Kesia-siaan Mengejar Fatamorgana Kehidupan Dunia

Allah Ta’ala telah menciptakan dunia dan seisinya adalah untuk manusia, sebagai sarana menuju akhirat. Allah Ta’ala juga telah menjadikan dunia pula sebagai tempat ujian bagi manusia, untuk mengetahui siapa yang paling baik amalannya. Allah Ta’ala juga mengingatkan perlunya manusia untuk menjalani kehidupan dunia ini dengan sebaik-baiknya, untuk kepentingan kehidupan manusia dan keturunannya.

Pada saat yang sama Allah Ta’ala juga menegaskan perlunya selalu berbuat baik kepada orang lain, dan tidak berbuat kerusakan di muka bumi. Ajaran Islam juga tidak memandang baik terhadap orang yang hanya mengutamakan urusan dunia saja, tapi urusan akhirat dilupakan.

Sebaliknya ajaran Islam juga tidak mengajarkan umat manusia untuk fokus hanya pada urusan akhirat saja sehingga melupakan kehidupan dunia. Dunia adalah sarana yang akan mengantarkan ke akhirat. 

Banyak orang terpedaya dengan keindahan dunia, sehingga melupakan amal untuk akhirat. Padahal sesungguhnya dunia itu sangat kecil dibandingkan akhirat. Sesuai firman Allah Ta’ala dalam QS At-Taubah ayat 38  yang artinya:

“Hai orang-orang yang beriman, apakah sebabnya bila dikatakan kepadamu, “Berangkatlah (untuk berperang) di jalan Allah Ta’ala kamu merasa berat dan ingin tinggal di tempatmu? Apakah kamu puas dengan kehidupan di dunia sebagai ganti kehidupan di akhirat? Padahal kenikmatan hidup di dunia ini (dibandingkan dengan kehidupan) di akhirat hanyalah sedikit.””

Secara fitrah manusia mencintai dunia, karena memang Allah Ta’ala telah menjadikan berbagai kesenangan dunia itu indah di mata manusia. Dalam QS Ali-Imran ayat 14, Allah Ta’ala berfirman:

“Dijadikan indah pada (pandangan) manusia kecintaan kepada apa-apa yang diingini, yaitu: wanita-wanita, anak-anak, harta yang banyak dari jenis emas, perak, kuda pilihan, binatang-binatang ternak dan sawah ladang. Itulah kesenangan hidup di dunia, dan di sisi Allah-lah tempat kembali yang baik yaitu surga.”

Dalam sebuah kisah, suatu ketika Rasulullah SAW didatangi dua orang yang melaporkan perihal perkaranya, “Ya Rasulallah, guru kami siang dan malam hanya beribadah kepada Allah. Lalu Rasulullah bertanya, “Siapa yang memberi makan guru kalian?”. Mereka menjawab, “Yang memberikan makan adalah kami berdua ya Rasulallah”. Jawab  Rasulullah “Sesungguhnya guru kalian tidak mendapatkan pahala apa-apa, justru kalian berdualah yang mendapatkan pahalanya”. 

Dalam kisah di atas, kehadiran kita di dunia ini jangan sampai menjadi beban orang lain. Maksudnya janganlah memberatkan dan menyulitkan orang lain. Dalam hubungan ini, umat Islam tidak boleh bermalas-malasan, apalagi malas bekerja untuk mencari nafkah, sehingga mengharapkan belas kasihan orang lain untuk menutupi keperluan hidup sehari-hari.

Dalam sebuah hadits disebutkan, “Demi Allah, tidaklah kehidupan dunia dibandingkan akhirat melainkan hanya seperti salah satu dari kalian mencelupkan tangannya ke dalam lautan, maka silahkan dilihat apa yang dibawa oleh jarinya.” (HR. Muslim)

Kaum yang lebih mengutamakan urusan duniawi daripada urusan akhirat termasuk musyrikin, karena mereka lebih mengutamakan materi dan melupakan Allah Ta’ala seperti Fir’aun dan Qarun. Mudah2an kita semua tidak termasuk golongan ini, Amin Yra.

Isilah kehidupan dunia ini dengan sebaik-baiknya sehingga dalam kehidupan akherat kelak, kita tidak dalam kesia-sian yang kekal. Raihlah kesuksesan dengan ilmu yang selalu tidak melupakan untuk memenuhi hak-hak Allah Ta’ala, Amin Yra.

 

Views: 840

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *