
JANGAN MEMBUAT KEPUTUSAN SAAT MARAH ATAUPUN BAHAGIA
Berbagai tuntutan duniawi saat ini memaksa kita untuk terus bekerja ekstra cepat demi memenuhi apa yang kita inginkan dan ingin kita capai. Tuntutan seperti inilah yang seringkali membuat seseorang menjadi lebih cepat marah dan emosi.
Dalam hal pengambilan keputusan, jangan pernah sekalipun kita melakukannya saat sedang marah. Karena, saat seseorang sedang marah otomatis kepala dan hati sedang panas, tak bisa berpikir jernih. Yang dikedepankan tak lebih hanyalah emosi. Maka keputusan yang diambil pada waktu marah, biasanya adalah keputusan yang tidak tepat. Karena terlampau tergesa-gesa, hingga seringkali menimbulkan sesal di akhir.
Marah merupakan emosi negatif yang dapat menurunkan kemampuan fungsi otak juga dapat mempengaruhi mental yang ada dalam diri kita. Dalam sebuah hadits dikatakan, “Jangan pernah membuat keputusan dalam kemarahan dan jangan pernah membuat janji dalam kebahagiaan.” (Hadhrat Ali bin Abi Thalib ra.)
Ada sebuah kisah yang dapat menjadi contoh bagaimana penyesalan datang akibat pengambilan keputusan saat marah.
Genghis Khan adalah seorang raja Mongolia yang gemar berperang. Suatu saat dia sedang berburu ditemani seekor burung elang peliharaannya. Rupanya hari itu ia sedang sial, sehingga hasil buruannya sangat mengecewakan. Karena lelah dan haus ia mencari air untuk diminum, dilihatnya ada batu yang meneteskan air.
Maka Genghis Khan menadahkan gelasnya untuk dipenuhi dengan air itu, saat sudah penuh ia berniat meminumnya, namun tiba-tiba sang elang secara sengaja menyenggol gelasnya sehingga airnya tumpah. Genghis Khan yang sedang kehausan sangat marah, lalu menghunus pedangnya dan dibunuhlah elang itu.
Karena kehausan maka Genghis Khan memanjat untuk menemukan sumber air dan ternyata ditemukan sebuah kolam yang terdapat bangkai ular berbisa. Barulah Genghis Khan menyadari bahwa sang elang telah menyelamatkannya. Genghis Khan menyesal telah membunuh elangnya, maka ia menyadari bahwa pada saat sedang marah tidak boleh mengambil keputusan.
Dalam sebuah hadits yang diriwayatkan dari Abu Hurairah r.a., seorang sahabat pernah meminta nasihat kepada Rasulullah SAW. “Berilah saya nasihat wahai Rasulullah,” ujarnya. “La taghdab (jangan engkau marah),” jawab Rasulullah singkat. Lelaki itu kembali mengulang pertanyaannya, tapi jawaban Rasulullah tetap saja sama baginya. (HR Bukhari)
Dalam hadits ini seolah Rasulullah SAW. mengingatkan kita bahwa jangan sampai seseorang menumpahkan kemarahannya, sehingga itu dapat membutakan hatinya. Ketika seorang ingin marah, ketika itulah ia harus bisa menguasai dirinya. Sehingga rasa marah tidak mempengaruhinya untuk bisa berpikir, berucap, dan mengambil keputusan dengan baik dan hati yang jernih.
Untuk itu maka dianjurkan kepada seseorang yang sedang diselimuti amarah, hendaklah menenangkan dirinya terlebih dahulu sebelum bertindak atau berucap.
Dalam sebuah hadis riwayat Ahmad, Rasulullah SAW. bersabda, “Apabila salah seorang dari kalian marah dalam keadaan berdiri maka hendaknya dia duduk. Kalau marahnya belum juga hilang maka hendaknya dia berbaring.”
Sebegitu bahayanya akibat dari rasa amarah yang tidak terkendali, juga rasa penyesalan yang didapat akibat mengambil keputusan dalam kondisi marah. Begitu juga sebaliknya, kita dianjurkan untuk tidak berjanji dalam kondisi bahagia. Semua orang akan cenderung berkata yang baik-baik bahkan manis ketika sedang bahagia namun belum tentu itu benar adanya. Karena itu janji yang dikatakan ketika hati bahagia lebih cenderung tidak akan ditepati.
Berjanjilah bukan karena sedang bahagia. Berjanjilah memang benar-benar dari lubuk hati yang terdalam. Seseorang yang berjanji haruslah karena hati dan pikirannya telah berjanji pada dirinya sendiri bahwa janji itu akan ditepati. Janji bukan hanya sebatas janji tanpa arti, setelah berjanji maka haruslah ditepati.
Views: 10612
Jazakumullah Bu Mega atas wejangannya.
mantap bu Mega
Syukron Bu, terima kasih sudah berbagi semoga sukses sehat selalu 🤲