Diam itu emas dan perkataan baik adalah berlian
Diriwayatkan pada suatu malam yang hening di kota Madinah, para sahabat duduk mengelilingi Hadhrat Rasulullah saw mereka mendengarkan dengan penuh perhatian setiap kata yang di ucapkannya seakan takut kehilangan satu katapun.
Diantara para sahabat, tampak seorang lelaki yang sangat tenang, wajahnya teduh janggutnya rapi dan matanya memancarkan keteduhan, dialah Hadhrat Abu Bakar As Siddiq ra. Seorang sahabat nabi yang paling dekat dengan beliau saw, orang pertama yang membenarkan kenabian Hadhrat Rasulullah saw.
Namun dibalik kelembutan dan keteguhannya dalam membela Islam Hadhrat Abu Bakar ra, beliau merasa cemas pada satu hal yang sering luput dari perhatian banyak orang yaitu lisannya sendiri.
Pada suatu hari Abdullah bin Mas’ud menyaksikan pemandangan yang mengejutkan ia melihat Hadhrat Abu Bakar sedang memegang lidahnya sendiri dengan jarinya,wajahnya tampak murung seolah sedang menegur dirinya sendiri, lalu Abdullah pun bertanya heran “Wahai Hadhrat Abu Bakar mengapa anda melakukan itu ?”
Lalu Hadhrat Abu Bakar pun menjawab dengan sangat pelan “Lidah inilah yang sering menyeret kepada kebinasaan”. Dengan penuh kesadaran, Hadhrat Abu Bakar ra mengakui betapa beratnya tanggung jawab atas setiap kata yang keluar dari mulut. Meskipun orang-orang mengenalnya sebagai pribadi yang jujur, ia tetap merasa takut jika lidahnya berbohong, menyakiti hati orang lain atau bahkan merusak amal yang telah beliau lakukan.
Karena beliau selalu ingat akan sabda dari Hadhrat Rasulullah saw “Barangsiapa yang beriman kepada Allah dan hari akhir, maka hendaklah ia berkata yang baik atau diam.”
(HR. Bukhari dan Muslim). (1).
Dari kisah Hadhrat Abu Bakar As Siddiq ra tersebut, kita dapat mengambil sebuah pelajaran bahwa menjaga lisan bukanlah perkara yang sepele. Bahkan, sosok Hadhrat Abu Bakar pun merasa khawatir jika lidahnya dapat menjerumuskannya.
Begitupun kita sebagai makhluk yang lemah harus dapat menahan diri dari amarah, merenung sebelum berbicara dan berkata sesuatu yang benar-benar membawa manfaat dan tidak menyinggung atau menyakiti hati orang lain.
Dalam ajaran Islam, diam adalah suatu kebajikan yang dianjurkan. Diam disaat tidak ada hal baik untuk diucapkan sebagai wujud kebijaksanaan, pengendalian diri serta untuk menghindari dosa lisan (seperti fitnah dan ghibah).
Diam adalah salah satu ciri orang yang bijaksana dan beriman seperti yang dicontohkan oleh seorang Khalifah Hadhrat Umar bin Khattab ra, beliau pun bersabda:
“Aku tidak pernah sekalipun menyesali diamku, tetapi aku berkali-kali menyesali bicaraku.”
(Umar bin Khattab).(2).
Makna perkataan dari Hadhrat Umar bin Khattab ra tersebut, bahwa diam lebih aman daripada berbicara karena ucapan yang sembrono dapat menimbulkan penyesalan.
Sedangkan diam itu sendiri jarang menimbulkan penyesalan.
Pada intinya kita sudah seyogyanya dapat berhati-hati dalam berbicara, hendaklah memilih kata-kata dengan bijak dan lebih memilih diam daripada mengucapkan kata-kata yang tidak perlu untuk di ucapkan dan bisa menyakiti hati orang lain.
Tidak perlu mencampuri urusan orang lain yang bukan hak kita serta tidak boleh berbicara berlebihan mengenai hal-hal yang tidak perlu agar lisan kita tetap terjaga.
Di era modern saat ini, terutama di media sosial kita sering jumpai banyak orang mudah sekali melontarkan kata-kata tanpa pertimbangan maka kita sebagai seorang muslim harus dapat menjaga lisan kita karena ada pepatah mengatakan “Mulut mu harimau mu”
Perkataan yang keluar dari mulut bisa sangat berbahaya dan merugikan diri sendiri jika tidak dijaga.
Oleh karena itu marilah kita jaga lisan kita karena dengan menjaganya akan timbul ketenangan batin. Menghindari dosa dan konflik serta akan tercipta hubungan yang harmonis dengan orang lain.
Semoga Allah SWT menjadikan kita termasuk golongan orang-orang yang selamat karena lisannya. Dan apapun perkataan yang keluar dari mulut kita semoga menjadi suatu kebaikan dan dapat bermanfaat bagi diri sendiri maupun orang lain karena sejatinya setiap amal baik dan buruk akan dimintai pertanggungjawabannya di akhirat kelak.
Referensi:
(1). https// www surau.co
(2). Umar bin khattab
Views: 29
