
Menjauhi Sifat Mengeluh Mengundang Kebahagiaan
Tatkala keinginan dan harapan tidak sesuai dengan kenyataan yang sebenarnya, tidak terjadi dan segala sesuatu yang telah berada dalam genggaman seketika terhempas begitu saja, tentu kita merasa sedih, kecewa dan berkeluh kesah. Mengeluh adalah ungkapan kata yang didasari perasaan susah, kecewa, sakit atau menderita.
Berkeluh kesah kerap terjadi, karena sejatinya manusia menurut pembawaannya memiliki sifat mengeluh. Sebagaimana Allah Ta’ala berfirman, “Sesungguhnya manusia diciptakan bersifat keluh kesah, apabila dia ditimpa kesusahan dia berkeluh kesah.” (QS Al-Ma’arij: 19-20)
Ada sebuah kisah terjadi pada teman penulis. Dia seorang ibu muda, memiliki keluarga yang harmonis dengan suami dan anak semata wayangnya. Suaminya merupakan sosok ideal yang diidamkan.
Menurutnya, pandemi hadir mengubah segalanya. Suami yang dicintai yang merupakan satu-satunya harapan dan tulang punggung keluarga, harus pergi selamanya meninggalkan dunia yang fana ini akibat terpapar Corona. Inna Lillahi Wa Inna Ilaihi Rojiuun.
Kesedihan menyelimuti dirinya hingga dia terus berkeluh kesah dengan menyalahkan keadaan. Menyesali diri, tidak bisa menerima apa yang terjadi dan terkadang berprasangka buruk atas ketentuan Allah kepadanya. Kekhawatiran, ketakutan, kebingungan terus menghantuinya.
Mengapa ini terjadi? Bagaimana nanti bisa membesarkan dan menyekolahkan anak?! Dia terus meratapi nasibnya dan hampir berputus asa, tak sadar telah menyiksa diri dengan tidak makan dan tidak mempedulikan kesehatannya.
Suatu ketika beberapa teman menasehatinya bahwa mengeluh tidak berguna dan menghabiskan waktu. Sebab apa yang terjadi belum tentu buruk baginya, apalagi nikmat yang Allah Taála berikan sangatlah banyak jika kita mau mensyukurinya.
Dia pun tersadar, sering mengeluh hanya dapat menimbulkan kepanikan yang bisa memicu emosi negatif. Sungguh merugikan diri sendiri. Alhasil yang didapat bukanlah solusi yang baik, hanya mengalami penderitaan semata.
Seiring berjalannya waktu, dia mulai mencoba menerima keadaan yang menimpa dirinya dengan berusaha bersikap positif dan berpikir lebih rasional. “Aku tidak akan pernah sanggup menghitung kenikmatan yang Tuhan berikan dan telah dirasakan selama ini. Syukur Alhamdulilah, masih banyak orang-orang di sekeliling yang menyayangi dan peduli padaku. Mereka telah membantu baik dari segi moral maupun materi”
Akhirnya sifat mengeluh mulai terkikis dan menjauh dari dirinya. Hal itu menjadi langkah awal untuk mengundang kebahagiaan bersama anak semata wayangnya. Secercah harapan tampak nyata di depan mata. Kini kesehatannya terjaga dengan baik dan hidup menjadi produktif serta banyak tawaran pekerjaan untuknya sebagai salah satu jalan mengais rezeki.
Dari kisah di atas, sesuai dengan yang disabdakan oleh Hadhrat Abu Bakar Ash-Shiddiq ra.: “Siapa yang menjauhkan diri dari sifat suka mengeluh maka berarti dia mengundang kebahagiaan.”
Agama Islam mengajarkan kita sebagai orang muslim untuk berhenti dan menjauhkan diri dari sifat mengeluh dan meratapi hidup apapun kondisinya. Sebanyak apapun masalah yang dihadapi, tidak merasa kesulitan dan malapetaka menjadikan apapun akan dengan mudah diatasi.
Berusahalah untuk selalu bersyukur menerima keadaan dengan ikhlas dan melatih diri untuk bersikap sabar dan berbesar hati, agar kita dapat menjalani kehidupan dengan bahagia tanpa ada beban dan kekhawatiran. Yakinlah pertolongan Allah Taála selalu ada bersama dengan orang-orang yang sabar. Sebagaimana yang difirmankan: “Hai orang-orang yang beriman, jadikanlah sabar dan shalat sebagai penolongmu, sesungguhnya Allah beserta orang-orang yang sabar.” (QS. Al-Baqarah, 2:153)
Semoga kita selalu mampu menerima dengan sabar dan menyenangi apa yang telah menjadi takdir bagi kita tanpa berkeluh kesah, agar dapat mengundang kebahagiaan, karena yang menentukan bahagia atau tidak adalah diri kita sendiri. Sebagaimana sabda Hadhrat Ali bin Abi Thalib ra.: “Apabila sesuatu yang kau senangi tidak terjadi, maka senangilah apa yang terjadi.”
Views: 1051