Membangun Mimpi, Mengejar Akhirat

Seringkali manusia menyalahartikan definisi dari “Zuhud”. Beberapa berfikir bahwa Zuhud adalah meninggalkan perkara duniawi dan fokus mengejar akhirat, sehingga tidak jarang mispersepsi ini justru menjadi pusaran masalah bagi pelaku Zuhud tersebut. Tak jarang pula mendatangkan kesulitan untuk menjalani kehidupannya sehari-hari. 

Bagaimana tidak, kadang kesalahan ini menjadikan mereka pribadi yang acuh terhadap kewajibannya sebagai manusia di dunia seperti bekerja hingga interaksi sosial. Mereka menganggap kehidupannya hanya terbatas pada ibadah langsung kepada Allah SWT seperti shalat, puasa dan lain-lain.

Padahal konteks ibadah bukan terbatas pada praktik-praktiknya saja. Dalam menjalani kehidupan yang sebaik-baiknya dan bertanggung jawab atas dirinya pun bisa bernilai ibadah bila memprioritaskan keridhaan Allah SWT. Atau dengan kata lain selama menjalani kehidupannya menjadikan Allah SWT sebagai pedomannya. 

Jadi sah-sah saja apabila kita terlibat di dalam suatu pekerjaan untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari kita dan memenuhi tanggung jawab kepada keluarga atau berinteraksi sosial untuk memperlebar pergaulan sesama manusia.

Dan lebihnya manusia pun sudah sangat wajar apabila dipertemukan dengan masalah dan mimpi di dalam hidupnya. Justru dari sinilah nilai ibadah akan ditemukan. Di mana ketika ditimpa kesusahan ia tidak hanya pasrah berdiam diri menunggu pertolongan Allah Ta’ala, melainkan ia akan berusaha bangkit dan berusaha juga menjadikan Allah SWT sebagai penolongnya. Seperti janji Allah swt kepada kita di dalam Al-Qur’an.

“Sesungguhnya Allah tidak mengubah keadaan suatu kaum sebelum mereka sendiri mengubah apa yang ada pada diri mereka. Dan apabila Allah memutuskan untuk menghukum suatu kaum, maka tidak ada yang dapat menghindarkannya, dan tidak ada pula bagi mereka penolong selain dari Dia.” (QS. Ar-Ra’d: 12)

Dalam ayat di atas tercermin bahwa Allah SWT pun menghendaki perbaikan diri pada seorang muslim apabila menginginkan solusi atas masalahnya atau perubahan dalam hidupnya. Bukan tabiat alami manusia untuk berpasrah karena kita memiliki Tuhan sebagai penolong melalui janji-Nya: 

“Jika engkau tertimpa suatu musibah, maka janganlah engkau katakan: ‘Seandainya aku lakukan demikian dan demikian.’ Akan tetapi hendaklah kau katakan : ‘Ini sudah jadi takdir Allah. Setiap apa yang telah dia kehendaki pasti terjadi.’ Karena perkataan law (seandainya) dapat membuka pintu setan.” (HR Muslim)  

Sehingga ini menjadi artian bahwa Zuhud bukanlah hanya fokus pada praktik-praktik ibadah dan mengabaikan perkara duniawi bahkan melupakan mimpi-mimpinya. Logikanya pun ketika kita mampu meraih mimpi, tentu akan banyak pintu-pintu atau celah-celah ibadah yang lain. 

Seperti yang disampaikan oleh salah satu tokoh inspiratif Farrah Gray, “Bangun impian Anda sendiri, atau orang lain akan mempekerjakan Anda untuk membangun impian mereka.” 

Visits: 245

Renna Aisyah

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *