Kasih Sayang Tuhan Melingkupi Semesta, Tapi Mengapa Manusia Membuat Sekat?
Kasih sayang Tuhan tidak pernah membedakan suku, ras, atau agama. Namun, kadang manusia justru membangun dinding yang memisahkan.
Beberapa tahun lalu, sebuah kisah sederhana di sebuah sekolah dasar membuka mata saya tentang betapa pentingnya menanamkan cinta dan toleransi sejak dini.
“Jangan dekat dan bermain sama Key! Dia bukan orang Islam!”
Kalimat tersebut terlontar dari bibir mungil seorang anak kelas 3 SD kepada teman-temannya.
Salah satu orang tua murid menceritakan pengalaman anaknya yang berbeda kelas. Menurut pengakuan sang anak, saat di dalam kelas sebelum bel berbunyi, temannya mengucapkan kalimat yang mengiris hati tersebut.
Keesokan harinya, Key enggan berangkat sekolah karena takut tidak ada yang mau menemaninya. Setelah dibujuk, ia akhirnya bersedia pergi.
Sesampainya di sekolah, mama Key langsung menanyakan kepada teman yang melarang anaknya bermain dengan Key: “Kenapa?” Temannya menjawab polos, “Iya, soalnya kata Umi aku, jangan berteman sama yang beda agama. Key kan agamanya Kristen!”
Sebagai sesama orang tua, saya menyarankan mama Key untuk membicarakan hal ini kepada wali kelas, bahkan kepada orang tua si anak jika perlu. Jangan anggap remeh ‘masalah kecil’ seperti ini. Jika dibiarkan hingga dewasa, kelak bisa tumbuh menjadi kebencian terhadap perbedaan keyakinan. Padahal, anak kelas 3 SD sudah belajar PPKn sejak kelas 1; seharusnya mereka paham tentang nilai toleransi dan kasih sayang.
Sebagai seorang Muslim, saya juga meminta maaf dan menjelaskan bahwa ini bukan ajaran Islam sejati. Tidak semua Muslim berpandangan sempit seperti itu. Obrolan kami terhenti ketika anak-anak keluar kelas.
Kisah Key adalah tamparan bagi kita tentang kekeliruan mengajarkan arti Islam. Islam dengan penuh rahmatNya, seharusnya ditanamkan kemanusiaan dan kasih sayang. Namun, siapa yang sebenarnya berkata? Bocah itu, atau lingkungan yang membentuknya?
Kisah ini membuka luka lama, menunjukkan betapa mudahnya kebencian menular ke pikiran polos jika lingkungan diam saja.
Larangan berteman dengan non-Muslim tidak ada dalam Islam, selama tidak mengganggu akidah. Rasulullah SAW bersabda:
“Barangsiapa menyakiti non-Muslim yang hidup damai dengan kaum Muslimin, ia menyakiti aku.” HR. Tabrani
Hadhrat Masih Mau’ud pun menasihatkan:
“Tunjukkan belas kasih kepada sesama hamba-Nya. Janganlah berbuat aniaya, baik dengan mulut, tangan, maupun cara lain.” (1)
Islam sejati adalah cinta tanpa syarat. Kita harus saling mencintai tanpa sekat agama, sebab kasih sayang Tuhan melingkupi semesta.
Hazrat Mirza Nasir Ahmad ra, berpesan dalam pidatonya:
“Islam mengajarkan hidup saling mencintai dan kasih sayang… Tidak ada perbedaan antara seorang Muslim dan non-Muslim. Pesan saya kepada semua orang adalah Anda harus memiliki ‘Love for All, Hatred for None. (2)
Cintai semua, jangan benci siapapun. Dengan cinta dan kebaikan, kita bisa pulihkan dunia dimulai dari halaman sekolah Key. Dunia akan menjadi tempat yang damai untuk semua.
Referensi
(1) HR. Tabrani
(2) Hadhrat Mirza Ghulam Ahmada.s. Bahtera Nuh, Neratja Press
(3) Pidato Khalifatul Masih III rh., 9 Oktober 1980
Views: 259
