Pengkhidmat Sejati yang Telah Pergi

“Kami pasti akan mengujimu dengan sedikit ketakutan dan kelaparan, kekurangan harta, jiwa, dan buah-buahan. Sampaikanlah (wahai Nabi Muhammad,) kabar gembira kepada orang-orang sabar.” Pesan indah Allah Swt. dalam QS. Al-Baqarah ayat 156 ini selalu membawa ingatanku padanya.

“Tamu yang mau ikut MM sudah disiapkan makannya, Gum?” tanya beliau dengan suara yang hampir tak terdengar, sambil menahan rasa sakit yang tak lagi bisa disembunyikan. “Sudah, Pak,” jawabku dengan senyum menatapnya.

Saat sudah terbaring lemah pun, beliau masih terus memikirkan jamuan untuk para tamu yang biasa beliau lakukan. Tak ada rintihan, apalagi kata-kata tak pantas, yang keluar dari bibir beliau seperti pasien pada umumnya. Sesekali jika sudah merasa cukup nyaman, beliau meminta untuk diingatkan menalar bacaan Al-Qur’an dengan metode sambung ayat.

Almarhum tak pernah perhitungan dalam menjamu tamu dalam berbagai keadaan. Tak pernah mengeluh atas setiap kesulitan hidup. Tak pernah meminta meski di saat kesusahan. Selalu berusaha membantu meski dalam keterbatasan. Bagi beliau, apapun kekurangan, kesulitan, rasa lelah dan sakit yang dirasakan seseorang dalam menjalani kehidupan, merupakan penggugur dosa dan kekhilafan yang mungkin telah dilakukan. Itulah bukti cinta Allah pada hamba-Nya, yang ingin membersihkan hamba yang dicintai-Nya dari dosa, saat nanti bertemu kembali dengan-Nya.

Almarhum adalah seorang ayah yang dengan penuh kesederhanaan tak pernah menuntut banyak dari anak-anaknya. Bahkan dua putri lajnahnya ia ikhlaskan menikah dengan segala kemudahan dan acara sederhana, demi mendapatkan pendamping hidup yang seiman. Meskipun saat itu banyak relasi yang ingin memberikan bantuan untuk menyelenggarakan pesta pernikahan, tapi Bapak menolak dengan halus.

Bagi beliau, pernikahan bukanlah ikatan yang hanya diwarnai dengan kemeriahan yang hanya berlangsung sehari, tapi sebuah ikatan suci yang Allah amanahkan untuk dijaga seumur hidup dengan perbekalan jasmani dan rohani terbaik. Jika kemeriahan itu menjadi beban bagi pihak keluarga di kemudian hari, maka sebaiknya dilaksanakan dengan cara yang sederhana namun khidmat, penuh dengan do’a dan kebaikan di dalamnya.

Beliau senantiasa mengingatkan kami untuk selalu bersyukur dalam setiap keadaan, berbagi kebahagiaan dan rezeki di saat lapang maupun sempit. Beliau tak pernah mengizinkan seseorang yang berkunjung ke tempat tinggal kami pulang dalam kondisi lapar.

Bagiku beliau sosok yang benar-benar menjaga sabda berharga sang Imam Zaman, “Andaikan kamu hartawan, maka berbaktilah kepada orang-orang miskin, dan janganlah takabur dengan menunjukkan sikap keaku-akuan.” (Hadhrat Masih Mau’ud a.s.)

“Berapapun rezeki yang Allah beri untuk kita hari ini, jangan lupa dikeluarkan candahnya ya, Yang,” pesan penuh cinta ini selalu disampaikan beliau pada ibuku, membuat mataku basah saat mengingatnya.

Sosok penuh kasih yang selalu ku rindukan, kini tak lagi dapat ku tatap senyumnya. Sorot mata sayunya yang teduh, tak lagi dapat ku padang saat aku pulang. Sungguh rasa kehilangan itu amat terasa, terlebih saat terakhir kembali ke kampung halaman, menemui ibu yang masih berjuang mengkhidmati tamu di usia senjanya untuk melanjutkan kebiasaan almarhum Bapak.

Tanggal 29 Mei 2022, Allah telah memanggil Bapak dengan cara terbaik untuk meninggalkan dunia fana ini. Sosok teladan terbaik dalam memberikan pengkhidmatan pada Jemaat, yang pernah hadir dalam hidupku.

اللَّهُمَّ اغْفِرْ لِي وَلِوَالِدَيَّ وَارْحَمْهُمَا كَمَا رَبَّيَانِي صَغِيرًا

Amin Ya Rabbal ‘Alamin.

Visits: 85

Aisyah Begum

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *