JALAN HIDUP BUKAN BALAPAN : BELAJAR SYUKUR DAN TAWAKAL
Hidup adalah perjalanan panjang yang dipenuhi oleh warna, tantangan, nikmat, dan cobaan. Hidup bukan sebuah ajang perlombaan yang harus dimenangkan dengan terburu-buru karena setiap orang memiliki jalan hidupnya masing-masing, doa yang dikabulkan dengan ketetapan-Nya sendiri, serta ujian sesuai porsinya masing-masing. Ada yang merasa harus cepat lulus kuliah, cepat menikah, cepat punya rumah, atau cepat sukses dan mapan secara finansial.
Di media sosial, kita sering melihat berbagai pencapaian orang lain, lalu membandingkannya dengan keadaan sendiri. Menyebabkan kita seringkali merasa tertinggal dengan yang lain. Kita melihat orang lain sudah menikah, sudah memiliki calon pendamping hidup, sudah mapan, sudah sukses, sudah ini dan sudah itu sementara kita masih berjuang di titik yang terasa jauh. Pertanyaan demi pertanyaan pun muncul dalam diri,
“Mengapa aku tertinggal? Mengapa orang lain lebih cepat dariku? Apakah karena usahaku kurang?”
Padahal, hakikatnya hidup tidaklah seperti lomba lari dengan garis ‘finish’ yang sama untuk semua orang (kecuali kematian). Allah Ta’ala menciptakan manusia dengan takdir, ujian, dan waktu terbaiknya masing-masing sesuai dengan porsinya. Allah Ta’ala berfirman,
“Dan tiadalah kehidupan dunia ini melainkan kesenangan yang memperdaya”
(Q.S Al-Hadid, 57:21)
Ayat ini menegaskan bahwa kehidupan dunia hanyalah kesenangan sementara yang bisa menipu hati. Seringkali ukuran keberhasilan kita salah arah, karena hanya diukur dari seberapa cepat kita mencapai tujuan duniawi. Padahal, keberhasilan sejati adalah bagaimana kita menjalani hidup dengan syukur, ikhlas, dan lapang terhadap takdir Allah.
Rasa tertinggal biasanya hadir karena kita terbiasa membandingkan diri dengan orang lain. Kita menilai langkah kita dengan standar manusia, bukan standar Allah Ta’ala. Hadhrat Rasulullah saw. Pernah memberi nasehat yang indah agar kita tidak salah dalam melihat hidup ini. Beliau bersabda,
“Lihatlah kepada orang yang berada dibawahmu, dan janganlah melihat kepada orang diatasmu. Karena hal itu lebih pantas, agar kamu tidak meremehkan nikmat Allah kepadamu.”
(HR Bukhari & Muslim)
Hadist ini adalah kunci ketenangan hati. Membandingkan diri keatas akan merasa hati resah dan merasa kurang, sementara melihat ke bawah akan menumbuhkan rasa syukur dan membuat kita sadar bahwa nikmat kasih Allah Ta’ala itu luas tak terbatas. Allah Ta’ala pun telah menegaskan ukuran mulia disisi-Nya bukanlah seberapa cepat atau banyaknya pencapaian kita, melainkan ketakwaan.
“Sesungguhnya orang yang paling mulia di antara kamu di sisi Allah ialah orang yang paling bertakwa.”
(QS. Al-Hujurat, 49:14)
Dengan demikian, orang yang terlihat “tertinggal” dalam pandangan manusia, bisa jadi justru “mendahului” dalam pandangan Allah karena ketakwaan dan pengabdiannya. Hadhrat Masih Mau’ud as. pernah bersabda bahwa inti dari kehidupan bukanlah kebanggaan dunia, melainkan sejauh mana seorang hamba mendekat kepada Allah Ta’ala. Hadhrat Khalifatul Masih V atba. juga sering mengingatkan agar jangan terjebak pada ukuran dunia yang menilai keberhasilan hanya dari harta, jabatan, atau kecepatan meraih sesuatu. Allah memandang amal, keikhlasan, dan ketakwaan hamba-Nya, bukan sekadar pencapaian lahiriah.
Karena itu, jangan resah bila perjalanan hidup kita tidak sama dengan orang lain. Ada yang cepat menikah tapi diuji dengan rumah tangga yang goyah, ada yang lambat mapan tapi diberi ketenangan jiwa, ada pula yang tampak sederhana tapi Allah berikan iman yang kokoh. Setiap orang punya jalan dan ujiannya masing-masing.
Kunci agar hati tetap tenang adalah dengan menjaga syukur, sabar, dan tawakal. Bersyukur atas nikmat yang ada, bahkan sekecil apapun, karena kesehatan, kesempatan, keluarga, dan iman adalah karunia yang luar biasa. Bersabar dalam ujian, karena Allah telah berfirman:
“Allah tidak membebani seseorang melainkan sesuai dengan kesanggupannya.”
(QS. Al-Baqarah, 2:287)
Maka setiap ujian sudah diukur sesuai dengan kemampuan kita. Dan bertawakal kepada Allah, sebab manusia hanya berusaha, tetapi Allah yang menentukan hasil dengan waktu terbaik-Nya.
Hidup bukanlah balapan. Tidak ada yang paling cepat, paling lambat, atau paling tertinggal. Yang ada hanyalah jalan hidup yang unik untuk setiap hamba. Karena itu, jangan biarkan perasaan tertinggal membuat kita lalai dari syukur dan semangat memperbaiki diri. Hadhrat Rasulullah saw. pernah bersabda,
“Sebaik-baik manusia adalah yang paling bermanfaat bagi orang lain.”
(HR. Thabrani)
Maka, keberhasilan sejati bukan diukur dari siapa yang lebih dulu sampai pada tujuan duniawi, melainkan siapa yang paling bermanfaat, paling ikhlas, dan paling dekat dengan Allah Ta’ala. Semoga Allah Ta’ala senantiasa memberikan kita kekuatan untuk menjalani hidup dengan sabar, syukur, dan tawakal, menjauhkan kita dari rasa iri hati, dan kedengkian akan hidup orang lain serta melapangkan dada agar ridho atas takdir-Nya yang penuh hikmah. Aamiin Allahumma Aamiin.
Views: 12
