Keadaan Tak Harus Membuat Kita Menyerah, Teruslah Melangkah

Kaya dan miskin bukanlah merupakan suatu ukuran. Sekiranya manusia dapat memandang tanpa melihat status keadaan antara yang kaya dan yang miskin. Tentunya kemampuan manusia akan sangat bernilai harganya.

Dan hanya kepada Allah-lah kita pantas untuk meminta dan memohon. Sehingga keadaan apapun yang sedang kita alami, selayaknya tak menjatuhkan mental kita dan tetap melayangkan harapan untuk kemajuan kita pribadi.

Teringat pada satu kisah, pada zaman dahulu di mesjid Nabawi. Di kala itu, ada seorang yang mulia yang sedang mengajarkan ilmu hadits kepada murid-muridnya. Orang mulia itu dikenal sebagai alim ulama terkenal di masa itu, dan orang-orang dari berbagai penjuru datang kepada beliau untuk belajar hadits.

Ketika murid-muridnya sedang belajar dan mendengarkan keterangan dari gurunya, ada seorang anak laki-laki yang miskin masuk kedalam mesjid dengan pakaian yang sangat sederhana, dia tidak memiliki alat-alat untuk menulis. Namun kelihatan dari mukanya, dia seorang anak yang baik.

Setelah masuk ke dalam mesjid, dia duduk di dekat anak-anak yang sedang belajar ilmu hadist. Semua murid mempunyai alat-alat tulis, sehingga apa saja yang diterangkan oleh guru mereka, mereka mencatatnya.

Anak laki-laki itu duduk dan mendengarkan apa yang diterangkan oleh guru mereka, dia mengambil sebuah lidi yang ada di lantai mesjid, lalu dibasahi dengan ludahnya dan menulis di telapak tangannya, meniru anak-anak lain yang sedang menulis di atas papan.

Ketika pelajaran sudah selesai dan anak-anak sudah pulang ke rumah masing-masing, Sang guru memanggil anak tersebut dan mengatakan, “Anakku ketika saya sedang mengajar, mengapa kamu membasahi lidi dengan ludah dan menuliskan di telapak tangan?”

Anak tersebut menjawab dengan sopan, “Yang Mulia, dengan cara yang saya lakukan, saya tidak bermaksud untuk menghinakan hadist-hadist, tetapi saya menulis semua yang diajarkan oleh yang mulia.”

“Kalau begitu kemari dan perlihatkan telapak tangamu,” kata guru. Anak tersebut mengatakan, “Yang Mulia, ludah saya sudah mengering dan bekasnya pun sudah hilang.”

Guru pun bertanya, “Lalu kenapa kamu menulis dengan ludah? Orang pun tahu bahwa jika kita menulis dengan ludah itu akan cepat kering dan tidak akan terlihat lagi.”

Anak itu lalu menjawab, “Yang Mulia, saya berbuat demikian agar semua pelajaran yang saya tulis itu tidak terlupakan, dan dengan karunia Allah SWT, apa saja yang telah diajarkan yang mulia, semuanya saya ingat dengan baik, dan kalau yang mulia ingin saya menerangkan kembali apa yang mulia ajarkan, saya dapat menerangkan semua.”

Lalu sang guru pun berkata, “Baik, tolong terangkan sekarang.” Lalu anak itu menerangkan semua apa yang diajarkan oleh guru tersebut dengan baik dan benar dan tidak ada yang salah. 

Guru itu pun memeluknya dengan penuh kasih sayang dan mengatakan, “Wahai anakku, datanglah setiap hari untuk belajar disini, saya yakin engkau akan menjadi seorang ulama besar di masa yang akan datang.”

Apa yang dikatakan oleh guru itu terbukti benar. Pencari ilmu yang miskin tersebut, di kemudian hari menjadi ulama besar yang dihormati, bernama Hadhrat Imam Syafi’i yang dikenal di seluruh dunia.

Masyaallah! Dari kisah di atas kita dapat mengambil pelajaran bahwa janganlah kita menilai orang lain dari segi keadaan, sebab Allah yang Maha Memberkati. Entah itu kaya atau miskin, tetaplah berbuat baik, melakukan yang terbaik untuk menuju yang lebih baik.

Brian Tracy mengatakan, “Tidaklah penting dari mana Anda berasal, yang penting adalah kemana Anda akan melangkah.”

Manusia dibekali akal dan pikiran yang mampu membawa kepada suatu keberhasilan baik secara jasmani maupun rohani, jika diiringi dengan ketakwaan kepada Allah SWT.

 

Views: 162

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *