
PEMIMPIN SEJATI TIDAK HANYA MEMERINTAH, TETAPI MELAYANI
Memiliki pemimpin yang adil merupakan dambaan setiap rakyat. Pemimpin yang adil akan memimpin dengan bijaksana, memperlakukan semua orang dengan setara, serta menegakkan kebenaran dan keadilan tanpa memihak. Kehadirannya membawa ketentraman, kepercayaan, dan kemajuan bagi bangsa dan masyarakat yang dipimpinnya.
Salah satu kisah inspiratif dalam sejarah dunia sebagai pemimpin adil yang patut kita teladani adalah Khalifah Umar bin Khattab. Hadhrat Umar sebagai khalifah tidak sekadar kepala negara dan kepala pemerintahan, melainkan ia adalah pemimpin umat. Ia sangat dekat dengan rakyatnya, menempatkan diri sebagai salah seorang dari mereka, dan sangat prihatin terhadap kehidupan pribadi mereka.
Suatu malam, Hadhrat Umar berjalan sendiri untuk memeriksa keadaan rakyatnya. Ia melihat sebuah tenda kecil, dan dari dalam terdengar suara anak-anak menangis. Ia mendekat dan bertanya kepada seorang wanita, “Mengapa anak-anak ini menangis?”
Sang ibu menjawab, “Mereka lapar. Aku sedang memasak air dengan batu agar mereka tertidur sambil mengira makanan sedang dimasak.”
Hadhrat Umar menangis mendengar itu. Tanpa menyuruh siapa pun, ia segera kembali ke gudang makanan negara, memikul sendiri karung gandum di pundaknya, lalu membawanya ke tenda wanita itu.
Seorang ajudannya berkata, “Biarlah aku yang memikulnya, wahai Amirul Mukminin.”
Hadhrat Umar menjawab, “Apakah engkau yang akan memikul dosaku di hari kiamat?”
Setelah memberi makanan, Hadhrat Umar duduk dan menyalakan api, memasak untuk ibu dan anak-anak itu hingga mereka kenyang.
Hikmah dari kisah Hadhrat Umar tersebut adalah: pemimpin yang adil selalu peduli terhadap kondisi rakyatnya. Ia tidak hanya membuat kebijakan dan perintah, tetapi turun langsung memastikan kesejahteraan rakyatnya. Ia tidak menyuruh orang lain melakukan tugas kemanusiaan jika ia bisa melakukannya sendiri. Ia merasa bertanggung jawab penuh dan sadar bahwa pemimpin akan dimintai pertanggungjawaban oleh Allah Ta’ala.
Inilah contoh pemimpin sejati dalam Islam: kuat, tegas, rendah hati, dan adil.
Menjadi pemimpin tidak hanya berwacana, tetapi mempraktikannya langsung. Pemimpin adil adalah dia yang memerintah berdasarkan hukum Allah dan tidak menyalahgunakan kekuasaan untuk kepentingan pribadi, keluarga, atau kelompoknya.
Sebagaimana firman Allah Ta’ala,
“Sesungguhnya Allah menyuruhmu menyampaikan amanat kepada yang berhak menerimanya. Dan apabila kamu menetapkan hukum diantara manusia, hendaknya kamu menetapkannya dengan adil…” [1]
Pemimpin adil bukanlah yang tak pernah salah, tetapi yang bertakwa dalam mengambil keputusan, konsisten menegakkan hukum Allah, berani berbuat adil (bahkan terhadap diri atau keluarganya), mengutamakan kepentingan rakyat, anti korupsi, rendah hati, terbuka pada kritik, dan berani melawan kezaliman.
Hadhat Rasulullah saw. Menjanjikan bahwa pemimpin yang adil akan menempati posisi terdekat dengan Allah di hari akhir. “Manusia yang paling dicintai Allah adalah pemimpin yang adil…” [2]
Dalam beberapa riwayat, keistimewaan pemimpin yang adil adalah mereka yang adil dalam hukum, keluarga, dan tanggung jawab kepemimpinannya. Mereka akan disejajarkan dengan para nabi dan syuhada.
Janji agung ini bukan sekadar imbalan, tetapi peringatan betapa beratnya tanggung jawab menjadi pemimpin yang adil. Keadilan mencakup:
1. Keadilan hukum: tidak memihak atau diskriminatif.
2. Keadilan dalam keluarga: memenuhi hak istri, anak, dan kerabat.
3. Keadilan kepemimpinan: menjaga hak rakyat, tidak korupsi, dan bertanggung jawab.
Menjadi pemimpin itu sementara. Jangan sampai kita lupa diri. Setelah masa jabatan berakhir, semoga kesan baik tetap melekat pada nama kita, bukan sebaliknya.
Referensi:
[1] QS. An-Nisa : 58 (Al-Qur’an Nul Karim, Cordoba, Januari 2022)
[2] H.R. HR. Abu Hurairah, Tirmidzi
[3] Umar Bin Khatab (sebuah telaah mendalam tentang pertumbuhan Islam dan Kedaulatan masa itu), Muhammad Husein Haikal, Litera Antar Nusa, e-book: Nurul Huda Kariem MR 4. Menjadi Pemimpin yang Disegani bukan Ditakuti, Prapti Widodo, MNC Publishing 2023
Views: 9