
GALAU BERLEBIHAN TERHADAP URUSAN DUNIA
Ada cerita dari sebuah keluarga muda yang baru saja menapaki kehidupan berumah tangga dimana di awal kehidupan baru mereka, mereka tidak begitu berambisi mengejar kehidupan dunia. Mereka berkomitmen bisa selalu berkumpul bersama di rumah pulang lebih awal bisa menghabiskan waktu bersama setiap hari.
Namun seiring waktu berjalan, hadirlah anak-anak dalam rumah tangga mereka. Dari situlah muncul kegelisahan-kegelisahan mulai dari biaya kebutuhan anak hingga biaya untuk pendidikan dan juga masa depan anaknya.
Munculnya kegelisahan itu mendorong mereka bekerja tanpa mengenal waktu, bahkan mengambil jam tambahan yang menyebabkan mereka harus terpaksa pulang larut malam. Sehingga mereka tak pernah melihat wajah ceria anak-anak mereka karena ketika berangkat bekerja anaknya masih tertidur dan ketika pulang anaknya pun sudah tidur.
Dan pada akhirnya anak-anaknya pun tak mengenal orang tuanya, mereka hidup seperti orang lain. Di situlah puncak penyesalan mereka yang terlampau gelisah dengan urusan dunia.
Kegelisahan, gundah gulana, dan ketakutan-ketakutan itu muncul seolah kita tidak memiliki Allah Ta’ala yang Maha Mencukupi semua kebutuhan hamba-Nya. Padahal Allah Ta’ala menciptakan makhluknya, pasti Dia telah menyediakan pula segala sarana penunjang kehidupannya. Dan tanpa diminta pun itu akan dianugerahkan oleh-Nya.
Kita cenderung mencemaskan apa yang belum kita jalani, bukan menyerahkan semuanya kepada Allah Ta’ala. Justru kita berdiam diri, dihantui ketakutan dan kegelisahan, apakah bisa memenuhi semua kebutuhan duniawi kita.
Orang-orang shalih adalah orang-orang yang zuhud terhadap dunia tidak menjadikan dunia ini sebagai tujuan hidup mereka. Mereka menganggap dunia ini ibarat menaiki sebuah kapal yang singgah di sebuah pelabuhan yang bersandar hanya sementara waktu kemudian akan pergi kembali berlabuh dan singgah lagi di pelabuhan yang lainnya, demikian seterusnya.
Berbeda halnya dengan orang-orang yang penuh ambisi dengan urusan dunia. Mereka terbuai dengan segala kemewahan dunia sehingga lupa kepada akhirat. Mereka sibuk mencari dunia sehingga berupaya sekuat tenaga guna mencapai maksud dan keinginannya tanpa batas waktu.
Rasulullah SAW dan para sahabat beliau adalah tauladan utama bagaimana kezuhudan dalam urusan dunia. Tidak ada kerisauan, kecemasan atau gelisah dengan remeh temeh dunia. Justru yang mereka senantiasa khawatirkan itu apakah apa yang mereka lakukan di dunia ini menarik Ridha Allah Ta’ala.
Salah seorang sahabat yang dijuluki Zunurain, Hadhrat Ustman bin Affan ra. mengutarakan sebuah nasehat berkenaan dengan urusan dunia. Beliau bersabda, “Risau terhadap dunia adalah kegelapan bagi hati,sedangkan risau terhadap akhirat adalah cahaya bagi hati.”
Kecenderungan pikiran dan hati yang selalu gelisah dengan urusan dunia memang nyatanya membuat hati menjadi jauh dari mengingat akhirat. Yang ada dalam pikiran hanya bagaimana nafsu memiliki segala kemewahan dan kenikmatan dunia yang tiada habis-habisnya sehingga menjauhkan manusia pada ketakwaan kepada Allah Ta’ala.
Para pencari dunia hanya mengenal dunia semata tanpa ada keinginan untuk mau mendekatkan diri pada Sang Pencipta dunia ini. Lupa akan hakikat penciptaan dan juga tujuan hidup sebenarnya didunia ini. Gambaran ini telah difirmankan oleh Allah Ta’ala, “Mereka hanya mengetahui yang lahir saja dari kehidupan dunia; sedang mereka tentang (kehidupan) akhirat adalah lalai.” (Q.S Ar-ruum: 8)
Betapa meruginya kita bila hidup yang hanya sesaat ini hanya digunakan untuk merisaukan kehidupan dunia. Karena dunia ibarat hanya setetes air di ujung jari yang tidak akan pernah bisa memuaskan dahaga kita.
Dari Anas ra. disebutkan Rasulullah SAW bersabda : “Orang yang risau terhadap akhirat akan Allah beri kekayaan dalam qalbunya, akan Allah kumpulkan kemuliaan pada dirinya serta dunia akan mendatanginya tanpa disangka-sangka. Sementara orang yang risau terhadap dunia, Allah akan berikan kemiskinan dalam pandangannya, Allah lucuti kemuliaannya dan dunia akan mendatanginya sesuai dengan ukuran yang telah ditetapkan. Di waktu petang, ia merasa fakir, di waktu pagi juga demikian. Tidaklah seorang hamba mendatangi Allah disertai qalbunya, kaum mu’min mengasihi dan menyayanginya. Selain itu, Allah sangat cepat dalam memberikan kebaikan untuknya.” (HR. Tarmidzi)
Views: 470