Kekuatan Lemah Lembut untuk Menciptakan Perubahan

Seorang pria paruh baya menatap sendu setiap gerak tubuh putri kecilnya yang kini telah tumbuh menjadi wanita dewasa. Wanita cantik itu dengan gesit mengerjakan semua pekerjaannya sendiri. 

Sepulang dari kantor, ia segera menjemput anaknya dari tempat les, merapikan rumah, memeriksa buku-buku sekolah anaknya,  merapikan mainan, memasukkan pakaian kotor ke dalam mesin cuci, hingga menyiapkan makanan dan teh hangat untuk sang ayah. Juga untuk suaminya yang dengan santai duduk di depan televisi sambil berkata dengan sedikit berteriak, “Jangan sampai lupa mencuci kemeja putih yang baru aku pakai tadi!”

Ada rasa bangga namun sekaligus sesak tak tertahan menghimpit dada tua sang Ayah. Namun ia hanya bisa menatap seraya menarik napas dalam. 

Sore ini dia harus pulang. Putrinya menyodorkan selembar tiket dan menyampaikan permohonan maaf dengan sangat santun, “Ayah, Anaa mohon maaf karena tidak bisa mengantar Ayah ke Bandara. Anaa ada rapat dengan klien sore ini, tapi Anaa sudah meminta pada suami Anaa untuk bisa mengantarkan Ayah. Sampaikan peluk hangat Anaa untuk ibu. Ayah jangan sedih, ya. Ayah tidak kecewa, kan?” tanya putrinya penuh kelembutan, bulir bening hampir menetes dari kelopak matanya karena tak bisa menemani kepulangan sang ayah. 

“Maafkan Ayah ya, sayang…” Akhirnya kalimat itu terlontar dari bibir sang Ayah sambil memeluk erat putrinya. Sang putri tampak bingung atas sikap ayahnya, namun kebingungan itu terkalahkan oleh panggilan dari gawai yang harus segera ia jawab. 

Pria tua itu pun berpamitan pulang ditemani menantunya menuju bandara. Sebelum berangkat tak lupa ia menitipkan sesuatu kepada menantunya agar nanti titipan itu bisa dinikmati oleh sang menantu bersama anak istri. Putri dan cucu tercintanya. 

Selepas menikmati makan malam, mereka membuka bingkisan dari sang ayah, ada sekotak coklat kesukaan sang putri dan sepucuk surat kecil di atasnya.

“Putri kecilku, kamu sudah dewasa sekarang. Dulu kamu bermain di rumah, sekarang kamu sibuk mengurusi semua pekerjaan rumah tangga dan pekerjaan kantormu sendirian.  Ayah bangga, namun sekaligus ayah juga ingin menyampaikan permohonan maaf. Maaf karena kamu harus melakukan semuanya seorang diri. Maaf karena Ayah tak pernah menghentikanmu saat kamu kelelahan merapikan rumah.

Ayah tidak sanggup mengatakan bahwa semua itu bukanlah pekerjaanmu sendiri, Nak. Melainkan juga pekerjaan suamimu. Tapi bagaimana Ayah dapat mengatakan itu, ketika Ayah selama ini juga tak pernah membantu pekerjaan ibumu? Selama ini Ayah kerap berbicara kasar dan memerintah ibumu sesuka hati. Ibumu tak pernah membantah, dengan lemah lembut ia mencoba memberi Ayah pemahaman. Ayah sadar apa yang kamu lihat selama ini, itulah yang kamu pelajari dari kami. 

Suamimu mungkin belajar hal yang sama dari ayahnya. Sehingga saat kamu sibuk dan lelah mengerjakan semua tugas rumah tangga, dia tidak ambil peduli dan malah dengan santai menonton televisi sambil memintamu melakukan ini dan itu. Ayah memohon maaf atas nama ayahnya. Mohon maaf juga atas nama setiap ayah yang telah memberikan contoh yang salah. Tetapi Ayah bersyukur dan merasa belum terlalu terlambat. 

Kesabaran dan kelemahlembutan ibumu dalam mendidikmu agar tak pernah berkata kasar pada Ayah dan tidak menentang Ayah, kini membuat Ayah tersadar akan kesalahan atas sikap keras dan kata-kata Ayah yang kasar. Ayah akan memperbaiki semuanya. Ayah akan berusaha  membantu ibumu di setiap pekerjaannya. 

Walaupun hanya sekedar mencuci pakaian atau membereskan rumah, atau setidaknya tidak lagi memerintah dan menyalahkannya dengan kata-kata kasar. Melihat keadaanmu, Ayah sadar bahwa selama ini sikap Ayah yang keras dan kasar adalah kesalahan besar. Sekarang semua harus menjadi benar, dengan kesabaran dan kelembutan seperti yang selama ini ibumu ajarkan.”

Bulir bening mengambang di kelopak mata putri tercintanya, dalam dekapan sang suami yang masih diam terpaku. Hati mereka dipenuhi rasa bersyukur dengan kehadiran sang ayah dan pelajaran berharga dari kesabaran serta kelembutan sang ibu. Sejak saat itu istana kecil mereka diwarnai keharmonisan yang hangat dan perubahan sikap suami yang lebih baik dan penuh pengertian. 

Kisah ini menggambarkan demikian besar kelemah lembutan sikap dan kata-kata dapat mengubah seseorang. Sebagaimana Imam Al Ghazali berpesan, “Kata-kata lembut melunakkan hati yang lebih keras dari batu, kata-kata kasar mengeraskan hati yang lebih lembut dari sutra.”

Dari kisah ini kita juga belajar bahwa rumah tangga adalah istana kecil dalam membangun karakter generasi di masa depan. Maka jagalah hati istri sebagai ratu dari istana itu, dengan penuh kelemahlembutan baik dalam kata-kata maupun tindakan. 

Sebagaimana Rasulullah SAW menyampaikan: 

“Orang mukmin yang paling sempurna imannya adalah yang paling baik akhlaknya dan sebaik-sebaik kamu adalah orang yang paling baik kepada istrinya” [HR. At-Tirmidzi, 3/466;  Ahmad, 2/250 dan Ibnu Hibban, 9/483. Hadits dinyatakan shahih oleh Imam at-Tirmidzi, Ibnu Hibban dan Syaikh al-Albani]

Perlakuan yang baik dan perkataan lemah lembut terhadap istri memiliki pengaruh besar dalam rumah tangga dan tumbuh kembang anak. Ketika jiwa dan hati seorang istri dipenuhi dengan kasih sayang dan kelembutan, maka dapat dipastikan hati anak-anak yang secara fitratnya dipenuhi kebaikan dapat tumbuh dan berkembang dengan kelemahan lembutan tanpa ternodai oleh sikap kasar dan kekerasan, hingga tercipta generasi penerus terbaik bagi masa depan.

Visits: 692

Aisyah Begum

1 thought on “Kekuatan Lemah Lembut untuk Menciptakan Perubahan

  1. Masya Allah Bu Aisyah tulisannya. Bersyukur dan berbahagialah istri yang suaminya masih bisa membantu pekerjaan istrinya..

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *