyukuri setiap episode kehidupan yang telah Allah Ta’ala takdirkan untuk kita. Jika itu dilakukan maka telah Allah janjikan ganjaran terbaik dari-Nya.
Hal ini juga di jelaskan oleh Hadhrat Mirza Ghulam Ahmad a.s., pendiri Jemaah Muslim Ahmadiyah. Beliau bersabda:
Orang-orang telah lalai dan melupakan Allah Ta’ala. Mereka tenggelam dalam kegembiraan. Namun, orang-orang yang telah menemukan Allah, mereka senantiasa siaga menghadapi kehidupan pahit. Timbulnya musibah adalah penting. Sunnah Allah tidak pernah dapat dirubah. Setiap orang hendaknya berdoa kepada Allah dan menyibukkan diri dalam memanjatkan istighfar. Dan leburkanlah kehendak kalian ke dalam keridhaan Allah Ta’ala.
Barangsiapa yang sejak sebelumnya telah mengambil keputusan demikian, maka dia tidak akan tergelincir. Sejak mula pahamilah bahwa sedikit pun tidak ada hubungan kalian dengan harta, anak keturunan, istri, dan saudara-saudara. Semua itu adalah amanah dari Allah. Selama amanah itu ada, maka hargailah, hormatilah dan khidmatilah. Ketika Allah mengambil kembali amanah-Nya, maka janganlah berduka.(Malfuzat, Add.Nashir Isyaat, London, 1984, Jld. 10, h 89-90/MI 14.09.2000)
Maka patutlah kita tanamkan dalam diri ketika dihadapkan dengan persoalan hidup dan menyadari keterbatasan kita, kita harus memasrahkan diri kepada Allah. Dan meyakini bahwa Allah yang memiliki kekuatan tak terbatas, Allah pula yang lebih mengetahui segala sesuatunya. Oleh karena itu, percaya penuh kepada Allah Ta’ala dapat menghilangkan kecemasan dan kegelisahan. Sebaliknya ketika kebahagiaan datang, janganlah terlalu berbangga diri. Maka ketika kebahagiaan itu lenyap, kita pun tidak terlalu gelisah dan bersedih hati.
Visits: 138