
Menghargai Kemerdekaan Manusia Adalah Bagian dari Iman
Hamba sahaya (budak) adalah seseorang yang berada dalam status perbudakan. Dalam bahasa Arab budak disebut *riqab.* Artinya, orang yang yang dipegang lehernya, sehingga kebebasan dan kemerdekaannya diambil.[1]
Hamba sahaya tidak memiliki kebebasan dan kemerdekaan seperti manusia lainnya. Mereka harus tunduk pada tuan atau majikannya.
Menurut Imam Hanafi, *riqab* adalah hamba yang memiliki kesempatan untuk menebus dirinya dengan uang atau harta sesuai dengan kesepakatan yang dibuat dengan tuannya.
Di dalam sebuah hadits yang diriwayatkan dari Abu Dzar Jundub bin Junadah dia berkata, “Saya berkata, “Wahai, Rasulullah, amalan apakah yang paling utama?” Beliau saw. bersabda, “Beriman kepada Allah dan berjihad di jalan-Nya.” Saya bertanya, “Budak manakah yang paling utama untuk dimerdekakan?” Beliau saw. bersabda, “Budak yang paling berharga menurut pemiliknya dan yang paling mahal harganya.” (HR. Bukhari dan Muslim).
Ajaran Islam begitu mengagungkan dan sangat menekankan kesetaraan derajat manusia, sehingga sangat dilarang untuk melakukan penganiayaan dan penyiksaan kepada sesama manusia termasuk kepada hamba sahaya hal ini adalah sebagai upaya menghapuskan perbudakan. Seperti yang telah tertuang di dalam Al-Qur’an surat An-Nisa, ayat 37, Allah Ta’ala berfirman:
“Dan sembahlah Allah, janganlah kamu mempersekutukan sesuatu dengan-Nya dan berbuat baiklah terhadap kedua orang tua, kaum kerabat, anak-anak yatim, orang- orang miskin, tetangga yang memiliki kekerabatan dan handai taulan, musafir dan mereka yang dimiliki tangan kananmu (hamba sahaya). Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang sombong serta membanggakan diri.”
Tafsir dari ayat tersebut menyebutkan bahwa Al-Qur’an mewajibkan orang Muslim membuat amal baiknya begitu luas jangkauannya sehingga meliputi seluruh umat manusia, mulai dari orang tua yang merupakan orang-orang terdekat sampai orang-orang terjauh. Budak-budak, hamba sahaya perempuan, khadim-khadim dan anak-anak semang. [2]
Perintah untuk menghapus perbudakan sangat jelas dan ditegaskan dalam ajaran Islam. Dalam kitab fiqih Imam Syafi’i dijelaskan pula bahwa memerdekakan hamba sahaya berarti menghilangkan status kepemilikan seseorang atas individu tersebut dan membebaskan dari perbudakan.
Di era kemerdekaan sekarang ini tentunya perbudakan sudah dihapuskan tetapi tidak bisa kita pungkiri masih banyak kisah dan cerita orang-orang yang masih mengalami penindasan dan penganiayaan dari majikannya dan kasus KDRT, sehingga haknya sebagai manusia belum ia dapatkan. Oleh karena itu kemerdekaan di era modern juga harus diartikan sebagai kebebasan dari ketidaksetaraan dan diskriminasi masa depan.
Sehingga kita perlu terus menerus menghidupkan semangat perjuangan yang sama seperti generasi-generasi sebelumnya dengan menghargai sejarah dan berkomitmen untuk menciptakan dunia yang lebih baik. Penghargaan terhadap sejarah dapat merintis jalan menuju masyarakat yang lebih harmonis, berkeadilan, dan merdeka.
Referensi:
[1] Liputan 6.com
[2] Al-Qur’an Terjemah dan Tafsir Singkat terbitan Jemaat Muslim Ahmadiyah Indonesia.
Visits: 59