KETELADANAN KEPALA KELUARGA BUKAN SEKADAR PERINTAH

“Ayah capek habis bekerja, kalian pergi saja salat dan mengaji ke masjid,” ucap Fulana kepada anak-anaknya setiap waktu Magrib tiba.

Fulana, seorang kepala keluarga, merasa sudah cukup bekerja dari pagi hingga malam dan memberi uang untuk kebutuhan keluarganya di rumah. Sepulang kerja, waktunya dihabiskan untuk bermain HP atau melanjutkan pekerjaan. Ia tidak pernah menanyakan keadaan anak-anak di sekolah maupun keadaan istrinya. Semua urusan rumah tangga, mulai dari memasak, membersihkan rumah, hingga mengurus anak-anak, dibebankan seluruhnya kepada sang istri.

Ketika anak-anak ingin mengajaknya bermain, ia selalu memiliki banyak alasan untuk menolak, karena merasa sudah lelah bekerja mencari uang. Jika istrinya meminta tolong untuk membantu pekerjaan rumah, ia pun menggunakan alasan yang sama.

Dalam hal beribadah pun, ia tidak pernah melaksanakan shalat berjamaah maupun membaca Al-Qur’an. Ia hanya menyuruh anak-anak shalat berjamaah ke masjid, sedangkan dirinya selalu beralasan lelah.

Masih banyak kepala keluarga, sebagai suami dan ayah, yang merasa bahwa tugas utamanya hanyalah menafkahi keluarga secara materi. Urusan di luar itu dibebankan seluruhnya kepada istri. Sungguh berat beban seorang istri dan ibu dalam keluarga: tidak hanya mengurus suami dan anak-anak, tetapi juga harus memberikan perlindungan dan pendidikan.

Bagaimana perasaan istri dan anak-anaknya? Tidak ada sosok teladan sebagai suami dan ayah di rumah. Istri pun merasa seperti single parent, hubungan anak dan ayah menjadi renggang, dan rumah kehilangan kehangatan.

Dalam Islam, tanggung jawab suami dan ayah tidak hanya soal materi, tetapi juga mencakup:

1. Perlindungan fisik dan emosional,

2. Pendidikan moral dan akhlak,

3. Pembimbingan keimanan dan ketakwaan.

Sebagaimana Allah Ta’ala berfirman:

“Wahai orang-orang yang beriman! Peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka…” [1]

Ayat tersebut menekankan bahwa tanggung jawab suami/ayah bukan hanya materi, tetapi juga spiritual dan moral.

Hadhrat Khalifatul Masih Al-Khamis atba menasihatkan tentang tanggung jawab pria dalam kapasitasnya sebagai kepala rumah tangga:

“Tanggung jawab pria dalam kapasitasnya sebagai kepala rumah tangga adalah bahwa untuk menjadi muttaqi dan untuk menjadi seorang pemimpin keluarga yang muttaqi, mereka pun sendiri harus teratur dalam shalat. Bangunlah tengah malam atau sekurang-kurangnya harus bangun untuk menunaikan shalat Subuh dan membangunkan juga anak istri. Rumah yang penuh dengan orang-orang yang rajin melakukan ibadah seperti itu, maka mereka akan menjadi orang yang dapat menarik karunia-karunia dan berkah-berkah Ilahi.” [2]

Nasihat tersebut menekankan bahwa keteladanan seorang kepala keluarga harus nyata, bukan sekadar berupa perintah. Ia seharusnya memberi contoh dengan membersamai, bukan hanya menyuruh.

Allah Ta’ala juga menegaskan bahwa peran kepala keluarga bertanggung jawab atas ibadah anggota keluarganya,

“Dan perintahkanlah keluargamu melaksanakan shalat dan bersabarlah dalam mengerjakannya. Kami tidak meminta rezeki kepadamu, Kamilah yang memberi rezeki kepadamu. Dan akibat (yang baik di akhirat) adalah bagi orang yang bertakwa.” [3]

Idaman setiap keluarga adalah memiliki kepala keluarga, sebagai suami dan ayah, yang bertanggung jawab penuh dalam memenuhi kebutuhan, baik duniawi maupun ukhrawi. Ini memerlukan kesadaran, ilmu, dan kerja sama. Semoga Allah memberikan kekuatan kepada setiap suami dan ayah untuk menjalankan amanah ini. Aamiin.

Referensi:

[1] QS. At-Tahrim: 7

[2] Khutbah Jum’at 2 Juli 2004 di International Center(Pusat Internasional), Mississaga, Kanada)

[3] QS. Thaha: 133

Views: 41

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *