MENITIPKAN INDONESIA PADA PEMUDA: MEMBEKALI GENERASI PENERUS DENGAN ILMU DAN KARAKTER

Setiap bangsa selalu menaruh harapan besar pada generasi mudanya. Sejarah membuktikan, sejak Sumpah Pemuda 1928 hingga berbagai tonggak perjuangan kemerdekaan, peran pemuda tidak pernah lekang oleh waktu. Mereka adalah tokoh-tokoh yang berani berpikir maju, kritis, dan mengambil tindakan nyata.

Beberapa contoh inspiratif tokoh pemuda tersebut antara lain:

1. Soegondo Djojopoespito (1905–1978)
Sebagai Ketua Kongres Pemuda II yang menghasilkan Sumpah Pemuda, ia memimpin dan memoderatori seluruh jalannya kongres bersejarah itu. Saat itu, usianya baru 23 tahun dan masih berstatus mahasiswa Rechtschool (Sekolah Hukum) di Batavia.

2. Wage Rudolf Supratman (1903–1938)
Dalam penutupan Kongres Pemuda II, 28 Oktober 1928, Supratman yang kala itu berusia 25 tahun memperdengarkan lagu Indonesia Raya untuk pertama kalinya dengan biola. Lagu tersebut membangkitkan semangat persatuan dan hingga kini dikumandangkan sebagai lagu kebangsaan.

3. Mohammad Yamin (1903–1962)
Di usia 25 tahun, Yamin menjadi salah satu perumus utama ikrar Sumpah Pemuda. Dialah yang pertama kali mengusulkan rumusan Sumpah Pemuda secara lisan, kemudian menuangkannya dalam bentuk tulisan.

Generasi muda selalu menjadi penentu arah bangsa. Kini, di tangan pemudalah nasib Indonesia dititipkan. Sebagaimana dikatakan Nelson Mandela, “Masa depan bangsa ada di tangan para pemuda. Tugas kita adalah memberdayakan mereka agar bisa berdiri di atas kaki mereka sendiri.”

Pesan tersebut menegaskan bahwa pemuda tidak boleh hanya menjadi penerus pasif, melainkan harus aktif mengejar ilmu, memperluas pengalaman, melek teknologi, berani mengambil risiko, dan siap mencoba hal-hal baru demi mendorong perubahan.

Memberdayakan pemuda agar “berdiri di atas kaki sendiri” bukanlah proses instan. Hal ini tidak cukup hanya mengandalkan warisan masa lalu, melainkan menuntut penciptaan masa depan dengan kemampuan dan kerja nyata. Pemberdayaan pemuda adalah investasi jangka panjang yang membutuhkan kolaborasi antara individu, keluarga, pendidikan, dan lingkungan tempat mereka tumbuh.

Keluarga harus menjadi support system pertama yang mendorong kemandirian, memberikan kepercayaan, dan mendukung minat serta bakat para pemuda. Selain keluarga, lingkungan juga harus memfasilitasi, mendidik, dan memberi ruang bagi pemuda untuk berkembang.

Pendidikan agama menjadi pondasi karakter yang penting, tetapi bukan satu-satunya faktor. Pondasi ini harus diintegrasikan dengan pembangunan kompetensi yang menyeluruh, meliputi:
Kecerdasan akademik dalam sains dan teknologi, Pendidikan karakter yang mencakup kejujuran, tanggung jawab, dan konsistensi pada nilai kebenaran
Keterampilan hidup, seperti ketahanan mental (resilience) agar tidak menjadi “generasi strawberry” yang rapuh, keberanian mengambil risiko demi kebenaran, serta kemampuan menghadapi tantangan.

Dengan demikian, pendidikan agama berperan sebagai ruh yang menggerakkan segala ilmu dan keterampilan menuju tujuan yang mulia dan beretika.

Harapan bangsa ada di pundak pemuda. Semoga generasi muda Indonesia menjadi pemuda ideal yang bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berilmu pengetahuan, berketerampilan, berkarakter Pancasila. Serta mampu berkontribusi untuk kemajuan peradaban.

Views: 14

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *