
Kebodohan Bisa Membunuhmu
Ketika sedang berada dalam perjalanan, Jabir bin Abdullah melihat sekelompok orang sedang berkerumun. Salah seorang dari mereka terkena batu di kepalanya hingga retak. Entah apa penyebabnya. Di malam harinya, pria naas ini mimpi basah (ihtilam).
Keesokan harinya dia bertanya kepada teman-temannya, apakah ada keringanan baginya untuk bertayamum? “Tidak kami dapati bagimu keringanan (rukhshah), sedangkan kamu masih mampu menggunakan air,” jawab teman-temannya sekenanya. Dengan polos, pria malang itu pun mandi yang kemudian, akibat lukanya yang teramat parah, menyebabkan kematiannya.
Sepulang dari perjalanan itu, Jabir bin Abdullah pun mengadukan kejadian tragis itu kepada Nabi Muhammad saw. Sontak Nabi berkata, “Mereka telah membunuhnya. Tidakkah mereka bertanya jika mereka tidak tahu? Sesungguhnya obat dari kebodohan adalah bertanya. Sebenarnya dia cukup bertayamum dan atau membalut lukanya dengan kain perban, lalu mengusap di atasnya, dan membasuh anggota badannya yang lain.” (HR. Abu Daud)
Kisah tadi mengingatkan kita untuk selalu berhati-hati bila tidak tahu ilmunya. Jangan sampai, hanya karena ketidaktahuan menyebabkan penderitaan. Itulah sebabnya Baginda Rasulullah Muhammad saw. sangat menganjurkan untuk menuntut ilmu. Karena manusia dilahirkan dengan segala ketidak-mampuan sebagaimana tercantum dalam Al-Qur’an, “Allah telah mengeluarkanmu dari perut ibumu dalam keadaan kamu tidak mengetahui apapun dan Dia memberimu telinga, mata dan hati supaya kamu bersyukur.” ( QS. An-Nahl 16: 79)
Kemampuan mendengar, melihat dan memahami telah disebut dalam urutan yang tepat untuk manusia memperoleh ilmu. Seperti halnya bayi yang baru lahir mempergunakan daya pendengaran, kemudian kemampuan melihat berkembang hingga akhirnya daya memahami menjadi matang paling akhir. Allah Swt. menyebutkan supaya bersyukur karena ketiga kemampuan tersebut merupakan nikmat yang Allah Swt. berikan kepada hamba-Nya.
Bila tidak tahu ada baiknya bertanya. Tentunya bertanya harus pada orang yang tepat. Seperti halnya kita berobat dari suatu penyakit, maka dokterlah yang dicari. Begitu pula bila masalah agama, yang dicari adalah orang yang ahli di dalamnya. Jangan sampai salah bertanya, seperti ketika terjadi salah diagnosa maka penyakit yang ingin diobati tidak akan sembuh. Sama halnya dengan urusan agama, bila perkara ditanyakan kepada orang yang salah maka jawabannya akan asal-asalan seperti kisah di atas.
Pesan Allah swt. bila kita tidak mengetahui adalah bertanya pada ahli zikir, “…maka tanyakanlah kepada ahli zikir itu, jika kamu tidak mengetahui” (QS. An-Nahl 16 : 44). Ayat ini jelas menjadi acuan bagi kita untuk selalu mengingat dan melakukannya bila kita tidak mengetahui suatu perkara. Jangan sampai ‘Malu bertanya jadinya sesat di jalan’. Gara-gara ketidaktahuan serta menganggap sepele berakhir tragis.
Akhirnya belajar menuntut ilmu menjadi satu sarana untuk terlepas dari kebodohan. Niatkan diri untuk belajar agar terhindar dari kebodohan. Lalu setelah menjadi ahli ilmu, amalkan ilmunya pada yang membutuhkan agar orang lain juga terbebas dari kebodohan. Betapa Junjungan kita Nabi Muhammad saw. begitu menekankan pada masalah menuntut ilmu. “Tuntutlah ilmu dari buaian sampai ke liang lahat” lalu “Carilah ilmu walau sampai ke negeri Cina” tentunya menjadi pemantik semangat bagi siapapun yang ingin mencari ilmu agar terbebas dari kebodohan. Pada dasarnya ilmu apapun akhirnya akan menuntun manusia menemukan Tuhannya.
Tuntutlah ilmu dan bertanyalah pada ahlinya agar mendapatkan jalan untuk membebaskan diri dan orang lain dari bahaya kebodohan. Jangan berpuas diri dengan segala ilmu yang dimiliki bila di sekitar kita masih banyak yang tuna. Jihad dengan ilmu menjadi satu bagian penting dalam agama agar umat mendapatkan pencerahan dari setiap kegelapan.
Visits: 131