
Rasulullah saw: Pemimpin Terbaik Sepanjang Masa
Dalam kehidupan bermasyarakat sudah tentu perlu adanya suatu ketentuan atau aturan agar setiap manusia dapat hidup saling bersinergi, aman, damai juga sejahtera. Oleh karena itu perlu adanya figur pemimpin guna merealisasikan tujuan kehidupan tersebut.
Sejarah islam telah mencatat banyak pemimpin yang bijaksana lagi adil yang dapat dijadikan contoh, namun ada satu sosok utama yang sungguh sangat patut menjadi contoh utama kita dalam hal kepemimpinan dialah Nabi Agung Hadhrat Rasulullah saw.
Hadhrat Rasulullah saw. sudah tak diragukan lagi bahwa beliau merupakan sosok yang memiliki kesempurnaan yang tak ada habisnya jika kita telaah satu persatu. Beliau Saw merupakan sosok yang Allah Swt jadikan sebagai contoh keteladanan bagi umat manusia dari zaman ke zaman. Sebagaimana yang telah dinyatakan oleh Allah SWT. dalam firman-Nya,
“Sungguh, pada (diri) Rasulullah benar-benar ada suri teladan yang baik bagimu.” [1]
Hadhrat Rasulullah saw. merupakan sosok pemimpin umat yang berbeda dengan para pemimpin lainnya yang hanya piawai dalam satu ataupun dua aspek kepemimpinan, maka Hadhrat Rasulullah saw. memiliki seluruh aspek penting dalam hal kepemimpinan umatnya.
Dalam kepemimpinannya, Hadhrat Rasulullah saw. senantiasa menjunjung tinggi sikap sopan, santun, juga rendah hati. Begitu juga saat beliau Saw berinteraksi dengan berbagai kalangan Hadhrat Rasulullah saw. dapat menempatkan dirinya duduk bersama mereka tanpa pandang harta maupun kasta. Beliau saw. merupakan sosok penyayang, pengayom dan guru utama bagi para umatnya.
Suatu hari, ada seorang pembesar kabilah datang menghadap beliau saw. Tanpa ragu-ragu beliau langsung menggelar sorbannya untuk dijadikan alas duduk pembesar kabilah itu. Hingga pembesar kabilah tersebut merasa sungkan karena begitu dimuliakan oleh tuan rumah.
Di lain kesempatan, pernah suatu ketika ada salah satu sahabat yang datang terlambat di majelis beliau. Tempatnya sudah penuh dan sesak. Sahabat itu meminta izin kepada para sahabat lain untuk memberinya ruang duduk, tapi tidak ada satupun yang mau memberinya tempat. Akhirnya ia duduk di depan pintu. Di tengah kebingungannya, Nabi saw. melihat sahabat tersebut dan memintanya untuk duduk di samping beliau. Nabi saw. pun melipat sorbannya lalu diberikan kepada sahabat tadi untuk dijadikan alas duduk. Menerima perlakuan mulia Nabi saw., berlinanglah air mata sahabat tadi. Diciumnya sorban itu, kemudian ia kembalikan kepada Nabi saw. dengan penuh haru. [2]
Tidak hanya luar bisa dalam memimpin umatnya, Rasulullah Saw juga mencontohkan kebaikan dalam hal kepemimpinan sebagai kepala rumah tangga. Rasulullah Saw sering kali mengerjakan pekerjaan rumah tangga beliau dengan tangannya sendiri.
Posisinya sebagai kepala negara dan kepala keluarga tidak membuatnya enggan untuk melakukan hal-hal yang orang lain anggap remeh sekalipun. Urusan-urusan yang umumnya dapat ditangani seorang istri, dapat beliau lakukan sendiri demi meringankan beban dan tanggung jawab keluarga.
Hal ini dibuktikan dalam sebuah hadist shahih,
Amrah binti Abdurrahman meriwayatkan bahwa seseorang pernah bertanya kepada Hadhrat Sayyidah Aisyah ra., tentang apa yang dilakukan Hadhrat Rasulullah saw. ketika berada di dalam rumah. Putri Abu Bakar itu lantas menjawab:
“Layaknya manusia pada umumnya, beliau merendam pakaian, memerah susu domba, dan melayani diri sendiri (tidak berpangku tangan).” [3]
Inilah sosok mulia Hadhrat Rasulullah saw., seorang pemimpin sederhana lagi bersahaja dalam menjalani kehidupan sehari-hari. Bahkan ketika sandalnya rusak pun, beliau memperbaikinya sendiri. Begitu juga saat pakaiannya sobek, beliau akan menjahitnya sendiri.
Terdapat sebuah kisah yang tak kalah menarik yang disampaikan oleh Ibnu Atsir, beliau mengungkapkan kisah Zahir bin Haram dari suku Asyja’, ia merupakan satu dari sekian banyak orang dusun yang kerap berkunjung menghadap Rasulullah Saw di Madinah. Mengenai Zahir ini Rasulullah Saw. pernah bersabda di hadapan para sahabatnya:
“Zahir adalah orang dusun kita dan kita adalah orang-orang kotanya.”
Suatu hari, Zahir sedang berada di pasar Madinah ketika tiba-tiba seseorang memeluknya kuat-kuat dari belakang. Tentu saja Zahir terkejut bukan kepalang serta ia berusaha melepaskan diri, sambil berkata: “Lepaskan aku, siapa ini?”
Zahir kemudian menoleh, dan ternyata seseorang yang memeluknya itu adalah Rasulullah Saw. Ia pun semakin merapatkan punggungnya ke dada Nabi Saw.
Lalu, Rasulullah Saw melanjutkan candanya seraya berkata, “Siapa yang mau membeli budak ini?” sedangkan yang dimaksud ialah Zahir itu sendiri. Zahir menanggapi Nabi Saw, “Wahai Rasulullah, kalau demikian, maka saya adalah seorang budak yang tidak laku dijual.”
Namun kemudian Hadhrat Rasulullah saw. bersabda:
“Tidak, Zahir, di sisi Allah harga mu sangat tinggi.” [4]
Sebagai seorang pemimpin agung memang seperti itulah seharusnya perlakuan luhur seorang pemimpin yang tidak pernah memandang dari harta kekayaan ataupun status sosial seseorang. Juga dalam hal perlakuan baik yang Hadhrat Rasulullah saw. ajarkan kepada sesama manusia baik mereka yang berkuasa bahkan rakyat jelata juga yang tak berpendidikan sekalipun beliau saw. perlakukan dengan sama baiknya.
Seperti inilah cerminan pemimpin yang dibutuhkan masyarakat saat ini. Semuanya tergambar jelas dalam diri sang Nabi Suci Rasulullah saw. sebagai pemimpi beliau Saw memberikan petunjuk sesuai arahan langsung dari Allah SWT. yang beliau ajarkan kembali kepada para umatnya. Begitu juga para nabi terdahulu yang Allah SWT. berikan petunjukNya serta arahannya untuk berbuat kebajikan serta apa-apa yang menjadi kewajiban juga larangan dariNya. Sebagaimana Allah SWT. nyatakan dalam firmanNya:
“Dan Kami jadikan mereka pemimpin-pemimpin yang memberi petunjuk dengan perintah Kami, dan Kami wahyukan kepada mereka untuk berbuat kebajikan, dan mendirikan shalat, serta membayar zakat. Dan hanya kepada Kami mereka menyembah.” [5]
Semoga kita sebagai umatnya dapat menjadikan nabi suci Rasulullah Saw sebagai panutan juga suri tauladan dalam keseharian kita juga dalam hal kepemimpinan dan berbagai kebaikan lainnya.
Referensi :
[1] Q.S. Al-Ahzab : 22
[2] Sayyid Muhammad bin Alawi Al-Maliki Al-Hasani Al-Makki, Muhammad Al-Insan Al-Kamil (Surabaya: Hai`ah As-Shofwah Al-Malikiyyah), h. 252
[3] H.R. Tirmidzi
[4] Abu Hasan Ali Izzuddin Ibn Atsir, Asad Al-Ghabah Fi Ma’rifah As-Sahabah (Beirut: Dar Al-Kutub Al-Ilmiyyah), vol. 2, h. 93
[5] QS. Al-Anbiya : 74
Views: 87