MENJADI MANUSIA BERMANFAAT DENGAN BERBUAT BAIK KEPADA SESAMA
Sebagai manusia apalagi sebagai seorang muslim/muslimah, kita mempunyai kewajiban untuk menunaikan hak-hak Allah SWT. (huququllah). Apabila kita telah menegakkan ibadah-ibadah fardhu (wajib), maka kita harus berusaha pula untuk menegakkan ibadah-ibadah nafal (sunah) secara dawam (terus-menerus). Akan tetapi, apakah kewajiban kita sebagai manusia dan sebagai seorang muslim/muslimah sudah cukup hanya dengan menunaikan hak-hak Allah SWT. (huququllah) saja?
Jawabannya tentu saja tidak. Selain menunaikan hak-hak Allah SWT., kita pun mempunyai kewajiban untuk menunaikan hak-hak terhadap sesama makhluk ciptaan Allah SWT. (huququl-ibad). Untuk meraih rida Allah SWT., kita perlu memperlihatkan keteladanan di dalam ibadah-ibadah dan perilaku kita dengan penuh ketakwaan yaitu dengan berlaku baik terhadap sesama, sebagaimana Allah SWT., telah memerintahkan kita untuk berbuat baik kepada kedua orang tua, karib kerabat, anak-anak yatim, orang-orang miskin, tetangga yang dekat dan jauh, teman sejawat, Ibnu Sabil dan hamba sahaya. [1]
Hadhrat Khalifatul Masih V aba. telah memberikan perhatian khusus terhadap berbuat baik kepada sesama makhluk ciptaan Allah SWT. (huququl-ibad), yakni:
“Hendaknya kita harus senantiasa mensucikan hati kita dari sifat egois dan sifat sombong agar kita bisa memperlihatkan contoh-contoh yang amat baik dalam bersikap simpati (memberikan pertolongan) kepada sesama makhluk ciptaan Allah SWT.”[2]
Telah diriwayatkan pula dalam sebuah hadits bahwasanya:
“Sebaik-baik manusia adalah yang paling bermanfaat bagi manusia lainnya.”[3]
Maksudnya yaitu manusia adalah makhluk sosial yang saling membutuhkan satu sama lain hingga sikap saling tolong menolong dan saling memberi manfaat adalah dasar dari hubungan sosial. Maka, seorang manusia yang lebih banyak menolong atau lebih banyak memberi manfaat adalah manusia yang paling baik daripada manusia yang tidak peduli terhadap manusia lainnya. Sehingga, agar menjadi manusia yang bermanfaat, maka kita harus senantiasa berbuat baik kepada sesama.
Orang-orang yang tengah hidup di dalam keadaan yang lebih baik harus lebih peka terhadap orang-orang di sekitar mereka, barang kali di antara mereka ada orang-orang yang tengah hidup di dalam keadaan yang lebih buruk, entah karena kelaparan dan gizi buruk akibat dari kemiskinan atau menjadi korban dari peperangan. Salah satu bentuk berbuat baik kepada sesama makhluk ciptaan Allah SWT., adalah memberi sesuatu yang kita sukai misalnya seperti makanan untuk orang-orang miskin, fakir, dan tawanan semata-mata hanya untuk mencari rida Allah SWT. dan bukan untuk mengharapkan balasan atau ucapan terima kasih. [4]
Beliau menjelaskan lebih lanjut bahwa, menurut Hadhrat Masih Mau’ud as., berbuat baik dapat disebut sebagai kebaikan apabila seseorang telah memberikan (infaq) apa-apa yang dia sukai, karena jika seseorang memberikan sesuatu yang telah rusak atau buruk, maka hal tersebut bukanlah suatu kebaikan. Sehingga, kebaikan yang sesungguhnya adalah ketika seseorang berkorban dengan memberikan sesuatu yang dia sukai dan mementingkan orang lain hingga dia sendiri merasa seolah-olah menanggung suatu penderitaan yang sama.
Dan Hadhrat Masih Mau’ud as. telah berulang kali mengingatkan akan pentingnya melakukan haququl-ibad karena pada dasarnya berbuat baik dengan memberikan pertolongan atau bantuan kepada sesama makhluk ciptaan Allah SWT., adalah akhlak fadhilah yang sangat disukai oleh Allah SWT. Semoga, kita senantiasa tergolong ke dalam manusia yang bermanfaat dengan selalu berbuat baik kepada sesama secara terus-menerus agar menjadi manusia yang paling baik di mata Allah SWT.
Referensi:
[1] QS. An-Nisa 4: 36
[2] Khutbah Idul Fitri, 12 November 2025
[3] HR. Ahmad
[4] QS. Al-Insan 76: 8-9
Views: 6
