Menutupi Aib Orang Lain
Sebagai manusia yang bijak, sudah sepatutnya ada pertanyaan dalam diri, apakah kita masih selalu tampak baik dihadapan orang lain? Selalu mendapatkan pujian menjadi orang yang disegani dihormati. Apakah semua itu semata karena kebaikan kita atau justru Allah yang maha sattar menutupi segala kelemahan dan aib dalam diri. Karena sesungguhnya Allah yang lebih mengetahui diri kita dibanding kita sendiri dan tak dapat dipungkiri kita yang lebih memahami diri sendiri dari mereka yang selalu memuji. Sifat manusia tidak akan pernah luput dari salah dan khilaf.
Suatu ketika ada seseorang yang mengajukan sebuah pertanyaan. Ia bercerita betapa setiap orng mengenalnya dengan sangat baik, menghormati bahkan tak sedikit orng selalu meminta pendapat untuk segala masalah yang dihadapi. Padahal dari dalam hatinya dia pun menyadari tak luput dari salah dan khilaf ya. Dia menyadari kesalahan ini adalah salah satu aib bagi dirinya. Mungkin sekiranya kamu mengetahui aibku, bisa jadi akan membenci merendahkan bahkan menjauhiku kata teman bercerita. Kemudian dia melanjutkan dengan bertanya, apakah semua yang kita dapatkan karena senantiasa ada kebaikan dalam diri kita atau justru Allah yang menutupi segala kekurangan dan aib yang ada dalam diri kita?
Dalam Surat An-Nahl ayat 62 yang artinya:
“Dan jika Allah hendak menghukum manusia disebabkan perbuatan aniaya mereka, niscaya tidak akan Dia tinggalkan suatu makhluk yang bergerak di bumi ini, akan tetapi Dia memberi tangguh kepada mereka, hingga waktu yang telah ditentukan. Maka apabila batas waktu mereka itu datang, mereka tidak dapat meminta penundaan sesaat pun dan tidak pula dapat meminta mempercepat.”
Dan ketahuilah bahwasanya Allah swt mengetahui apa yang ada dalam hatimu, maka takutlah kepada-Nya, dan ketahuilah bahwasanya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyantun.
Benar bahwa jika Dia mencengkeram hamba-hamba-Nya maka Dia akan menghancurkan semuanya. Tetapi kemuliaan dan kasih sayangnya sedemikian luas dan mendahului kemurkaan-Nya. Malfuzhat 4 hal.137-138 Edisi Baru.
Perhatikanlah betapa beliau menarik perhatian kita untuk menutupi kelemahan orang lain dengan menyebutkan bahwa Allah adalah Maha Pengasih dan karena sifat kasih sayangNya Dia memaafkan hamba-hamba-Nya. Dia adalah wujud yang Maha Pemurah, Maha Pemberi. Maha Penyabar,menerima taubat, karena itu apa yang dapat diketahui oleh seorang hamba, apa yang Allah akan kehendaki terhadap diri seseorang bahwa Allah kendati mengetahui sejumlah kekurangan dan kelemahan-kelemahan Dia menutupi kelemahan-kelamahan hamba-hamba-Nya.
Oleh karena itu setiap orang hendaknya senantiasa beristigfar /memohon ampun. Sebab jika Allah mulai melakukan perhitungan maka mungkin semua kita ini akan dimusnahkan, tetapi ini merupakan kasih sayang dan kemuliaan-Nya sehingga kita semua masih selamat.
Perhatikanlah bahwa sifat sattar Allah-lah yang karenanya dosa-dosa itu dimaafkan. Rasulullah saw bersabda” Barangsiapa yang menutupi suatu aib sesama Muslimnya, maka Allah akan menutupi aib-aibnya pada hari kiamat dan barangsiapa yang tidak menutupi aib seorang muslim maka Allah akan menzahirkan aib dan kekurangannya sehingga dia akan dihinakan di rumahnya sendiri (dalam keluarganya).
Jadi, lihatlah betapa keras peringatan itu. Di dalam diri semua kekurangan kekurangan itu ada, maka apabila Allah menzahirkan aib lalu menghinakan manusia, maka seorang tidak akan mendapatkan tempat berlindung. Oleh karena itu daripada melihat aib-aib orang lain setiap orang seyogianya senantiasa mengintrospeksi dirinya sendiri.
Rasuluah saw bersabda: Sesungguhnya Allah itu Pemalu dan suka menutupi aib Musna Ahmad bin Hanbal jilid 4:224.
Dari hadis-hadis itu dungkapkan akan perlakuan ampunan dan magfirah Allah kepada hamba-hamba-Nya. Karena itu bukanlah merupakan hak hamba-hamba-Nya untuk membuka aib hamba-hamba Allah kesana kemari. Tetapi untuk orang lain seyogianya berdoa dan untuk diri sendiripun juga seyogianya berdoa supaya Allah terus memperlakukan kita dengan sifat sattar-Nya /menutupi aib-aib kita.
Pada suatu kali di Majlis Masih Mauud as, seseorang menyebut akan kekurangan atau kelemahan lainnya. Mendengar itu beliau bersabda: Mereka menghitung kekurangan-kekurangan dan kelemahan-kelemahannya apakah mereka menghitung/menyebut akan kebaikan –kebaikan dan keisitimewaannya.
Dzikri Habib dari Hadhrat Mufti Muhammad sadiq.
Dalam sebuah kisah,
Suatu hari ketika para sahabat sedang berkumpul menikmati sajian daging unta di bersama Rasulullah saw. Salah seorang dari mereka ada yang kentut. Bau tak sedap segera menghampiri hidung para sahabat dan hidung Rasulullah. Baunya sangat kuat hingga seorang sahabat berdiri seraya mengatakan siapa pun yang merasa telah kentut hendaknya berdiri. Tetapi tak seorang pun dari mereka bangkit dan berdiri.
Tetapi tak seorang pun dari mereka bangkit dan berdiri. Beliau hanya diam sehingga bisa ditafsirkan bahwa beliau tidak mendukung upaya dari salah seorang sahabat yang hendak mencoba “mengusut” siapa telah kentut. Kemudian sahabat lain menyampaikan, siapa yang kentut pasti akan pergi untuk berwudhu. Mendengar perkataan itu, Rasullullah menyampaikan bahwa siapa yang telah memakan daging untuk untuk segera berwudhu. Tentu saja bukan karena makan daging unta menjadi batal berwudhu, namun semata-mata untuk menyelamatkan sahabat yang kentut dari rasa malu dan kehilangan wibawa. Ini adalah bentuk kebijaksanaan dan empati Nabi juga sifat sattar untuk menutupi aib.
Tentu saja kita sepatutnya bersyukur, karena sampai detik ini Allah masih menutupi seluruh kesalahan-kesalahan kita dari orang-orang. Akan sangat mudah bagi Allah untuk membongkar segala aib yang kita miliki, jika Allah berkehendak. Lalu akan sangat mudah bagi Allah membalikkan posisi seseorang yang awalnya dipuja-puja, akan tetapi karena aib tersebut ia pun menjadi orang yang direndahkan dan dihinakan.
Kita tidak dapat melindungi diri dengan sikap
pura-pura (munafik); sebab Allah, adalah
Tuhan Yang dapat melihat sampai ke dasar hati manusia.
Maka jadikanlah diri kita lurus, bersih, suci, dan berdiri teguh dan senantiasa saling menyayangi dan berbelas kasihan kepada hamba Allah dan terus berusaha untuk saling memperjuangkan kebaikan, saling memberi rasa nyaman agar kita senantiasa menutupi segelas kelemahan kita dan melindungi dari segala macam musibah dan dosa yang dapat tenggelincirkan keimanan. Karena sesungguhnya kebaikan atau keburukan untuk diri sendiri dan semua akan ada pertanggungjawabannya
Views: 14
