
Hidup Tenang dengan Kejujuran: Warisan Nabi untuk Umat
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), jujur dikatakan sebagai suatu perilaku tidak curang atau mengikuti aturan yang berlaku. Oleh sebab itu, sikap jujur selalu identik dengan sikap baik. Mengapa kejujuran penting dalam kehidupan sehari-hari? Karena jujur dapat:
1. Membangun kepercayaan
2. Menciptakan lingkungan yang positif
3. Memperkuat integritas
4. Memfasilitasi penyelesaian masalah
5. Meningkatkan kesehatan mental
Hadhrat Rasulullah saw. dikenal sebagai pribadi yang jujur dan amanah. Salah satu kisah yang terkenal adalah ketika beliau menjadi pedagang dan diberi gelar Al-Amīn (yang terpercaya) oleh masyarakat Mekah karena kejujurannya dalam berbisnis. Beliau selalu berkata benar dan memenuhi janji, bahkan kepada orang-orang yang tidak seiman. Hadhrat Rasulullah saw. juga mengajarkan umatnya untuk selalu berkata jujur, bahkan dalam situasi sulit sekalipun.
Beliau saw. bersabda, “Hendaklah kalian selalu berlaku jujur, karena kejujuran membawa kepada kebaikan, dan kebaikan mengantarkan seseorang ke Surga. Dan apabila seseorang selalu berlaku jujur dan tetap memilih jujur, maka akan dicatat di sisi Allah sebagai orang yang jujur. Dan jauhilah oleh kalian berbuat dusta, karena dusta membawa seseorang kepada kejahatan, dan kejahatan mengantarkan seseorang ke Neraka. Dan jika seseorang senantiasa berdusta dan memilih kedustaan maka akan dicatat di sisi Allah sebagai pendusta.” [1]
Akan tetapi, kejujuran menjadi amat sulit dilakukan oleh umat manusia pada masa ini, karena dunia seakan dijadikan tempat tinggal selamanya. Pejabat pemerintah yang menjadi wakil rakyat seharusnya bisa menjadi contoh dalam menjalankan tugas dengan penuh amanah. Akan tetapi, banyak sekali pelanggaran yang dilakukan, hingga masuk ke ranah hukum untuk menyelesaikan persoalan yang dihadapi. Hal ini membuat rakyat merasa tidak percaya lagi untuk memilih wakilnya yang benar-benar jujur dalam menjalankan tugas.
Hadhrat Khalifatul Masih Al-Khamis pada khutbah Jum’at menyampaikan: “Pada masa kerajaan Makkah Abu Sofyan mengatakan bahwa jika beliau dan yang lainnya sudah jujur, maka mereka sudah akan ada bersama Rasulullah dan pengikutnya, yang mereka paksa untuk meninggalkan Mekkah sebagai penggenapan usaha-usaha untuk memusnahkan Rasul dan pengikutnya. Dia mengatakan hanya Rasulullah saw. yang selalu berkata jujur dan benar, pernyataan beliau tentang hanya ada Allah yang Maha Esa juga suatu kebenaran sehingga akhirnya Abu Sofyan menerima Islam. Itulah contoh-contoh kebenaran dan kejujuran di mana dunia jadi saksi ketika musuh-musuh yang keras sekalipun memuji kejujuran Rasulullah saw.” [2]
Jemaat Ahmadiyah hadir di tengah-tengah masyarakat untuk melanjutkan perjuangan Hadhrat Rasulullah saw. dalam menanamkan juga membawa buruk nama Islam. Jika berbohong, baik dalam urusan agama maupun lainnya, maka keberkahan itu akan berkurang.
Kejujuran harus ditanamkan mulai dari keluarga sendiri. Apabila orang tua sudah melakukan kesalahan, insya Allah anak-anak akan bersikap jujur, hidup yang kita rasakan akan menjadi lebih tenang, selalu dipercaya banyak orang, dan terhindar dari masalah.
“Love for All, Hatred for None”
Mengajarkan kita untuk selalu mengutamakan kasih sayang dan kejujuran kepada semua orang tanpa melihat status sosial, agama, bahasa, atau kebudayaannya.
Referensi:
[1] Al-Bukhari, Imam & Muslim, Imam. Sahih al-Bukhari No. 6094 & Sahih Muslim No. 2607. Beirut: Dar Ihya al-Turath al-Arabi.
[2] Khotbah Jumat Sayyidina Amirul Mu’minin Hadhrat Mirza Masroor Ahmad Khalifatul Masih al-Khaamis ayyadahullaahu Ta’ala binashrihil ‘aziiz Tanggal 9 September 2011 di Masjid Baitul Futuh, UK.
Visits: 49