JADILAH PEMAAF

Seorang siswa SMP di Gresik merokok di dalam kelas dan menantang gurunya, Nur Khalim. Setelah ditegur, beliau diperlakukan secara tidak hormat. Pak Nur Khalim, seorang guru honorer dengan gaji Rp450 ribu per bulan, memilih untuk tidak membalas dengan kemarahan. Beliau menahan diri dan tetap bersikap tenang, mencerminkan akhlak mulia yang diajarkan dalam Islam.

Setelah kejadian tersebut, siswa yang bersangkutan, didampingi oleh orang tuanya, meminta maaf kepada Pak Nur Khalim. Dalam momen haru, siswa itu mencium kaki gurunya sebagai tanda penyesalan. Pak Nur Khalim menerima permintaan maaf tersebut dengan lapang dada, dan berkata, “Saya maafkan dengan sepenuh hati.” [1]

Dari kisah ini, kita dapat mengambil pelajaran bahwa memaafkan adalah kekuatan, bukan kelemahan, dan bahwa kita harus senantiasa mengajak kepada kebaikan.

Sebagaimana Allah SWT berfirman:

“Hai Nabi! Jadilah engkau pemaaf, dan suruhlah orang berbuat amal yang baik dan berpalinglah dari orang-orang bodoh.” [2]

Ayat ini merupakan salah satu prinsip agung dalam interaksi sosial yang diajarkan oleh Islam. Tiga pesan utama yang terkandung di dalamnya adalah:

1. Jadilah pemaaf, terbuka hatinya terhadap kesalahan orang lain.

2. Ajaklah manusia kepada kebajikan

3. Berpalinglah dari orang-orang bodoh, yaitu mereka yang berkata atau berbuat tidak sopan.

Ayat ini ditujukan langsung kepada Nabi Muhammad saw., namun menjadi teladan bagi seluruh umat Islam dalam bersikap menghadapi masyarakat.

Sikap memaafkan dan tidak membalas keburukan dengan keburukan merupakan akhlak utama Nabi Muhammad saw. Dalam hadis riwayat Bukhari dan Muslim disebutkan:

“Bukanlah orang yang kuat itu yang menang dalam bergulat, tetapi orang yang kuat adalah yang mampu mengendalikan dirinya ketika marah.” [3]

Demikian pula, Rasulullah saw. bersabda:

“Barang siapa yang memaafkan ketika ia mampu membalas, maka Allah akan meninggikannya derajat.” [4]

Di era media sosial dan pergaulan terbuka saat ini, banyak orang bersikap kasar, menyebar kebencian, atau berkata seenaknya. Sebagai Muslim, kita diajarkan untuk tidak membalas dengan hal serupa. Sebaliknya, kita dianjurkan untuk memaafkan walau disakiti, menyebarkan kebaikan dan tutur kata yang santun, serta tidak meladeni provokasi atau kebodohan.

Etika bermedia sosial adalah bagian dari cermin keimanan dan akhlak kita. Jadilah pengguna media sosial yang:

1. Santun dalam berkomentar

2. Bijak dalam membagikan

3. Tidak menyebar kebencian

4. Mampu berpaling dari kebodohan

Media sosial bisa menjadi ladang pahala jika digunakan untuk menyebarkan nasihat, inspirasi, motivasi, dan ajaran agama. Kita dapat membagikan hadis atau ayat Al-Qur’an dengan caption yang bijak, serta membantu menyebarkan informasi positif, bukan gosip.

Dengan begitu, kita bukan hanya menjaga diri, tetapi juga menjadi contoh akhlak mulia dalam masyarakat. Semoga kita semua dapat saling memaafkan dan menyebarkan kebaikan. Aamiin.

 

Referensi:

[1]https://jatim.antaranews.com/berita/275502/sempat-viral-siswa-persekusi-guru-di-gresik-minta-maaf

[2] Al-Qur’an Surat Al-A‘raf ayat 200

[3] HR. Bukhari No. 6114, Muslim No. 2609

[4] HR. Baihaqi

Visits: 61

Hanifah Taheratun Nisa

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *